Gagasan Dasar Pemikiran Bakunin


 
Gagasan Dasar Pemikiran Bakunin
Sila unduh pamflet .PDF yang sudah dilayout disini
 


® Anti hak cipta dan bebas digandakan (2019).
Diterbitkan kembali dari pamflet asli Federasi Komunis Anarkis (Inggris) pada 1993 oleh Penerbit Paterson Anarchist CollectiveIP.A.C (Kelompok Anarkis Paterson). Versi elektronik ini memuat tambahan teks Anarchist Communist Federation A.C.F (Federasi Anarkis Komunis-sekarang berubah menjadi Anarchist Federation) sebagai pelengkap yang sebelumnya tidak ada di teks P.A.C.
 

PENGANTAR

Pamflet ini akan membahas ide-ide anarkis Mikhail Bakunin.
Bakunin sangat berpengaruh dalam gerakan sosialis pada abad 19. Sayangnya, gagasannya diolok, dibelokan, dan diabaikan selama berpuluh- puluh tahun. Membaca pamflet ini akan memperjelas bahwa Bakunin menawarkan banyak hal, dan bahwa tidak semua gagasannya membingungkan (sebagaimana sejumlah penulis ingin kita beranggapan demikian). Gagasan Bakunin membangun kerangka pemikiran yang koheren dan beralasan. Ada alasan kuat baginya untuk digambarkan sebagai kakek dari anarkisme modern.
Bakunin memiliki beberapa pandangan yang benar-benar ditolak gerakan anarkisme modern, seperti nasionalisme Slavia sayap kiri yang dianutnya ketika masih muda dan anti-semitisme yang ia bawa sepanjang hidupnya. Kita dapat mengkritik aspek­ aspek negatif dari karakternya sambil tetap memanfaatkan gagasan-gagasannya yang berguna dan relevan.
 

GLOSARIUM

Istilah-istilah berikut akan digunakan dalam pamflet ini:

  • Absolutisme: Sebuah sistem pemerintahan di mana kekuasaan dipegang oleh satu orang atau segelintir orang yang sangat terpilih.
  • Anarkisme: Sebuah sistem ekonomi dan politik yang berlandaskan   pada pelenyapan struktur-struktur yang menindas dan eksploitatif dalam masyarakat (seperti kapitalisme     dan negara), dan pembangunan sebuah masyarakat di mana semua orang memiliki keterlibatan yang setara dalam membuat keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
  • Borjuis: Disebut juga sebagai kelas penguasa atau kelas kapitalis. Mereka-mereka yang memiliki tanah, perumahan, dan tempat kerja. Mereka dapat hidup karena hasil kerja orang lain (mempekerjakan buruh/pekerja).
  • Determinisme: Seperangkat gagasan filosofis yang menyatakan bahwa ada kondisi atau prasyarat yang menyebabkan terjadinya setiap peristiwa, termasuk tindakan manusia. Posisi ini berargumen bahwa segala sesuatu terjadi karena adanya kondisi-kondisi yang ada sebelumnya (disebut juga dengan sebab-akibat) dan tidak mungkin ada kemungkinan-kemungkinan lain yang terjadi.
  • Egalitarian: Seseorang yang percaya pada kesetaraan bagi seluruh man usia. Emansipasi/Pembebasan: Mendapatkan kebebasan semaksimal mungkin untuk membuat keputusan politik dan ekonomi bagi diri kita  sendiri dan mendukung  keadaan  ini juga tersedia bagi orang lain.
  • Gotong Royong: Beraksi dengan cara bekerja sama dengan kelompok lain.
  • Hirarkis: Sifat hirarki. Sebuah sistem di mana anggota organisasi atau anggota masyarakat diberi peringkat/kasta berdasarkan status atau otoritasnya.
  • Idealisme: Seperangkat gagasan filosofis yang menyatakan bahwa realitas yang kita ketahui hanya ada dalam pikiran kita, dan pikiran-pikiran inilah yang menciptakan perubahan di sekitar kita. Orang yang mengikuti aliran pemikiran ini disebut Idealis.
  • Kapitalisme: Sebuah sistem ekonomi dan politik yang berlandaskan pada eksploitasi orang-orang yang terpaksa menjual tenaga kerjanya. Perdagangan dan industri dikendalikan oleh pemilik-pemilik pribadi yang mengejar profit.
  • Kelas:    Merujuk     kepada    kelas    sosial    dalam    masyarakat. Sekelompok  orang diberikan  label berdasarkan  pada  apa yang mereka miliki.
  • Komunisme: Sebuah sistem ekonomi dan politik yang berlandaskan   pada kepemilikan umum alat produksi (seperti pabrik, lahan, dan bengkel kerja). Di masyarakat komunis, produk dibuat berdasarkan kebutuhan dan dibuat untuk memastikan kesejahteraan semua orang.
  • Konsensus: Kesepakatan bersama yang dibuat oleh orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan.
  • Libertarian: Seseorang yang menganjurkan untuk memaksimalkan hak individu dan meminimalkan peran negara.
  • Materialisme: Seperangkat gagasan filosofis yang menyatakan bahwa tindakan dan pemikiran secara fisik menciptakan perubahan-perubahan di sekitar kita. Seseorang yang mengikuti aliran pemikiran ini disebut Materialis.
  • Marx, Karl: Karl Marx (5 Mei  1818-14 Maret 1883) adalah seorang filsuf, ahli ekonomi, sosiolog, sejarawan, jurnalis, dan sosialis revolusioner. Karya Marx dalam bidang ekonomi meletakkan dasar bagi pemahaman terkini tentang tenaga kerja dan hubungannya dengan modal. Karyanya telah berpengaruh bagi banyak  pemikiran ekonomi setelahnya. Walaupun secara garis besar keduanya sepakat mengenai cara kapitalisme berfungsi, Bakunin dan Marx berakhir menjadi dua tokoh yang berselisih mengenai bagaimana cara melawan kapitalisme.
  • Negara: Lembaga yang menciptakan dan menegakkan hukum yang dibuat oleh segelintir orang di satu wilayah tertentu. Melalui undang-undang, negara mengklaim bahwa hanya negara yang berhak menggunakan kekerasan. Negara menggunakan hukum untuk membenarkan dan melindungi ekonomi kapitalis.
  • Otoritarianisme: Sebuah bentuk pemerintahan di mana kepatuhan pada otoritas formal diperlukan dan hirarki dipertahankan.
  • Praksis: Sebuah siklus dalam menggunakan ide dan keterampilan untuk merencanakan suatu tindakan atau praktek. Hasil dari tindakan tersebut kemudian digunakan lagi untuk memperbaiki dan meningkatkan ide-ide dan keterampilan. Pada gilirannya, pengalaman tersebut akan memberi informasi bagi tindakan atau praktek di masa depan, yang kemudian akan meningkatkan gelombang ide berikutnya, dan seterusnya.
  • Sosialisme: Sebuah sistem ekonomi dan politik yang berlandaskan pada kepemilikan sosial atas tempat kerja kita dan manajemen ekonomi kooperatif (berlandaskan pada asas saling bantu/gotong royong). Mirip dengan komunisme, namun tidak selalu sama dalam hal bagaimana masyarakat seharusnya dikelola atau bagaimana produk sebaiknya didistribusikan.
  • Solidaritas: Kesatuan atau kesepakatan perasaan atau tindakan, khususnya di antara individu dengan kepentingan yang sama; saling mendukung dalam suatu kelompok.

