Maurice Brinton
Bolsheviks vs Kontrol Pekerja
Negara dan Kontra Revolusi
Terbit: Sebagai pamplet oleh Solidarity, London 1970
Transkrip ke marxists.org: oleh Jonas Holmgren
Proofed: oleh Zdravko Saveski
Terbit dalam bahasa Indonesia: Daun Malam, 2016
Terjemah: Yerry Niko
Proofreading terakhir 2017: oleh Reyhard Rumbayan
Pengantar
Pengantar Asli dari Solidarity
Pamflet ini memiliki dua tujuan utama yang saling berhubungan. Tujuan pertama adalah menyampaikan fakta baru tentang diskursus “kontrol” kaum pekerja yang berlangsung dalam revolusi Rusia. Sedangkan tujuan kedua adalah mengupayakan sebuah analisis baru tentang nasib dari revolusi Rusia.
Diskursus tentang kontrol kaum pekerja sekali lagi diperbincangkan. Nasionalisasi dan kekuasaan “Partai Kelas Pekerja”, baik variannya di barat maupun di timur, telah nyata gagal. Alternatif seperti yang disebut di atas gagal dalam memuaskan harapan dan perkiraan masyarakat umum dan juga tidak memberikan mereka keleluasaan untuk memutuskan kondisi hidup. Fakta ini telah menyebabkan ketertarikan baru pada persoalan kontrol kaum pekerja. Begitu juga dengan gagasan- gagasan yang dalam konteksnya berbeda. Kondisi ini merupakan pandangan paling umum pada permulaan abad ke-20.
Pembicaraan dan diskusi tentang kontrol kaum pekerja terjadi hampir di semua golongan masyarakat, baik yang sepaham maupun yang berseberangan. Mulai dari kaum Liberal Muda (Young Liberals) dan kalangan Buruh sayap kiri (Partai Buruh Inggris – ed), pejabat serikat pekerja yang sudah melempem dan kaum “Trotskyis” dari segala jenis hingga kaum anarko sindikalis dan Marxis libertarian. Fakta ini menandakan satu dari dua hal. Orang-orang ini memiliki tujuan sama yang tampaknya mustahil atau istilah ini digunakan sedemikian rupa untuk menutupi sesuatu ketimbang untuk menyampaikan sesuatu.
Harapan kami adalah untuk menghilangkan sejumlah kegamangan dengan mengingat kembali, dalam tahapan sejarah yang kritis, bahwa para pengusung konsep kontrol kaum pekerja yang berbeda-beda ini, saling bertentangan satu sama lain dengan cara menunjukan—diantara mereka—bahwa siapa yang berhasil menang, alasan kemenangannya, dan apa akibat dari pencapaian tersebut.
Penelusuran kembali pada akar sejarah yang bersifat kontroversial ini tidak semata dimotivasi oleh sebuah hasrat untuk kepentingan pengarsipan. Tidak juga semata digerakkan oleh keinginan yang bersifat esoterik. Gerakan revolusioner di Inggris—tidak seperti di Negara Eropa lainnya—tidak pernah segelisah seperti sekarang ini pada permasalahan teori dan lebih melandaskan diri pada pengalaman empiris. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan “alami-rasakan-pertimbangkan”. Pendekatan seperti ini adakalanya memang cukup membantu untuk menghindari permasalahan teori terjebak ke dalam rawa-rawa spekulasi metafisik. Tapi pendekatan seperti ini juga beresiko cukup besar dalam mempengaruhi kejernihan dan konsistensi. Tanpa adanya pemahaman yang jernih perihal tujuan serta kekuatan-kekuatan (termasuk kekuatan ideologis) yang menghambat kemajuan—singkat kata, kurangnya pemahaman yang jelas mengenai sejarah—gerakan revolusioner cenderung hanya mempermasalahkan persoalan gerakan saja namun tidak memiliki arah yang jelas. Tanpa adanya kejelasan perspektif, kaum revolusioner cenderung terperosok ke dalam jebakan atau dibelokkan ke lorong gelap. Kemungkinan yang sebenarnya mudah dihindari jika mau sedikit menengok kembali pada pengetahuan masa lalunya.
Kebingungan mengenai ‘kontrol kaum pekerja’ (setidaknya di Inggris) sebagian karena masalah pemahaman yang jelas mengenai istilah tersebut. Dalam pergerakan di Inggris (maupun dalam lingkup yang lebih kecil dalam bahasa Inggris) terkadang tidak memperlakukan perbedaan yang tajam atau jelas antara kata “kontrol” dan “manajemen”, kedua kata ini—kontrol dan manajemen—di dalam penggunaannya terkadang tumpang tindih atau sangat dibedakan. Di buku-buku politik berbahasa Prancis, Spanyol atau Rusia dua istilah terpisah (controle dan gestion, control and gerencia, kontrolia and upravleniye) merujuk pada pemaknaan yang bersifat parsial atau istilah tersebut dimaknai secara sepenuhnya terkait dengan pemaknaan istilah produsen di dalam proses produksi. Dengan refleksi sesaat saja, bisa terlihat jelas mengapa pembedaan demikian harus dibuat. (?)
Dua keadaan yang mungkin terjadi, segera timbul dalam pikiran, di satu sisi kelas pekerja (kolektif produsen) bertanggung jawab atas seluruh keputusan mendasar. Mereka melakukannya secara langsung, melalui organisme yang dipilihnya sendiri, yang mana mereka merasa berada di wilayah kekuasaan mereka sepenuhnya atau merasakan bahwa disanalah kekuatan dominan mereka berada (Komite-komite Pabrik, Dewan-dewan Pekerja, dan sebagainya). Lembaga-lembaga ini terdiri atas delegasi yang dapat dipilih dan dicopot setiap saat, yang bisa saja tersusun secara federasi berdasar basis regional dan nasional. Mereka memutuskan (dengan memungkinkan otonomi yang semaksimal mungkin bagi unit-unit lokal) mengenai apa yang akan diproduksi, bagaimana cara memproduksinya, dan biaya yang akan dikeluarkan dari produksi tersebut. Keadaan lain yang mungkin terjadi adalah dimana keputusan-keputusan mendasar tersebut ditentukan oleh elemen yang berasal dari “tempat lain”, “dari luar”. Elemen seperti Negara dan Partai, atau melalui organisme lain yang sebenarnya tidak memiliki akar yang dalam dan terlibat langsung dalam proses produksi itu sendiri. Pemisahan “para produsen dari alat-alat produksi” (dasar dari setiap masyarakat kelas) terus dipelihara. Dampak yang bersifat menindas dari bentuk pengelolaan semacam ini segera mewujudkan dirinya sendiri. Hal ini pasti terjadi, seberapapun besar keinginan dari agen yang menjalankan proses tersebut, dan apapun langkah-langkah yang coba dibuat (atau tidak dibuat) untuk pengambilan keputusan/kebijakan yang disampaikan dari waktu ke waktu untuk diratifikasi atau diubah.