 
 

KELAS

Bakunin melihat revolusi dalam konteks penggulingan kelas penindas oleh kelas lain yang tertindas, dan penghancuran kekuasaan politik yang terwujudkan dalam bentuk negara dan hirarki sosial.
Menurut Bakunin, masyarakat terbagi dalam dua kelas utama yang pada dasarnya saling bertentangan satu sama lain. Sebagian besar penduduk merupakan kelas tertindas. Bakunin menggambarkan kelas tertindas dengan berbagai sebutan: orang biasa, rakyat, massa, atau para pekerja. Dalam keadaan biasa, kelompok ini tidak sadar diri sebagai sebuah kelas namun memiliki naluri memberontak, dan penuh vitalitas walaupun tidak terorganisir. Kelas penindas secara jumlah jauh lebih kecil, namun kelas ini sadar akan peran mereka dan menjaga kekuasaannya dengan bertindak secara terarah, terpadu, dan bersatu.
Perbedaan mendasar pada dua kelas itu, imbuh Bakunin, berada pada kepemilikan dan kendali atas kekayaan (properti). Kelas minoritas kapitalis secara tidak proporsional menguasai harta kekayaan. Di sisi lain, massa hanya memiliki kemampuan untuk bekerja dan harta yang sedikit. Bakunin dengan tepat mengidentifikasi bahwa kekayaan dihasilkan oleh massa pekerja, namun pekerja ini tidak mendapatkan “buah” dari kerjanya.

“Kerja adalah produksi kemakmuran, dan karena kerja dilakukan secara kolektif, bukankah logis jika kemakmuran tersebut dinikmati secara kolektif pula?”[1]

Bakunin cukup cerdik untuk memahami bahwa perbedaan di antara dua kelas itu tidak selalu jelas. Ia menyatakan bahwa tidak mungkin menarik garis tegas di antara dua kelas tersebut. Namun, seperti banyak hal lainnya, perbedaan yang sangat nyata akan terlihat di kedua sisi paling ekstrim dari kedua kelas ini. Di antara kedua kutub ekstrim ini, ada hirarki strata sosial yang dapat ditakar berdasarkan derajat apakah sebuah kelompok mengeksploitasi satu sama lain atau malahan dieksploitasi. Semakin jauh sebuah kelompok dari golongan pekerja, semakin mereka cenderung menjadi bagian dari golongan penghisap dan semakin ia tidak menderita dari penghisapan. Kelas menengah berada di antara dua kelas tersebut. Kelas menengah dapat dieksploitasi sekaligus mengeksploitasi, tergantung posisi hirarki sosial mereka.
Berbeda dengan gagasan Marx yang menyatakan bahwa pekerja urban adalah kekuatan revolusioner utama, Bakunin berpandangan bahwa baik pekerja urban dan pedesaan sama-sama tereksploitasi. Menurut Bakunin, bersama-sama mereka membentuk kelas revolusioner hebat yang dapat menyapu bersih sistem ekonomi saat ini sendirian. Sayangnya, kenyataan eksploitasi dan kemiskinan yang disebabkannya tidak menjamin terjadinya revolusi. Bakunin menyatakan bahwa kemiskinan yang ekstrim cenderung menjerumuskan rakyat pada kepasrahan jika rakyat tidak mampu melihat bahwa ada kemungkinan alternatif dari tatanan yang ada. Jika terdorong pada rasa putus asa yang mendalam, mungkin saja kaum miskin dapat bangkit dan memberontak, namun pemberontakannya cenderung bersifat lokal dan karenanya gampang dipadamkan. Dalam pandangan Bakunin, ada tiga syarat untuk mewujudkan revolusi yang populer. Ketiga syarat tersebut adalah:

  • Kebencian mendalam massa terhadap keadaan mereka
  • Keyakinan bahwa perubahan adalah alternatif yang mungkin
  • Visi jelas tentang bentuk masyarakat yang harus diwujudkan untuk merealisasikan pembebasan manusia

Tanpa ketiga faktor tersebut, dan tanpa pengorganisasian diri yang kompak dan efisien, revolusi tidak akan benar-benar membebaskan.
Bakunin tidak meragukan bahwa revolusi secara niscaya harus melibatkan kehancuran untuk menciptakan dasar masyarakat baru. Ia menyatakan dengan cukup sederhana bahwa revolusi hanyalah omong kosong tanpa perang, kehancuran fisik orang-orang dan harta kekayaan.
Revolusi-revolusi spontan acapkali melibatkan kehancuran properti secara besar-besaran. Bakunin mencatat, ketika situasi menuntut revolusi, para pekerja bahkan akan menghancurkan rumah mereka sendiri yang sering kali bukanlah benar-benar milik mereka. Ia beralasan, desakan penghancuran yang negatif mutlak diperlukan untuk menghapus bersih masa lalu. Penghancuran sangat erat hubungannya dengan pembangunan karena “semakin jelas masa depan tergambarkan, semakin kuat daya hancur.[2]
Karena adanya hubungan erat antara penumpukan kekayaan dan kekuasaan dalam masyarakat kapitalis, tidaklah mengherankan jika Bakunin menganggap persoalan ekonomi sangat penting. Bakunin mengakui pentingnya mogok kerja dalam konteks perang antara tenaga kerja dan modal. Ia percaya, mogok kerja memiliki sejumlah fungsi penting dalam perjuangan melawan kapitalisme. Pemogokan penting sebagai katalis untuk mencerabut pekerja dari penerimaan mereka terhadap kapitalisme. Mogok menghentak pekerja keluar dari keadaan pasrah. Sebagai bentuk perang ekonomi dan politik, pemogokan membutuhkan persatuan agar berhasil. Dengan mogok, pekerja dapat mengasah kekompakan. Selama mogok, terjadi pengkutuban antara pengusaha dan pekerja. Dengan terpisahnya dua kutub ini,  pekerja jadi lebih mudah menerima propaganda revolusioner dan menghancurkan desakan untuk berkompromi dan tawar menawar. Bakunin menganggap dengan meningkatnya pertarungan  antara tenaga kerja dan modal maka intensitas dan jumlah pemogokan akan meningkat pula. Pemogokan utama adalah pemogokan umum. Dalam pemogokan umum revolusioner, gagasan anarkis merasuk ke dalam diri para pekerja yang berkesadaran kelas. Bakunin berpendapat bahwa pemogokan revolusioner ini merupakan ledakan terakhir yang akan mewujudkan masyarakat anarkis.

“Mogok membangkitkan semua insting  revolusioner-sosialis yang telah ada jauh di dalam hati setiap pekerja … [dan] ketika insting-insting tersebut bangun, dikobarkan oleh perjuangan ekonomi, para pekerja bangkit dari kondisi setengah tertidurnya. Pada saat itulah penyebaran gagasan revolusioner-sosialis menjadi mudah.[3]

Gagasan Bakunin adalah benar-benar revolusioner. Ia tertarik pada kehancuran ekonomi eksploitatif dan dominasi sosial/politik yang akan digantikan oleh sistem organisasi sosial yang berlandaskan pada solidaritas dan gotong royong. Bakunin menawarkan kritik atas kapitalisme (di mana otoritas dan ketidakadilan ekonomi berjalan beriringan) dan sosialisme negara (yang di satu sisi mengkritik penumpukan faktor-faktor ekonomi kapitalis, namun secara sembrono menyepelekan bahaya otoritas sosial).
 

NEGARA

Teori relasi sosial Bakunin yang konsisten dan padu dilandaskan pada tiga poin yang saling terkait:

  • Manusia secara alamiah adalah makhluk sosial (dan karenanya menghendaki solidaritas sosial)
  • Manusia kurang lebih setara
  • Manusia ingin bebas