Terdapat beberapa kata yang jelas menggambarkan dua persoalan ini. “Mengelola” adalah menginisiasi keputusan sebagai individu atau kolektif yang berdaulat, dengan sepenuhnya memahami setiap fakta-fakta yang relevan. “Mengontrol” adalah mengawasi, menginspeksi atau meneliti keputusan yang diinisiasi oleh yang lain. “Kontrol” berhubungan dengan pembatasan kedaulatan atau paling mungkin, keadaan kekuasaan yang bersifat ganda. Dimana sejumlah orang menentukan tujuan, sementara yang lain melihat langkah-langkah apa yang telah dilakukan untuk mencapai tujuan. Secara historis, kontroversi mengenai kontrol pekerja cenderung pecah tepat saat di mana kondisi kekuasaan ganda secara ekonomi terjadi.
Seperti juga semua bentuk kekuasaan ganda, kekuasaan ganda ekonomi secara esensi tidak stabil. Ia akan berkembang menjadi suatu konsolidasi kekuasaan birokratik (dengan kelas pekerja yang hampir tidak memiliki kontrol) atau ia akan berkembang menjadi “manajemen pekerja” dengan mendesak kelas pekerja untuk mengambil alih semua fungsi manajerial. Sejak tahun 1961, saat Solidarity mulai mendukung manajemen “pekerja” di dalam produksi, kelompok-kelompok lain sudah mulai menyerukan “kontrol langsung pekerja”, “kontrol sepenuhnya pekerja”, dan lain-lain. Begitu banyak kekurangan yang diakui secara diam-diam mengenai rumusan-rumusan yang diterima sebelumnya.
Rasanya terlalu picik jika memandang permasalahan ini dari kemurnian linguistik, sehingga menjadi sebuah perdebatan terminologis atau doktrinal semata. Kita harus menebus permasalahan ini demi kebaikan masa lalu maupun masa kini. Fakta bahwa kita tidak muncul begitu saja dalam kancah perpolitikan, karena kita adalah bagian dari tradisi libertarian revolusioner dimana konsep-konsep ini memiliki arti mendalam. Dan kita tidak hidup di sebuah kekosongan politik. Kita hidup di dalam konteks historis yang spesifik, yang di dalamnya sebuah perjuangan konstan sedang berlangsung. Di dalam perjuangan ini kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan dari berbagai strata sosial yang berbeda (borjuis, birokrasi, dan proletariat) diapresiasikan dalam tipe tuntutan yang berbeda-beda, yang formulasinya—setidaknya—cukup jelas. Ide-ide berbeda mengenai kontrol dan figur manajemen, menonjol dalam kontroversi ini. Tidak seperti Humpty Dumpty, kita tidak bisa membuat kata-kata sesuai arti yang telah kita pilih sebelumnya.
Gerakan revolusioner itu sendiri hanyalah salah satu kekuatan di dalam arena sosial ini. Suka atau tidak—dan apakah hal ini ditanggapi dengan baik ataupun tidak—kebanyakan gerakan revolusioner didominasi oleh etos, tradisi, dan konsepsi organisasional Bolshevisme. Dan di dalam Revolusi Rusia, khususnya antara tahun 1917 dan 1921, permasalahan kontrol pekerja versus manajemen pekerja semakin melebar. “Dari tahun 1917 hingga 1921 permasalahan administrasi industri merupakan indikator yang sangat sensitif dari pertentangan prinsip-prinsip mengenai bagaimana membentuk tatanan sosial yang baru. Hal tersebut yang menjadi titik perhatian provokatif yang berkelanjutan antara berbagai faksi-faksi komunis”.[1] Harus pula ditekankan, di antara kelompok Bolshevik dan berbagai tendensi di dalam gerakan revolusioner, bahwa beribu kaum revolusioner gugur dan ratusan ribu dipenjara dalam memperjuangkannya.
Kebanyakan orang yang memasuki gelanggang per-gerakan revolusioner saat ini tidak akrab dengan kontroversi-kontroversi ini. Suatu sikap yang tak seharusnya untuk urusan semacam ini. Klarifikasi menjadi sangat esensial, tetapi di sini muncul persoalan baru. Kemiskinan metodologis, kecenderungan ahistoris (pada saat itu bahkan anti-intelektualitas) di antara begitu banyak kaum revolusioner yang sebenarnya mempunyai pengetahuan atas apa yang sebenarnya terjadi merupakan rintang-an tragis yang pertama. Ini adalah salah satu ironi dari situasi hari ini, karena yang lainnya ini (warisan sisa-sisa Bolshevisme) yang berbicara paling nyaring mengenai “pentingnya teori” dan “belajar sejarah” menjadi yang baian yang paling banyak menutupi (jika sejarah para pendahulunya benar-benar digali) dan mereka-lah yang paling banyak merugi (jika sebuah sejarah alternatif yang cukup lengkap muncul menantang kepercayaan kaku mereka).
Sejumlah kebingungan mengenai “kontrol pekerja” tak ada sangkut paut terminologis ataupun ketidakacuhan mengenai kontroversi di masa lalu. Hal ini memang disengaja. Saat ini contohnya, seseorang bisa menemukan para Leninis atau Trotskyis garis keras dan kawakan (dalam Liga Pekerja Sosialis – Socialist Labour League -, Kelompok Marxis Internasional – International Marxist Group – atau pada “kepemimpinan” dari Sosialisme Internasional – International Socialism – contohnya) yang mengadvokasi kontrol pekerja tanpa perlu mengedipkan mata. Mencoba mengeruk keuntungan dari kebingungan yang melanda pergerakan, orang-orang ini berbicara soal “kontrol pekerja” seakan-akan seperti:
a). Mereka benar-benar serius dengan kata-kata ini, sesuatu yang secara politis tidak canggih (yakni, bahwa kaum pekerja harus menentukan bagi diri mereka sendiri hal-hal mendasar terkait masalah produksi).
b). Seakan-akan mereka dan doktrin Leninis yang mereka ikuti selalu mendukung tuntutan seperti ini, atau seakan-akan Leninisme selalu melihat kontrol pekerja adalah fondasi universal yang valid bagi sebuah tatanan sosial baru, ketimbang hanya sekedar sebuah slogan yang akan digunakan untuk tujuan-tujuan manipulatif, untuk tujuan-tujuan khusus dan sangat terbatas secara konteks sejarah. [2]
Masalah swakelola bukanlah sesuatu yang esoterik (emosional dan batiniah). Diskusi-diskusinya —dalam istilah-istilah paling tajam– bukanlah sesuatu yang sektarian. Swakelola justru menjadi tujuan utama dari revolusi zaman kita. Soal ini pun akan mengesahkan munculnya pamflet seperti yang anda baca sekarang ini. Studi mengenai periode ini (Russia pada tahun 1917-1921) betapapun, memiliki implikasi yang lebih dalam, ia dapat menyediakan dasar bagi sebuah analisis baru perihal nasib Revolusi Rusia, sebuah tugas yang akan segera kita dalami.
Revolusi Rusia
Untuk mengajukan cara pandang yang baru atas apa yang terjadi di Rusia pada tahun 1917 dan setelahnya ini, sama saja seperti mengundang kesalahpahaman. Jika pertanyaan yang diajukan dan metodologi yang disarankan ternyata berbeda dengan yang digunakan saat ini, proposal tersebut hampir bisa dipastikan akan menjadi beban. Sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, pandangan yang keliru adalah jalan hidup dari kaum kiri tradisional, bagi mereka tidak ada hal yang paling menyakitkan ketimbang sebuah gagasan baru.
Selama kurun waktu 50 tahun terakhir segala organisasi kiri yang ada telah merinci sebuah mitologi menyeluruh (dan bahkan seluruh anti-mitologi) mengenai Revolusi Rusia. Kaum penyembah parlemen, Sosial-Demokrat, melihat “kekeliruan Bolshevisme” ada dalam “praktek-praktek anti demokratisnya”. Dosa utamanya menurut mereka adalah pembubaran Dewan Konstituante. Gerakan Komunis dengan beragam aliran (Stalinis, Trotskyis, Maois, dan lain-lain), bicara soal kebanggaan mereka akan “kejayaan sosialis dari Revolusi Oktober.” Mereka mengagung-agungkan dan mempopulerkan pencapaian awal ini, tetapi di saat yang sama, berbeda dalam penyikapan soal apa yang terjadi kemudian setelah peristiwa itu, mengapa hal itu terjadi dan terhadap siapa saja hal itu terjadi. Bagi kaum anarkis kenyataan bahwa Negara atau “kekuatan politik” tidak serta merta “dihapus” menjadi bukti utama dan acuan bahwa tidak ada hal mendasar yang benar-benar terjadi. [3] Kelompok semacam Partai Sosialis Inggris Raya (SPGB -Socialist Party of Great Britain) menarik kesimpulan yang hampir mirip. Meski mereka menyalahkan kenyataan bahwa sistem kerja upahan tidak dihapus, mayoritas rakyat Rusia juga tidak mendapat keuntungan apa-apa dengan mendengarkan sudut pandang SPGB ini (sebagaimana yang telah dikoar-koarkan oleh juru bicaranya dan sudah sepatutnya diberi sanksi oleh Komite Eksekutifnya) dan mereka pun cukup impoten dalam hal memenangkan pengaruh pada posisi mayoritas di dalam Parlemen dan juga pada sejumlah institusi Rusia pada waktu itu.
Dari segala sisi, semua orang menggunakan Revolusi Rusia dengan niatan untuk mengintegrasikan atau membenarkan propaganda mereka masing-masing—namun mereka hanya mengambil aspek-aspek yang kurang lebih searah dengan analisis mereka mengenai sejarah. Hal tersebut juga mengarah pada kepentingan tertentu mereka dalam menawarkan solusi untuk masa sekarang. Analisis apapun yang bersifat baru, bila bertolak belakang atau justru menyimpang dari kategori yang telah dimapankan, telah “dilupakan”, dikerdilkan, disimpangkan, ataupun ditolak secara sistematis.
Setiap upaya untuk menguji ulang pengalaman penting tahun 1917-1921, pasti membangkitkan penolakan. Reaksi pertama akan datang dari aparat “apparatchiks” yang selama bertahun-tahun telah mempertahankan organisasi-organisasi “revolusioner” (serta ideologi “revolusioner”) dari ancaman subversif dan pembaruan.
Bagaimanapun juga, penolakan akan muncul di dalam pemikiran kaum militan yang tulus dan menjalani politik revolusioner sejati. Apa yang sedang dibahas di sini bukan semata penolakan yang bersifat psikologis, namun suatu fenomena yang lebih mendalam. Sesuatu yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan merujuk pada peranan reaksioner dan pengaruh dari berbagai “pemimpin.” Jika kaum militan mengalami kesulitan dalam memahami arti penting dari sejumlah persoalan yang muncul di tahapan awal Revolusi Rusia, hal ini dikarenakan persoalan-persoalan tersebut merupakan salah satu dari persoalan memang cukup sulit dan penting (atau justru memang yang paling sulit dan penting) yang pernah dihadapi kelas pekerja. Kelas pekerja telah menciptakan sebuah revolusi yang tidak hanya bertujuan untuk mengganti para petinggi politik di jajaran atas, namun sebuah revolusi yang melampaui tujuan remeh tersebut. Revolusi yang mampu merampas kepemilikan alat-alat produksi dari penguasa sebelumnya (dan dengan demikian mereka juga telah merubah relasi kepemilikan). Namun, hingga tingkat mana revolusi ini mampu menyebarluaskan tujuannya? Hingga pada tingkat mana revolusi ini mampu—atau siap—untuk merubah relasi-relasi produksi secara total?
Apakah revolusi ini berkemampuan untuk menghancurkan struktur penguasa yang dipertahankan oleh relasi produksi dan memeliharanya di setiap masyarakat kelas?
Hingga sejauh apa revolusi mempersiapkan diri untuk mengatur produksi (dengan demikian juga seluruh masyarakat), atau hingga sejauh mana ia condong untuk mendelegasikan tugas ini kepada yang lain? Dan hingga sejauh mana ideologi yang dominan menang, memaksa kelas pekerja tunduk pada musuh yang diakuinya, sebuah Partai yang mengklaim, berbicara “mengatasnamakan kelas pekerja”?.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini adalah sebuah tugas besar yang rentan dengan banyak jebakan tersembunyi. Salah satu bahaya yang dihadapi seseorang yang mencoba menganalisa, tanpa ketelitian yang sungguh-sungguh, pada suatu “periode heroik Revolusi Rusia”, adalah bahaya dari “identifikasi retrospektif” terhadap tendensi yang ini dan yang itu atau individu-individu yang aktif dalam percaturan politik (sebagai contoh, Osinsky, Kollontai, Maximov, Makhno atau Miasnikov). Ini hanyalah hiburan politik tanpa tujuan. Analisis seperti ini tidak berupaya untuk memahami arah dari peristiwa besar ini (yang sebenarnya merupakan perenungan yang relevan), sehingga kaum revolusioner hanya mentok pada pertanyaan-pertanyaan seperti “apa yang seharusnya dilakukan pada momen yang ini dan yang itu?”; “apakah tindakan ini atau itu prematur?”; “siapakah yang benar pada kongres ini dan itu?”; dan sebagainya. Kita berharap untuk bisa menghindari perangkap ini. Sebagai contoh, kita mempelajari perjuangan Oposisi Pekerja melawan kepemimpinan Partai (pada tahun 1920 dan 1921) dan ini bukanlah permasalahan mengenai keberpihakan. Ini masalah memahami kekuatan-kekuatan apa yang sedang berkonflik. Sebagai contoh, apa sebenarnya motif-motif (ideologi dan serta berbagai batasan lainnya) mereka yang berupaya menantang arus birokratisasi di seluruh aspek kehidupan sosial?
Bahaya lain (atau bentuk lain dari bahaya yang sama) mengancam mereka yang mencoba peruntungannya di dalam bidang ini untuk pertama kalinya, namun masih dibingungkan oleh mitologi resmi. Ini adalah bahaya terjerat ke dalam permusuhan sengit terkait dengan legenda yang menjadi incaran sebagian orang dan berupaya menganalisa melalui pola pikir yang demikian. Mereka ini , sebagai contoh, bisa saja “meruntuhkan” Stalin (atau Trotsky, atau Lenin) dengan sukses untuk mencapai tujuan sementaranya. Namun keberhasilan seperti ini gagal dalam melihat secara mendalam, meresap, atau merekam fitur-fitur mendasar dari periode tersebut: seperti, misalnya, aksi otonom kelas pekerja yang berupaya merubah secara menyeluruh kondisi eksistensi mereka. Kita berharap untuk menghindari jebakan ini. Jika kita mengutip beberapa bagian dari pernyataan-pernyataan individu-individu yang cukup dikenal, hal ini dilakukan karena mereka mewakili ideologi-ideologi yang pada tahapan sejarah tertentu, mengawal tindakan-tindakan dan pemikiran manusia. Lebih jauh lagi, sepanjang menuturkan kejadian-kejadian ini, satu-satunya cara yang serius untuk membeberkan apa yang dikatakan dan dilakukan kaum Bolshevik adalah dengan menjelaskan peran sosial ucapan dan aksi mereka.