Alhasil, anarkisme Bakunin memberi perhatian pada persoalan menciptakan masyarakat bebas dalam konteks sistem interaksi bersama yang setara. Ia berargumen, masyarakat yang ada saat ini bermasalah karena didominasi oleh negara yang secara niscaya keras, anti-sosial, dan dibangun secara artifisial sehingga mengingkari pemenuhan kemanusiaan.
Meskipun banyak sifat kapitalisme yang dapat dikritik terlepas dari negara (seperti penindasan perempuan, perbudakan upah), negaralah yang merawat, menjaga, dan melindungi sistem penindasan secara keseluruhan. Negara didefinisikan sebagai sebuah mesin anti-sosial yang mengendalikan masyarakat untuk keuntungan kelas penindas atau elit. Negara pada hakikatnya merupakan institusi yang berlandaskan pada kekerasan dan merawat  kesenjangan sosial melalui penindasan politik. Selain itu, negara bergantung pada birokrasi permanen sebagai sarana memenuhi tujuannya. Elemen-elemen birokratis ini, secara kebetulan, bukanlah sekedar alat untuk mencapai tujuan. Menurut Bakunin, semua negara memiliki kecenderungan internal untuk melestarikan dirinya. Baik itu negara kapitalis, liberal, sosialis, atau apapun juga. Maka, kecenderungan itu mesti dilawan karena menjadi penghalang bagi kemerdekaan manusia.
Mungkin saja muncul argumen keberatan  yang menyatakan bahwa negara tidak melulu peduli hanya pada penindasan dan kekerasan politis dan bahwa negara demokratik liberal, secara khusus, lebih tertarik pada kesejahteraan sosial. Bakunin berpendapat, sisi semacam itu hanyalah sebuah penyamaran. Ketika terancam, semua negara memunculkan sifat penuh kekerasan yang merupakan hakikatnya.
Perkembangan di Inggris dan Irlandia utara beberapa dekade terakhir cenderung membuktikan sifat negara seperti yang digambarkan Bakunin. Sifat itu adalah kecenderungan untuk menjadi semakin otoritarian dan absolutis. Bakunin percaya ada dorongan kuat dalam semua negara untuk bergerak menuju kediktatoran militer, hanya saja laju perkembangannya akan berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor seperti demografi, budaya, dan politik.
Pada akhirnya, Bakunin menekankan, semua negara cenderung berperang satu sama lain. Karena tidak ada kode moral antar negara yang diterima secara internasional, maka persaingan akan diekspresikan dalam bentuk konflik militer.

“Selama ada Negara, tidak akan pernah ada kedamaian. Hanya akan ada semacam jeda atau gencatan senjata antar negara yang sebenarnya terus menerus berperang. Namun, begitu sebuah negara sudah merasa cukup kuat untuk menghancurkan titik keseimbangan itu demi keuntungannya, negara tidak pernah gagal melakukannya.” [4]

DEMOKRASI BORJUIS

Para komentator politik dan media terus menyanyikan pujian terhadap sistem demokrasi perwakilan. Dalam sistem itu, para pemilih diminta untuk mencontreng di atas selembar kertas setiap kurang lebih lima tahun sekali demi menentukan siapa yang akan mengendalikan mereka. Sistem ini akan terus berjalan baik selama sistem kapitalisme terus menemukan cara mendapatkan legitimasi.  Sistem ini menggunakan ilusi, seolah-olah para pemilih memegang kendali dalam menjalankan sistem ini. Karya-karya Bakunin tentang masalah demokrasi perwakilan ditulis ketika sistem ini masih jarang di dunia. Namun ia melihat sejumlah contoh (Amerika Serikat dan Swiss) bahwa monopoli yang semakin meluas ini tidak terlalu berperan dalam meningkatkan kesejahteraan sebagian besar rakyat. Memang, sebagaimana Bakunin tekankan, para politikus siap untuk merendahkan diri mereka di hadapan para pemilih dan mengeluarkan berbagai macam janji. Namun kesemuanya ini menghilang sehari setelah pemilu. Setelah para politikus ini duduk nyaman di parlemen, para pekerja kembali memburuh dan kaum borjuis kembali melancarkan bisnis dan intrik politik mereka.
Sekarang, di Amerika Serikat dan Eropa Barat, demokrasi liberal adalah sistem politik yang berkuasa. Di Inggris, sistem pemilihan jelas-jelas tidak adil dalam membagikan kursi parlemen. Sejumlah partai yang  sebenarnya memiliki dukungan kuat mendapatkan perwakilan sangat sedikit. Namun jika pun jumlah proporsional perwakilan diterapkan dengan ketat, kritik Bakunin tetaplah pedas. Sistem perwakilan telah membuat hanya segelintir populasi saja yang peduli secara langsung terhadap perundang-undangan dan pemerintahan.
Keberatan Bakunin pada demokrasi perwakilan terletak pada fakta mendasar bahwa sistem ini merupakan ekspresi ketimpangan kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Meskipun Undang-undang Dasar menjamin persamaan dan hak warga negara di mata hukum, pada kenyataannya kelas kapitalislah yang terus menerus memegang kekuasaan. Selama sebagian besar penduduk harus menjual tenaga kerjanya untuk bertahan hidup, tidak akan pernah ada pemerintahan yang demokratis. Selama rakyat masih dihisap secara ekonomi oleh kapitalisme dan selama ada kesenjangan sosial yang mencolok, tidak akan pernah ada demokrasi yang sebenarnya.
Demokrasi liberal biasanya berdusta ketika memaparkan bahwa rakyat berkuasa. Pada kenyataannya, yang menjalankan pemerintahan adalah kaum minoritas. Kaum minoritas ini adalah mereka-mereka yang memiliki akses pada kekayaan, pendidikan dan waktu luang. Minoritas ini jelas-jelas memiliki perlengkapan lebih untuk memerintah ketimbang rakyat pekerja biasa, yang pada umumnya memiliki hanya sedikit waktu luang dan hanya lulus pendidikan dasar.
Namun, Bakunin memperjelas, jika pun karena permainan kata-kata pemerintah sosialis dapat berkuasa, kondisi nyata tidak akan berubah banyak. Ketika sekelompok orang mendapatkan kekuasaan dan menempatkan diri mereka “di atas” masyarakat, cara mereka memandang dunia pun akan berubah. Dari ketinggian posisi dan keagungan jabatan, perspektif mereka mengenai kehidupan akan terdistorsi dan sangat bertolak belakang dengan orang-orang yang berada di bawah. Sejarah perwakilan sosialis di parlemen seringkali merupakan sejarah pengingkaran janji. Perwakilan sosialis di parlemen akan terserap dalam cara, moralitas, dan tingkah laku kelas penguasa. Bakunin berpendapat, kemunduran para wakil rakyat dari gagasan-gagasan sosialis bukanlah karena pengkhianatan, tapi karena partisipasi dalam parlemen membuat wakil-wakil ini melihat dunia melalui cermin yang terdistorsi. Dalam karyanya On Representative Government and Universal Suffrage pada tahun 1870, Bakunin menyatakan bahwa kelas pekerja yang menjadi anggota parlemen dan terlibat dalam tugas-tugas pemerintahan akan berakhir menjadi “aristokrat-aristokrat yang tegas, penyembah prinsip otoritas –baik secara malu-malu ataupun terang-terangan. Mereka juga akan menjadi penghisap dan penindas.”

“Sosialisme borjuis adalah semacam campuran dua dunia yang tidak terdamaikan: dunia borjuasi dan dunia pekerja… gagasan ini merusak proletariat dua kali lipat: pertama, dengan memalsukan dan menyimpangkan prinsip-prinsip dan program sosialisme. Kedua, ia mengiming-imingi proletariat dengan harapan yang mustahil. Ia menyuntikkan keyakinan konyol bahwa borjuasi dapat berubah menjadi baik, dan menarik proletariat ke dalam politik borjuis dan membuat proletariat menjadi alat semata. “[5]

Inti yang terus menerus diulang dalam tulisan Bakunin adalah tidak ada yang dapat memerintah rakyat atas nama kepentingan rakyat. Hanya kendali langsung yang personal atas hidup kita yang akan memastikan keadilan dan kebebasan menang. Menyerahkan kendali langsung berarti menolak kebebasan. Memberikan kekuasaan politik bagi orang lain –baik itu dalam jubah demokrasi, republikanisme, negara rakyat, atau apa pun juga– berarti memberi orang lain kendali dan selanjutnya dominasi atas hidup kita.  Bakunin memperjelas, kenyataan ekonomi jauh lebih kuat daripada hak-hak politik. Selama masih ada eksploitasi ekonomi, selama itu pula akan ada dominasi politik oleh orang kaya terhadap orang miskin.
Referendum, dimana rakyat secara langsung dapat menyusun hukum, mungkin dianggap sebagai kemajuan dari gagasan demokrasi perwakilan. Bagi Bakunin, anggapan tersebut tidak tepat karena berbagai alasan. Pertama, rakyat tidak berada pada posisi untuk membuat keputusan jika mereka tidak mengetahui secara penuh semua permasalahan terkait. Terlebih, hukum bisa jadi bersifat kompleks, abstrak dan memiliki ciri khusus. Agar dapat memberikan suara dalam menentukan hukum secara serius, rakyat harus benar-benar berpendidikan dan memiliki waktu luang serta fasilitas-fasilitas untuk merenungkan dan mendiskusikan dampak-dampak terkait hukum tersebut. Pada kenyataannya, referendum digunakan oleh segelintir orang yang menghabiskan seluruh waktunya untuk berpolitik. Mereka memakai kesempatan ini untuk mendapatkan legitimasi atas isu-isu yang pada hakikatnya milik borjuis. Bukanlah sebuah kebetulan jika Swiss, yang sering menggunakan referendum, tetap menjadi salah satu negara di Eropa yang paling konservatif. Dengan referendum, rakyat dipandu oleh para politikus, yang menentukan syarat-syarat debat. Maka, walaupun rakyat memberikan banyak masukan, mereka tetap berada di bawah kendali borjuis.
Akhirnya, mengenai keseluruhan konsep tentang kemungkinan negara demokratis, Bakunin berpendapat bahwa negara demokratis adalah sebuah kontradiksi dalam istilah karena negara pada hakikatnya adalah tentang paksaan, otoritas, dan dominasi. Negara secara niscaya dilandaskan pada ketidaksetaraan kemakmuran dan ketidaksetaraan kekuasaan. Demokrasi, dalam artian swa-pemerintahan (self-rule) untuk semua, berarti semua orang mengatur diri sendiri. Ini berarti tidak ada seorang pun yang diperintah. Jika tidak ada yang memerintah, maka tidak mungkin ada negara. Selama ada negara, tidak mungkin ada pengaturan diri sendiri.
 

MARX

Penolakan Bakunin terhadap Marx melibatkan sejumlah kritik yang terpisah namun terkait. Walaupun ia melihat Marx sebagai seorang revolusioner yang tulus, Bakunin percaya penerapan bentuk organisasi politik Marx akan menggiring pada penggantian penindasan yang satu (oleh kapitalis) dengan penindasan lainnya (oleh negara sosialis).
Bakunin sendiri menerjemahkan Manifesto Komunis dan bab-bab Capital ke dalam Bahasa Rusia.  Anarkis Italia, Covelli, yang dekat dengan gagasan-gagasan Bakunin, membuat diskusi pertama mengenai Capital dalam bahasa Italia. Begitu pula dengan anarkis Italia lainnya, Carlo Cafiero, yang juga sepemahaman dengan Bakunin, membuat ringkasan buku Capital yang menurut Marx adalah ringkasan terbaik yang pernah ditulis. Tulisan ini lalu disunting, ditambahkan anotasi, dan diperkenalkan dalam bahasa Prancis oleh kolega terdekat Bakunin, James Guillaume.
Sebagaimana tercatat di Response de Quelques Internationaux (1872), banyak Internasionalis Jura (sahabat-sahabat Bakunin) telah membaca Capital:

“Mereka telah membacanya, namun mereka tidak menjadi Marxis. Hal ini mungkin aneh bagi orang-orang naif. Namun di sisi lain, ada banyak orang di Dewan Umum mendaku Marxis tanpa pernah membuka buku Marx.”