Sekarang ini kita mesti menyatakan premis-premis metodologi kita. Kami berkesimpulan bahwa “relasi” produksi —hubungan dimana individu-individu atau kelompok-kelompok masuk ke dalam proses yang menghasilkan kekayaan– merupakan fondasi dasar setiap masyarakat. Sebuah pola relasi produksi tertentu merupakan bilangan pembagi dari segala masyarakat kelas. Pola dimana para produsen tidak mendominasi alat produksi tetapi sebaliknya justru “dipisahkan dari mereka” dan dari hasil produksi. Di setiap masyarakat kelas, produsen berada di posisi subordinat terhadap mereka yang mengatur proses produksi. Pengelolaan produksi oleh pekerja—menyiratkan sebagaimana yang dijalankannya, sebuah dominasi total produsen atas proses produksi– bagi kami bukanlah perkara yang sepele. Ini adalah inti dari politik kami. Hanya dengan jalan ini relasi kuasa otoritarian (pemberi perintah, penerima perintah) di dalam produksi dapat dilampaui dan sebuah masyarakat komunis atau anarkis yang bersifat bebas dapat diperkenalkan.
Kami juga berpandangan bahwa alat-alat produksi dapat dipindah-tangankan (sebagai contoh diserahkan dari instansi privat kepada sebuah instansi birokrasi dan berujung pada kepemilikan gabungan dua instansi tersebut) tanpa mengubah secara besar-besaran relasi produksi. Di bawah keadaan se-perti ini dan apapun status formal dari properti tersebut, masyarakat masih akan hidup di bawah sebuah masyarakat kelas. Karena produksi masih dikelola oleh sebuah agen di luar para produsen itu sendiri. Relasi properti, dengan kata lain, tidak mesti mencerminkan relasi produksi. Kepemilikan gabungan tersebut mungkin dapat digunakan untuk menyamarkannya dan faktanya memang seringkali seperti itulah yang terjadi. [4]
Analisis demikian, saat ini diterima cukup luas. Usaha yang belum dilakukan hingga sekarang adalah menghubungkan sejarah Revolusi Rusia dengan keseluruhan kerangka konseptual ini. Di sini kita hanya menandai garis besar dari pendekatan seperti ini. [5] Terlihat dalam pendekatan ini bahwa Revolusi Rusia mewakili sebuah kegagalan dari kelas pekerja Rusia dalam hal memutus relasi produksi yang telah terbukti makin menindas. Perlawanan rakyatl pada tahun 1917 terbukti cukup kuat untuk menghancurkan supremasi politik kaum borjuis (dengan menghancurkan fondasi ekonomi yang didirikan: kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi). Perlawanan ini mengubah sistem relasi kepemilikan yang ada. Namun tak terbukti cukup mampu (meskipun usaha-usaha yang heroik telah dilakukan merealisasikannya) untuk mengubah relasi produksi otoritarian yang menjadi karakteristik masyarakat kelas. Kelompok-kelompok kelas pekerja (mereka yang aktif di dalam gerakan Komite Pabrik) tentunya mencoba mempengaruhi Revolusi di arah ini. Namun upaya mereka gagal. Penting untuk menganalisa sebab-sebab kegagalan ini dan melihat bagaimana para majikan baru menggantikan para majikan lama.
Kekuatan apa yang dipakai untuk menghalangi mereka yang tengah mengupayakan sebuah perubahan total kondisi-kondisi kehidupan industrial? Pertama, tentu saja, kaum borjuis. Kaum borjuis akan kehilangan segalanya di dalam aksi kebangkitan sosial seperti ini. Dihadapkan dengan bentuk pengelolaan pekerja yang mandiri, mereka terancam tidak hanya kehilangan kepemilikan atas alat-alat produksi, tetapi juga posisi istimewa mereka yang menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh otoritas. Oleh karena itu kaum borjuis bernapas dengan lega ketika mengetahui bahwa para pemimpin Revolusi tidak akan “beranjak lebih jauh dari sekedar nasionalisasi” dan berkenan membiarkan relasi pemberi perintah/penerima perintah tetap tak terjamah di dalam industri dan di tempat lain. Benar bahwa sejumlah besar dari kaum borjuis berjuang habis-habisan untuk mengembalikan propertinya yang hilang. Perang Sipil adalah urusan yang berkepanjangan dan berdarah. Namun beribu-ribu kaum borjuis kecil lain—yang dalam tradisi dan budayanya sudah mendarah daging—yang masih kurang jelas perihal kedekatannya dengan kaum borjuis yang disebut pertama, segera ditawari kesempatan untuk masuk kembali ke “benteng pertahanan kaum revolusioner” lewat pintu belakang, agar mereka menduduki kembali posisi mereka sebagai manajer proses tenaga kerja di “Negara Pekerja”. Mereka mengambil kesempatan yang tak terduga ini dengan penuh semangat. Mereka berbondong-bondong bergabung dengan Partai atau memutuskan untuk bekerjasama dengan mereka, yang dengan sikap yang sungkan mendukung segala ucapan Lenin atau Trotsky dalam hal mendukung “disiplin kerja” atau “manajemen satu orang”. Dengan segera banyak yang dipilih (dari atas) untuk memimpin posisi penting di bidang ekonomi. Bergabung dengan “elit” administrasi-politik baru, di dalamnya partai menjadikan diri sebagai inti-benihnya, sementara sejumlah kaum borjuis yang telah “tercerahkan” dan memiliki ketrampilan teknologi, dengan segera mungkin kembali pada posisi dominan mereka di dalam relasi-relasi produksi.
Kedua, Gerakan Komite Pabrik mesti berurusan dengan tendensi-tendensi tak bersahabat dari golongan sayap “kiri” seperti Menshevik. Kaum Menshevik berulang kali menekankan bahwa revolusi harus berhenti ditahapan demokrasi borjuis dan tak boleh ada usaha-usaha lebih jauh dari para pekerja untuk mengelola produksi. Segala upaya ini ditolak dengan label “anarkis” dan “utopis”. Di tempat-tempat dimana Menshevik menjadi rintangan yang serius bagi Gerakan Komite Pabrik, perlawanan yang dilakukan telah diantisipasi dan dilakukan dengan prinsip-prinsip yang cukup konsisten.