Bakunin selalu sangat menghormati karya Marx tentang ekonomi, terutama Capital, dan bahkan selama puncak kampanye kebencian dan fitnah yang dilancarkan oleh Marx dan pengikutnya kepadanya, Bakunin tetap mempertahankan pandangannya dalam analisis-analisis ekonomi Marx.
Namun Bakunin menentang apa yang ia anggap sebagai determinisme ekonomi dalam pemikiran Marx. Determinisme ekonomi dengan cara paling sederhana disebut sebagai “Kelas sosial menentukan kesadaran.” Dengan kata lain, Bakunin menentang gagasan bahwa seluruh struktur masyarakat –struktur hukum, moralitas, sains, agama, dsb– merupakan “dampak penting dari perkembangan kenyataan-kenyataan ekonomi.[6] Ketimbang percaya bahwa hal-hal tersebut utamanya ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi (misalnya moda produksi), Bakunin memberi ruang lebih pada campur tangan aktif manusia dalam mewujudkan nasib mereka. Bakunin adalah seorang yang sangat materialis, ia mengkritik idealisme Proudhon (yang akan beterbangan ketika dihadapkan dengan realitas situasi). Namun materialisme Bakunin dan pemahamannya mengenai bagaimana masyarakat terstruktur dan berfungsi bukanlah konsep mekanistik. Ia memberikan ruang bagi aksi-aksi individu dan minoritas yang bertekad kuat.

“Tindakan kelas pekerja haruslah sebuah sintesis atas pemahaman mengenai “mekanisme alam semesta” (mekanisme masyarakat) dan “efektivitas kehendak bebas” (tindakan revolusioner yang dilakukan secara sadar). Di situlah letak fondasi teori Bakunin mengenai aksi revolusioner.”[7]

Penolakan Bakunin yang lebih mendasar ditujukan kepada gagasan Marx mengenai kediktatoran proletariat. Kediktatoran proletariat sebetulnya adalah negara transisi menuju komunisme tanpa negara. Dalam Manifesto Komunis pada tahun 1848, Marx dan Engels menulis tentang perlu adanya tentara pekerja di bawah pengawasan negara, keterbelakangan kaum pekerja di pedesaan, perlunya ekonomi terpusat dan terarah, dan nasionalisasi yang menyebar luas. Kemudian, Marx juga menjelaskan bahwa pemerintahan pekerja dapat terwujud melalui waralaba universal. Bakunin mempertanyakan setiap pernyataan tersebut.
Negara, apapun dasarnya –entah negara borjuis atau  negara proletar– secara tidak terhindarkan mengandung sejumlah sifat yang pantas dipertanyakan. Negara berlandaskan pada paksaan dan dominasi. Bakunin mengemukakan bahwa dominasi proletariat atas musuhnya akan segera menghilang dan berubah menjadi dominasi negara atas proletariat. Bakunin percaya hal ini akan terjadi karena tidak mungkin seluruh kelas pekerja yang jumlahnya jutaan orang dapat memerintah atas nama kelas pekerja. Tentu saja, para pekerja akan menjalankan kekuasaannya secara tidak langsung dengan mempercayakan tugas pemerintahan pada sekelompok kecil politikus.
Begitu peran pemerintahan dicerabut dari tangan massa, sebuah kelas baru yang berisi para pakar, ilmuwan, dan politikus profesional akan muncul. Elit baru ini akan jauh lebih aman dalam mendominasi kelas pekerja. Mereka akan memakai cara-cara pengecohan dan legitimasi yang bersumber dari klaim bahwa mereka bertindak berdasarkan hukum saintifik (klaim utama Marxis). Selanjutnya, karena negara baru ini menyamar sebagai ekspresi kehendak rakyat, pelembagaan kekuasaan politiknya akan membangkitkan sekelompok pemerintah baru yang mencari keuntungan pribadi dan membuat berbagai keputusan yang meragukan secara diam-diam, sama seperti pemerintah sebelumnya.
Bakunin menyatakan bahwa sistem negara juga membawa masalah lain. Pemerintahan yang terpusat akan memperkuat proses dominasi. Negara sebagai pemilik, organisator, pengarah, pengelola keuangan, distributor tenaga kerja dan ekonomi secara niscaya akan mesti bertindak secara otoritarian ketika beroperasi. Sama seperti yang kita lihat di negara-negara yang mengklaim diri sosialis seperti Rusia dan Kuba. Komando ekonomi dilakukan dengan keputusan yang dibuat di atas dan mengalir ke bawah. Pengaturan ekonomi seperti ini tidak dapat memenuhi kebutuhan individu yang beragam dan kompleks. Akhirnya analisis ini menyimpulkan bahwa pengaturan ekonomi terpusat raksasa tidaklah efisien dan tidak memberi harapan. Marx percaya bahwa keterpusatan merupakan langkah menuju solusi akhir, yaitu revolusi yang dipimpin negara. Sebaliknya, Bakunin menentang keterpusatan dan menawarkan federalisme.

“Organisasi politik dan ekonomi di kehidupan sosial kita tidak bisa diatur dari atas ke bawah –dari pusat ke sekeliling, seperti saat ini. Ada pemaksaan persatuan dengan cara sentralisasi paksa. Sebaliknya, ia harus ditata ulang agar mampu membuat keputusan dari bawah ke atas –dari sekeliling ke pusat– sesuai dengan prinsip-prinsip asosiasi bebas dan federasi yang merdeka.”[8]

Praktisnya, alih-alih diatur oleh sebuah negara terpusat, masyarakat anarkis berarti individu-individu dan kelompok-kelompok terlibat dalam pengorganisasian secara federatif. Dewan-dewan pabrik, komunitas-komunitas, dan kelompok-kelompok lainnya akan membentuk jejaring horizontal melalui asosiasi yang bersifat sukarela. Mereka akan mengatur aksi-aksi yang lebih luas dan melibatkan lebih banyak individu dan kelompok lainnya.
Prediksi Bakunin mengenai negara ala Marx menjadi kenyataan. Kaum Bolshevik merebut kekuasaan pada tahun 1917 sembari terus menerus menyampaikan gagasan kediktatoran proletariat dan kekuasaan soviet. Namun, secara tidak terhindarkan, mau tidak mau, Bolshevik malah menciptakan negara polisi yang birokratis dan besar. Banyak sosialis pro-negara dan komunis pro-partai mengklaim bahwa kondisi ini adalah akibat dari negara yang tunduk pada kondisi-kondisi yang tidak ideal. Namun, metode yang mereka sarankan mau tidak mau akan selalu mengarah kepada hasil seperti ini.
 