Ketiga—dan ini merupakan yang jauh lebih sulit untuk dicermati adalah sikap kaum Bolshevik. Antara bulan Maret dan Oktober kaum Bolshevik mendukung pertumbuhan Komite Pabrik, kemudian berubah melawannya dengan keras pada minggu-minggu akhir tahun 1917, mencoba untuk menggabungkan gerakan ini ke dalam struktur serikat pekerja baru, sebagai upaya untuk mengebiri mereka. Proses tersebut, yang sepenuhnya telah dipaparkan dalam pamflet ini, memainkan peran penting dalam hal mencegah meningkatnya tantangan untuk terwujudnya kembalinya relasi produksi kapitalis. Sebaliknya kaum Bolshevik menyalurkan energi yang disemburkan antara bulan Maret dan Oktober ke dalam sebuah pembantaian dan kekuasaan politik kepada kaum borjuis dengan sangat sukses (begitu juga terhadap relasi kepemilikan sebagai dasar kekuasaan kaum borjuis). Di tingkat ini revolusi berjalan “sangat sukses”. Namun kaum Bolshevik juga telah dengan sukses mengembalikan “hukum dan ketertiban”—hukum dan ketertiban yang dimaksud adalah konsolidasi ulang relasi-relasi produksi yang bersifat otoritarian: relasi produksi yang sebelumnya sangat terguncang walau hanya sementara.
Mengapa Partai berbuat seperti ini? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini kita memerlukan analisa yang jauh lebih menyeluruh mengenai Partai Bolshevik dan relasinya terhadap kelas pekerja Rusia dan harus dibedakan dengan apa yang kita lakukan di sini, agar semua hal dapat menjadi jelas. Sekali lagi, kita harus menghindari mitologi (“Partai Bolshevik yang agung”, “senjata yang diciptakan Lenin”, “ujung tombak revolusi”, dan sebagainya) dan anti-mitologi (“Partai sebagai perwujudan totalitarianisme, militerisme, birokrasi, dan sebagainya”), sebagai upaya untuk memahaminya secara konstan ketimbang hanya berujung pada racauan dan kutukan. Di tataran superfisialnya, baik ideologi Partai dan prakteknya, sangat berakar pada keadaan historis yang spesifik di era kekaisaran Rusia, pada dekade-dekade awal abad 20. Ilegalitas dan pengejaran-pengejaran, bisa menjelaskan, meski hanya sebagian, (meski mereka tidak mengakuinya) struktur organisasi Partai dan konsepsinya mengenai relasi Partai dengan kelas. [6] Apa yang cukup sulit dipahami adalah kenaifan para pemimpin Bolshevik, yang sepertinya tidak melihat bahwa i tipe organisasi semacam ini dan hubungan seperti ini dengan kelas pekerja adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari pengaruhnya dalam sejarah di kemudian hari.
Seorang tokoh yang lebih ortodoks dari Trotsky yang juga merupakan orang penting di dalam Bolshevik, ketika menulis sejarah awal dari Partai Bolshevik menyatakan:
“Suatu kebiasaan tak biasa…yang mewujud menjadi sebuah mesin politik telah lebih dulu diterapkan di bawah tanah. Contohnya adalah munculnya tipe revolusioner birokrat yang masih muda. Kondisi konspiratif, jujur saja, menawarkan kesempatan kecil untuk melaksanakan formalitas-formalitas demokrasi seperti pemilihan, akuntabilitas, dan kontrol. Namun tak diragukan lagi, orang-orang yang duduk di Komite justru mempersempit batasan-batasan ini lebih jauh daripada yang sebenarnya dibutuhkan. Mereka bersikap lebih angkuh dan keras bila berurusan dengan kaum pekerja revolusioner ketimbang pada diri mereka sendiri. Lebih suka mendominasi bahkan dalam urusan-urusan yang sebenarnya menuntut mereka untuk lebih cermat dan sabar dalam mendengarkan suara rakyat. Krupskaya mencatat bahwa, seperti halnya di dalam tubuh komite-komite Bolshevik, demikian juga di Kongres-kongres Partai sendiri, hampir tidak ada kelas pekerja yang menjadi anggota partai. Kaum intelektual telah lebih dulu mendominasi. Orang-orang yang duduk di Komite, tulis Krupskaya, ‘biasanya merupakan orang yang terlalu percaya diri…lazimnya orang seperti ini tidak mengakui demokrasi internal di dalam Partai…tidak menginginkan pembaharuan…tidak ingin dan sama sekali tidak paham perihal bagaimana cara beradaptasi dalam menghadapi kondisi yang berubah dengan cepat”. [7]
Apa yang terjadi di kemudian hari ini, sebagai akibat dari perkembangan di atas, termanifestasi pada 1905. Soviet telah muncul di banyak tempat.
“Komite Bolshevik kali Petersburg awalnya terkejut dengan inovasi yang demikian dan bertingkah layaknya seperti perwakilan yang enggan untuk mewakili rakyat yang siap berperang. Komite tak mampu mencari solusi yang lebih baik dan akhirnya mengultimatum Soviet: untuk segera mengadopsi program-program Sosial-Demokratik atau dibubarkan. Seluruh Soviet Petersburg, termasuk juga rombongan pekerja-pekerja dari Partai Bolshevik, mengacuhkan ultimatum ini tanpa sedikitpun rasa ragu.” [8]
Broue, salah seorang pembela Bolshevisme yang cukup mumpuni, telah menulis bahwa “mereka-mereka yang tergabung dalam Partai Bolshevik hanya sepakat dengan Soviet-soviet yang mereka anggap sesuai dengan kepentingan mereka, bagi Bolshevik, Soviet-soviet tersebut, dalam pandangan terbijak mereka, hanyalah sekadar alat bagi Partai…meski belakangan mereka akhirnya menemukan peran yang dapat mereka mainkan pada Soviet-soviet tersebut, yaitu untuk meningkatkan pengaruh Partai dengan tujuan agar dapat memimpin rakyat”. [9] Secara singkat, di sinilah terletak permasalahan sebenarnya. Kader-kader Bolshevik melihat dirinya sebagai pimpinan revolusi. Setiap gerakan yang tidak diciptakan oleh mereka atau terlepas dari kontrol mereka hanya akan memicu kecurigaan. [10] Sering kali malah dikatakan bahwa kaum Bolshevik sendiri “terkejut” dengan berdirinya Soviet-soviet: eufimisme seperti ini jangan sampai mengecoh kita. Reaksi kaum Bolshevik bahkan memiliki makna lebih dalam lagi daripada sekedar “terkejut”, “keterkejutan” tersebut justru merefleksikan keseluruhan konsep dari perjuangan revolusioner, keseluruhan konsep relasi antara kelas pekerja dan kaum revolusioner. Tindakan-tindakan rakyat Rusia sendiri, sejauh kejadian yang terjadi pada tahun 1905, telah mengutuk sikap Bolshevik ini sebagai sikap yang ketinggalan zaman.
Pemisahan seperti yang disebut di atas antara kaum Bolshevik dan rakyat berulang-kali terkuak selama tahun 1917. Kejadian pertama kalinya disaksikan pada Revolusi Ferbruari, sekali lagi di saat kemunculan “Tesis-tesis April”, kemudian yang terakhir terjadi selama bulan Juli. [11] Partai berulangkali mengakui bahwa telah melakukan “kesalahan” baik pada tahun 1905 ataupun 1917. Namun “penjelasan” ini tidak menjelaskan apapun. Apa yang seharusnya ditanyakan adalah mengapa kesalahan seperti ini dapat terjadi? Dan pertanyaannya seperti ini hanya dapat dijawab bila mereka memahami kerja-kerja seperti apa yang dijalankan oleh kader-kader Partai, sejak Partai didirikan hingga saat Revolusi Rusia terjadi. Para pemimpin Partai (mulai dari mereka yang berada di dalam Komite Sentral hingga mereka-mereka yang bertanggung jawab terhadap kelompok-kelompok lokal) sengaja ditempatkan di situasi-situasi yang mana hubungan mereka dengan gerakan pekerja yang sesungguhnya masih lemah, hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor seperti kombinasi antara kondisi perjuangan melawan Tsarisme dan konsepsi organisasional mereka sendiri.
“Seorang agitator pekerja” tulis Lenin, “adalah yang menunjukkan bakat cukup menjanjikan dan tidak seharusnya bekerja di dalam pabrik. Kita harus memastikan bahwa Ia hidup dari sokongan Partai… yang statusnya adalah untuk bergerak dalam bawah tanah”. [12]
Tidaklah mengherankan jika segelintir kader-kader Bolshevik yang sebenarnya berasal dari kalangan kelas pekerja segera kehilangan kontak dengan kelasnya.
Partai Bolshevik tercabik-cabik oleh sebuah kontradiksi yang dapat menjelaskan segala tindak tanduknya sebelum dan sesudah tahun 1917. Kekuatannya terletak pada pekerja-pekerja yang berpikiran maju yang mendukungnya. Tidak ada keraguan bahwa pada saat itu dukungan seperti ini, dalam beberapa kesempatan, benar-benar tersebar dan nyata. Tetapi pekerja-pekerja ini tidak punya kontrol atas Partai. Kepemimpinan partai secara teguh berada di tangan kaum profesional revolusioner. Bisa dikatakan hal ini tidak terelakkan. Sebuah pers klandestin dan penyebarluasan propaganda hanya dapat dijalankan secara berkala oleh kaum militan yang terus menerus bergerak dan pada saat itu dipaksa untuk mencari suaka ke berbagai tempat di luar negeri. Seorang pekerja hanya dapat menjadi kader dengan syarat dia harus berhenti bekerja dan menempatkan diri sepenuhnya di bawah belas kasihan Partai, yang nanti pada gilirannya, Partai akan mengirimnya pada misi khusus, ke kota ini dan itu. Aparat Partai berada di tangan kaum revolusioner spesialis. Kontradiksinya adalah kekuatan hidup nyata yang memberikan kekuatan bagi Partai tidak mempunyai kontrol atas partai tersebut. Sebagai sebuah lembaga, Partai sepenuhnya menghindari kontrol dari kelas pekerja Rusia. Masalah-masalah yang dihadapi Revolusi Rusia setelah tahun 1917 tidak mampu memecahkan kontradiksi ini, justru malah memperuncingnya. Sikap Partai pada tahun 1917 dan setelahnya merupakan produk sejarahnya. Inilah yang menyebabkan betapa sia-sianya upaya-upaya yang dibuat oleh Partai oleh berbagai kalangan oposisi antara tahun 1918 hingga 1921. Mereka gagal memahami bahwa sebuah premis ideologi (hegemoni yang telah ditakdirkan melingkup Partai) dapat menuntun mereka pada kesimpulan tertentu di dalam prakteknya.
Namun kejadian seperti ini pun tidak juga mendorong analisa yang lebih jauh. Pada tingkatan yang lebih jauh, konsepsi organisasi seperti ini dan bentuk hubungannya dengan gerakan rakyat mencerminkan pengaruh ideologi borjuis terselubung, bahkan di benak mereka yang tak kenal lelah berusaha untuk menggulingkan masyarakat borjuis. Konsep bahwa masyarakat mesti dibagi menjadi “pemimpin” dan “orang-orang yang dipimpin”, gagasan bahwa ada orang yang dilahirkan untuk memimpin sementara yang lain tak dapat mengembangkan diri melampaui sejumlah tahap, telah ada sejak lama dan menjadi asumsi terselubung dari setiap kelas penguasa di dalam sejarah manusia. Saat kaum Bolshevik menerimanya, hal ini menunjukkan betapa tepatnya Marx saat dia menyatakan bahwa “ide-ide yang dominan di setiap tahapan sejarah, adalah selalu saja ide-ide kelas penguasa”. Dihadapkan dengan sebuah tipe organisasi “efisien” yang terjalin secara rapi dan ketat, yang dibangun dari ide yang serupa, maka tidaklah terlalu mengherankan jika Komite-komite Pabrik yang berkembang di Rusia semasa revolusi tak mampu menjalankan Revolusi hingga pada tahap akhir.
Hal terakhir yang dihadapi Komite adalah sesuatu yang inheren di dalam gerakan Komite itu sendiri. Meski-pun sejumlah individu telah menunjukkan kejernihan pikiran yang luar biasa, dan meskipun Gerakan Komite mewakili bentuk tertinggi perjuangan kelas yang dicapai pada tahun 1917, gerakan ini secara keseluruhan tak mampu memahami apa yang terjadi pada dirinya dan memberi sebuah perlawanan serius. Gerakan ini tak mampu mengambil kesimpulan atas pengalamannya dan catatan-catatan mengenai itu sangat berserakan. Tak mampu menyatakan tujuannya (swakelola oleh pekerja) dalam kerangka yang jelas dan positif, tak terelakkan jika kemudian sesuatu yang lain mengambilalih kekosongan itu. Dengan keadaan kaum borjuis yang berantakan tak karuan dan kelas pekerja yang masih belum cukup kuat dan yang mana kesadaran mereka untuk memaksakan solusi atas masalah-masalah memporak-porandakan masyarakat, kemenangan Bolshevisme dan birokrasi menjadi tak terelakkan.
Sebuah analisa terhadap Revolusi Rusia telah menunjukkan bahwa dengan membiarkan sebuah kelompok khusus yang terpisah dari kelas pekerja itu sendiri untuk mengambil alih pengelolaan produksi, justru membuat kelas pekerja kehilangan segala kemungkinan untuk mengontrol alat-alat demi menghasilkan kesejahteraan. Pemisahan kerja produktif dari alat produksi menghasilkan sebuah masyarakat yang ekspolitatif. Lebih jauh, ketika sebuah lembaga seperti Soviet tidak lagi dapat dipengaruhi oleh kaum pekerja biasa, rezim yang berkuasa tak dapat lagi disebut rezim Soviet. Apalagi dengan membayangkan rezim ini dapat mencerminkan kepentingan kelas pekerja. “Pertanyaan paling mendasarnya adalah: Siapa yang mengelola produksi setelah tergulingnya kaum borjuis?” Oleh karenanya itu hal ini seharusnya menjadi titik berangkat bagi setiap diskusi serius mengenai sosialisme. Hari ini, slogan-slogan usang (penghapusan borjuis = negara kaum pekerja) yang senantiasa dipopulerkan oleh kaum Leninis, Stalinis dan Trotskyis yang jumlahnya seabrek itu sungguh tidak berguna.
Pada tahun 1917 kaum pekerja di Rusia menciptakan organ (Komite Pabrik dan Soviet) yang berpotensi memastikan pengelolaan masyarakat oleh kaum pekerja sendiri. Namun Soviet beralih ke tangan fungsionaris Bolshevik. Sebuah aparat negara yang terpisah dari rakyat dengan cepat tersusun kembali. Kaum pekerja Rusia tidak berhasil menciptakan sebuah institusi baru yang mampu mengatur baik kehidupan industri maupun sosial. Tugas ini diambil alih oleh orang lain, oleh kelompok yang kemudian mengambil ini menjadi tugas khususnya. Birokrasi mengatur proses kerja di sebuah negeri dimana kaum birokrat menjadi tuan dari semua lembaga politik negeri.
Semua ini kembali membutuhkan sebuah evaluasi yang serius terhadap sejumlah konsep dasar. “kuasa pekerja” tidak dapat diidentikkan atau disamakan dengan kekuasaan Partai sebagaimana yang diulang-ulang oleh kaum Bolshevik. Di dalam perkataan Rosa Luxemburg, kekuasaan pekerja mesti diimplementasi:
“Oleh kelas pekerja, bukan oleh minoritas, yang mengelola segala hal atas nama kelas pekerja. Hal itu mesti muncul dari keterlibatan aktif rakyat, tetap di bawah pengaruh langsung, tunduk kepada kontrol seluruh populasi, dan dihasilkan lewat peningkatan kesadaran politik rakyat.”
Mengenai konsep “pengambilan kekuasaan” hal itu tidak bisa diartikan sebagai sebuah kudeta semi-militer, yang dijalankan oleh sekelompok minoritas, sebagaimana sudah tampak jelas bagi banyak orang yang hidup di Petrograd pada tahun 1917. Bukan juga hanya sekadar mempertahankan—meski hal ini sangat penting—apa yang telah dimenangkan oleh kelas pekerja dalam melawan setiap usaha kelas borjuis untuk merampasnya kembali. Apa yang secara langsung dimaksudkan dengan “mengambil kekuasaan” adalah bahwa keseluruhan kelas pekerja akhirnya menyadari kemampuannya untuk mengelola produksi dan masyarakat bersama-sama—ini pengorganisiran yang menjadi tujuan yang utama.
Tulisan ini bukanlah sebuah sejarah ekonomi yang terjadi di Rusia antara tahun 1917 hingga 1921. Tulisan ini yang dianggap paling mampu menunjukkan sebuah kronologi industrial tertentu. Dalam banyak kejadian fakta-faktanyalah yang akan berbicara sendiri. Di beberapa bagian, kami mengambil kesempatan untuk membeberkan pandangan kami sendiri, khususnya saat kami merasa bahwa para protagonis di dalam perdebatan historis yang cukup akbar ini telah keliru, atau justru mereka terjebak di dalam sistem gagasan-gagasan yang membuat mereka tidak dapat memahami aspek-aspek terpenting yang sudah terjadi. Peristiwa-peristiwa seperti tahapan Perang Sipil, hanya digunakan semata-mata untuk memberi konteks pada berbagai kontroversi yang hadir—sebagai suatu langkah untuk menjawab (atau meredamnya dalam satu jawaban) berbagai tudingan mengenai kebijakan-kebijakan yang diterapkan sebagai suatu respon yang diperlukan “oleh karena terjadinya Perang Sipil.”
Mungkin akan ada keberatan, bahwa disepanjang jalan penceritaan, kami seolah-olah lebih menititik-beratkan pada berbagai perjuangan yang terjadi di dalam Partai ketimbang aksi-aksi jutaan rakyat, yang dengan alasannya masing-masing tidak bergabung dengan Partai, atau mungkin saja mereka sejak awal sudah paham mengenai tujuan dari Partai. “Tudingan” ini memang benar adanya namun kekurangan-kekurangan seperti ini hampir sulit untuk diatasi. Aspirasi dari sekian banyak orang serta keraguan, ketidak-sukaan, harapan, pengorbanan, dan juga keinginan mereka untuk mengubah kondisi keseharian hidup, dan perjuangan mereka merupakan faktor pembentuk sejarah yang setara derajatnya dengan resolusi-resolusi kongres Partai atau pidato para pemimpin Partai. Begitulah nasib bagi aktivitias yang tak ada pemerintahan maupun penerapan undang-undang, aktivitas yang tak memiliki mimbar atau para penceramahnya, akan selalu menjadi subyek yang dibungkam oleh sejarah. Sebuah kesadaran akan permasalahan seperti ini, betapapun akutnya, tidak akan mengembalikan materi-materi yang telah hilang. Sebuah esai seperti ini seringkali terkendala masalah dokumentasi. Rakyat menciptakan sejarah, namun mereka tidak mencatatnya. Hampir semua orang yang menuliskan sejarah biasanya lebih peduli kepada penyembahan para leluhur dan pembenaran masa lalu ketimbang penyajian fakta yang berimbang.
Tuduhan lain juga akan dibuat. Kutipan-kutipan langsung dari Lenin dan Trotsky tidak akan disangkal namun akan dinyatakan bahwa kutipan tersebut bersifat “selektif” dan bahwa ada banyak “hal lain” juga yang telah dikatakan. Sekali lagi, kami mengakui “kesalahan” kami. Namun kami akan menekankan bahwa terdapat cukup banyak mereka yang berprofesi sebagai hagiographers (Penulis cerita-cerita orang suci -ed) yang “obyektifitas”nya (seperti Deutscher, misalnya) hanyalah sebuah jubah bagi para penipu handal. Terdapat pula alasan lain untuk mengungkap material ini. Lima puluh tahun setelah revolusi dan jauh sesudah “isolasi”-nya telah dibuka, sistem birokrasi di Rusia hampir tak memiliki kemiripan sama sekali dengan model Komune Paris (delegasi dipilih dan dapat dipecat setiap saat, tak ada yang menerima lebih dari upah pekerja biasa dan lain-lain). Malahan, sesuai dengan fakta yang ada, bahwa struktur sosial Rusia—jauh dari apa yang diharapkan sebelumnya—hampir tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan keseluruhan teori Marxis. Oleh Karena itu akan lebih relevan bila mengutip pernyataan para pemimpin Bolshevik pada tahun 1917, yang membantu dalam hal menentukan evolusi Rusia ketimbang, misalnya, terpaku pada pernyataan-pernyataan pidato para pemimpin Buruh di hari May Day, pernyataan-pernyataan yang selamanya terperangkap dalam ranah retorika.
Catatan:
Pada 14 Februari 1918, Rusia meninggalkan kalender Julian, dan mengadaptasi kalendar Gregorian yang dipakai di Eropa Barat. 1 Februari menjadi 14 Februari. Sistem penanggalan lama ditinggalkan. Sistem penanggalan baru yang kemudian dipakai.
Teks ini didasarkan pada pamflet yang dipublikasi oleh Solidarity (di Utara London) 123 Lathom Road, London, E.6
Catatan Kaki:
[1] R. V. Daniels, The
Conscience of the Revolution
(Harvard University Press, 1960), h. 81.
[2] Tidak semua tendensi Trotskyis mempraktekkan penipuan seperti itu. Beberapa adalah kaum reaksioner yang ambigu. Contohnya K. Coates dan A. Topham menyatakan “Kelihatannya masuk akal bagi kami untuk berbicara soal kontrol pekerja untuk menunjukkan pelanggaran batas yang agresif dari Serikat Pekerja (sic!) mengenai kekuasaan manajemen, dalam kerangka kapitalis dan swakelola pekerja untuk menunjukkan usaha-usaha untuk mengelola sebuah tatanan ekonomi yang di-sosial-kan secara demokratis” (Industrial Democracy in Great Britain (London: MacGibbon
& Kee, 1968, h. 363). Trotsky sendiri cukup terus terang. Meskipun tidak membiarkan kontrol pekerja menjadi sebuah fungsi yang dapat dilaksanakan serikat pekerja, dia cukup mampu membedakan antara ‘kontrol’ dan ‘manajemen’. “Bagi kami slogan kontrol itu terikat dengan periode kekuasaan ganda di dalam produksi yang berkaitan dengan transisi dari rezim borjuis ke proletariat…Dalam bahasa seluruh umat manusia lewat kontrol dipahami sebagai pengawasan dan pemeriksaan oleh lembaga atas kerja lembaga lain. Kontrol bisa jadi sangat aktif, otoritatif, dan merangkul semua. Namun tetap ia adalah kontrol. Ide utama dari slogan ini adalah hasil dari rezim transisi di dalam industri, saat kapitalis dan para administratornya tak dapat lagi mengambil satu langkah pun tanpa seizin kaum pekerja, tetapi di sisi lain, ketika kaum pekerja belum lagi…memperoleh teknik manajemen, juga belum menciptakan organ-organ yang penting untuk ini”. (L. Trotsky. What Next? Vital Questions for the German Proletariat, 1932).
[3] Satu contoh kasus analisis yang terlalu menyederhanakan nasib revolusi Rusia bisa ditemukan di dalam tulisan Voline, Nineteen Seventeen (London: Freedom Press, 1954). “Partai Bolshevik, sesudah berkuasa, menetapkan dirinya sebagai yang mutlak berkuasa. Mereka dengan cepat rusak. Mereka mengorganisir diri sebagai kasta istimewa. Dan kemudian menggilas, memperbudak kelas pekerja dan mengeksploitasinya di bawah bentuk baru, di bawah kepentingan-kepentingan Partai sendiri”.
[4] Untuk diskusi lebih lanjut mengenai konsep ini –dan seluruh implikasinya– lihat “Les rapports de production en Russie” oleh P. Chaulieu, di dalam publikasi No. 2 (Mei-Juni 1949) Socialisme ou Barbarie. Meskipun konsep tersebut mungkin mengagetkan bagi banyak kaum “Marxis”, sangat menarik menemukan bahwa Engels telah menyadarinya. Di dalam suratnya kepada Schmidt (27 Oktober, 1890) dia menulis: “Dalam sebuah negara modern, hukum tidak hanya mesti disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan menjadi alat ekspresinya, namun mesti juga menjadi ekspresi internal yang koheren bukan karena kontradiksi di dalamnya, menjadi sesuatu yang kosong. Dan dalam rangka mencapai ini, refleksi kondisi ekonomi yang sesuai kenyataannya semakin pudar. . . Refleksi hubungan ekonomi sebagai prinsip-prinsip hukum selalu merupakan sesuatu yang kocar-kacir”. (Moscow: Foreign Languages Publishing House, n.d.) hal. 504-5).
[5] Bahwa suatu analisa semacam ini mungkin dikemukakan dengan sangat baik di dalam pamflet pendek “Notes pour une analyse de la Revolution Russ”e (n.d.) oleh J. Barrot. (Diperoleh dari Librairie “La Vieille Taupe”, I rue des Fosses-St. Jacques, Paris 5).
[6] Keduanya secara eksplisit dipaparkan dalam teori (c.f. Lenin: What is to be done dan One step forwards, two steps back) dan di dalam praktek Bolshevisme, antara tahun 1901 dan 1917.
[7] L. Trotsky, Stalin (London, 1947), h. 61. Kongres yang dimaksud adalah Kongres Partai Ketiga (25 April – 10 Mei 1905).
[8] Ibid., hal. 64-65.
[9] P. Broué, Histoire du
Parti Bolshevik (Paris: Editions de Minuit, 1963), h. 35.
[10] Sikap yang sama ditemukan juga di dalam Partai sendiri. Sebagaimana Trotsky sendiri berkata, kali ini dengan nada menyetujui “ketetapan harus mencerminkan ketidakpercayaan yang dikelola pemimpin terhadap para anggota-anggotanya, sebuah ketidakpercayaan yang mewujudkan diri dalam kontrol yang waspada dari atas terhadap seluruh Partai” (I. Deutscher, The Prophet Armed (Oxford University Press, 1954), h. 76.
[11] Tidak, kami tidak mengatakan bahwa penumbangan secara militer Pemerintahan Sementara mungkin dilakukan pada bulan Juli. Kami hanya sekedar menekankan betapa jauhnya jarak Partai dengan apa yang diinginkan rakyat.
[12] Lenin, Sochineniya (Works), IV, h. 441.
Pembaruan terakhir: 05.01.2020
Pengantar untuk versi online
Kaum Bolshevik lawan Kuasa Pekerja merupakan pamflet menakjubkan yang ditulis Maurice Brinton yang memaparkan bagaimana perjuangan dalam menjalankan tempat kerja sesaat setelah lahirnya Revolusi Rusia. Tulisan yang anda baca ini, tidak hanya meluluhlantakkan “sejarah” romantis kaum Leninis mengenai hubungan kelas pekerja dan partai mereka selama tahun 1917 hingga 1921 namun tulisan dalam pamflet ini juga menyediakan sebuah fondasi untuk memahami mengapa revolusi Rusia gagal. Dari pemahaman ini mengalir kemungkinan-kemungkinan alternatif mengenai organisasi revolusioner dan 26 tahun setelah materi ini ditulis, mungkin saja justru akan menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk saat ini. Untuk alasan inilah teks ini layak disebarluaskan, dan kami mendorong kawan-kawan sekalian untuk menghubungkan pranala dan mengunduhnya.
Tulisan dalam pamflet ini discan dan dijadikan HTML (Hyper Text Markup Language) (diunggah kedalam bentuk website, -ed) oleh beberapa anarkis untuk memperingati 79 tahun Revolusi Rusia pada tahun 1996. Pengarang asli teks ini bukanlah seorang anarkis, dia bergabung dalam kelompok sealiran “Solidarity” dan “Socialism or Barbarism” (Prancis) yang merupakan kelompok Marxis libertarian. Teks ini discan dari edisi tambahan tahun 1975 terbitan Black & Red (Detroit) addition. Sejauh yang kita mengerti Solidarity sudah tidak eksis lagi, alamat yang dicantumkan pada teks asli untuk mengontak mereka adalah Solidarity (North London) 123 Lathom Road, London, E.6
Revolusi Rusia yang secara keseluruhan berlangsung dari tahun 1905 sampai 1917, terus menjadi salah satu periode sejarah akbar perjuangan untuk kemerdekaan kelas pekerja melawan kelas kapitalis. Saat ini, Leninisme akhirnya mati, saatnya bagi kaum anarkis dan kaum komunis libertarian lain untuk menyelamatkan pelajaran-pelajaran positif dan negatif dari revolusi akbar ini dari penyimpangan baik dari sayap kanan maupun kiri. Buku ini merupakan sumbangan berharga bagi upaya lebih lanjut untuk menulis sejarah sesungguhnya dari revolusi tersebut.
https://www.marxists.org/archive/brinton/1970/workers-control/02.htm#h1