Serikat Pekerja

Sebagian besar kaum kiri di Inggris menanggapi struktur serikat pekerja saat ini secara positif. Mereka adalah anggota-anggota Partai Buruh, baik sayap kiri dan kanan, Partai Komunis, dan banyak organisasi Marxis lainnya. Organisasi-organisasi ini ingin merebut atau mempertahankan kendali atas serikat pekerja semaksimal mungkin agar dapat menggunakan serikat pekerja demi kepentingan mereka. Hasilnya, seringkali terjadi konflik sengit dan manuver-manuver perebutan kekuasaan dalam serikat.
Lebih dari satu abad lalu, Bakunin meletakan dasar pendekatan anarkis atas organisasi serikat pekerja. Ia sadar akan adanya kecenderungan umum serikat non-anarkis untuk membusuk menjadi area kekuasaan pribadi dan birokrasi. Dalam konteks organisasi serikat selama periode Asosiasi Pekerja Internasional (dikenal juga dengan sebutan Internasional Pertama), Bakunin berpendapat dan memberi contoh bagaimana serikat pekerja dapat dicuri dari para anggotanya. Padahal, serikat seharusnya merupakan ekspresi dari anggota-anggotanya. Ia mengenali sejumlah ciri-ciri saling terkait yang akan menggiring pada kudeta kekuasaan oleh para pemimpin serikat.
Pertama, ia menunjukan faktor psikologis memainkan perang penting. Orang-orang militan yang jujur, pekerja keras, pintar, dan baik hati memenangkan rasa hormat dan kekaguman dari sesama anggota serikat melalui kerja kerasnya dan akhirnya terpilih sebagai pengurus serikat. Mereka menunjukan pengorbanan diri, inisiatif, dan kemampuan. Sayangnya, begitu berada di posisi kepemimpinan, orang-orang ini segera membayangkan diri mereka sebagai sosok yang tidak tergantikan. Fokus perhatian mereka semakin terpusat pada persengkongkolan dan intrik di dalam berbagai kepengurusan serikat.
Maka, orang yang tadinya militan itu pun menjadi tersingkir dari permasalahan sehari-hari anggota serikat pekerja biasa. Ia terjangkit delusi diri yang menimpa semua pemimpin, yaitu rasa superioritas.
Karena adanya birokrasi dan ruang-ruang perdebatan rahasia di mana para pemimpin memutuskan tindakan dan kebijakan serikat, sekelompok elit pun muncul dalam struktur serikat, tidak peduli seberapa demokratisnya struktur-struktur itu secara formal. Dengan bertumbuhnya otoritas pengurus serikat, para pekerja menjadi tidak peduli dengan urusan serikat. Bakunin menegaskan, pekerja peduli pada permasalahan-permasalahan yang berdampak langsung pada mereka, seperti tanggal pembayaran gaji, mogok kerja, dan lain sebagainya. Serikat pekerja selalu memiliki masalah besar dalam hal penarikan iuran keanggotaan yang teralienasi. Serikat pekerja dan majikan berkolaborasi untuk memotong iuran serikat langsung dari gaji bulanan pegawai. Ketika para pekerja tidak lagi mengendalikan serikatnya secara langsung dan malah mendelegasikan otoritas pada para pengurus serikat, sejumlah hal akan terjadi. Pertama, jika iuran tidak terlalu mahal atau dapat ditarik dalam jangka waktu tertentu dengan mudah, badan kepengurusan serikat yang bersangkutan memang dapat bertindak dengan impunitas. Hal ini baik bagi para pengurus namun dapat mengakhiri kehidupan demokratis serikat. Kekuasaan semakin menumpuk pada pengurus serikat. Dan sama seperti semua pemerintah, badan kepengurusan ini lalu menggantikan kehendak orang banyak dengan kehendak mereka. Kondisi seperti ini menciptakan ruang untuk intrik personal, kesombongan, ambisi, dan kepentingan pribadi. Banyak pertempuran dalam serikat seolah-olah berlangsung atas dasar ideologis, namun kenyataannya, pertempuran internal ini hanya sekadar perebutan kuasa yang dilakukan oleh para oportunis ambisius yang memilih serikat buruh sebagai tangga kariernya. Sebagai contoh, para pengejar karier ini terkadang memulai pertikaian dengan rivalnya sesama kaum kiri yang sebenarnya tidak memiliki alasan politis untuk berkonflik. Di masa lalu, Partai Komunis menawarkan jalur karir melalui beberapa serikat dan konflik semacam ini terus menerus muncul. Jalur karir seperti ini masih dilanggengkan oleh anggota-anggota Partai Buruh dan berbagai partai sosialis hari ini.
Dalam berbagai badan kepengurusan serikat yang dibangun dengan dasar hirarkis (meniru kapitalisme), satu atau dua individu yang lebih unggul secara kecerdasan dan keagresifan akan mendominasi. Ujungnya, serikat didominasi oleh bos-bos yang memegang kekuasaan besar dalam organisasi serikat mereka, terlepas dari adanya pengamanan prosedur dan konstitusi demokratis tertulis. Lebih dari beberapa dekade terakhir, banyak bos serikat seperti itu menjadi tokoh nasional, khususnya dalam periode pemerintahan Partai Buruh. Bakunin sadar pembusukan serikat semacam ini tidak dapat terhindarkan namun ia hanya muncul ketika tidak adanya kontrol para anggota biasa, kurangnya oposisi terhadap kecenderungan tidak demokratis, dan menumpuknya kekuasaan di tangan mereka-mereka yang membiarkan dirinya korup. Bakunin berpendapat, individu-individu yang secara tulus ingin melindungi integritas pribadi mereka sebaiknya tidak menjabat terlalu lama dan mesti mendorong anggota biasa untuk menjadi oposisi yang kuat dan berani. Militan serikat bertugas untuk tetap setia pada gagasan ideal revolusioner mereka.
Namun bagaimanapun juga, integritas pribadi belum cukup sebagai benteng pengaman. Faktor-faktor organisasi dan institusional lain mesti juga dijalankan. Faktor-faktor ini mencakup laporan rutin tentang rencana-rencana pengurus dan bagaimana mereka mengambil suara untuk memutuskan. Dengan kata lain, pertanggungjawaban yang sering dan langsung. Kedua, delegasi serikat tersebut mesti menjalankan mandat dari para anggota serikat dan tunduk pada instruksi para anggotanya. Ketiga, Bakunin mengusulkan pencabutan sesegera mungkin jika ada delegasi yang tidak menjalankan mandat atau kinerjanya tidak memuaskan. Terakhir, dan yang paling penting, Bakunin mendesak adanya pertemuan massal para anggota biasa dan ekspresi-ekspresi aktivitas akar rumput lainnya untuk menggagalkan para pemimpin yang bertindak secara tidak demokratis. Pertemuan massal menginspirasi anggota pasif untuk beraksi. Aktivitas ini juga menciptakan persaudaraan yang cenderung menolak apa yang disebut sebagai pemimpin.
Bakunin melandaskan analisisnya pada keadaan serikat pekerja di masanya. Karena itu, kritiknya terhadap serikat pekerja bersifat perseptif dan tajam. Secara khusus ialah persepsinya mengenai sifat kekuasaan yang mengalienasi, seperti meningkatnya birokratisasi pejabat serikat. Pemikiran Bakunin mengenai organisasi pekerja dan bagaimana semestinya ia terstruktur telah menjadi batu fondasi bagi lahirnya anarkosindikalisme di Spanyol, Prancis, dan area lainnya.
Namun, dua abad setelah kelahirannya, integrasi serikat pekerja ke dalam sistem kapitalisme berlangsung dengan sangat cepat.  Pejabat serikat seringkali secara langsung menyabotase perjuangan pekerja. Organisasi para anggota biasa di dalam serikat dan upaya mereka untuk men”demokratisasi”kan serikat tidak menjawab bagaimana pekerja seharusnya mengorganisasi diri. Perjuangan-perjuangan yang sukses saat ini biasanya adalah yang berbentuk liar, di luar kendali para pengurus serikat, dan seringkali diorganisasi di luar serikat. Ketika serikat mendeklarasikan pemogokan, ada dua kemungkinan. Mereka terpaksa melakukannya karena kemarahan dan ketidakpuasan para anggotanya, atau mereka sedang melakukan aksi simbolik dengan sedikit peluang kemenangan dan yang kemudian akan memadamkan militansi para pekerja.
Serikat-serikat anarkosindikalis telah sering terlibat dalam pertikaian sengit dengan majikan dan Negara. Namun demikian, selalu ada keadaan di mana serikat terpaksa melakukan mediasi. Hal ini telah mengakibatkan adanya perpecahan serius dalam gerakan sindikalis di sebuah negara maupun di tingkat internasional. Bakunin sangat menyadari sifat berbahaya dari jabatan pengurus serikat dan bagaimana pekerja biasa dapat teralienasi dari sesamanya ketika menjabat sebagai pengurus serikat. Namun, ia kurang menyadari peran mediasi yang dilakukan serikat pekerja dalam perjuangan untuk mengamankan upah dan kondisi kerja yang lebih baik. Selain itu, serikat pekerja juga memiliki tendensi untuk dapat menjadi pengontrol kerja dan tenaga kerja itu sendiri.

Organisasi Revolusioner

Di atas segalanya, Bakunin percaya pada keniscayaan aksi kolektif untuk mencapai anarki. Setelah kematiannya, ada kecenderungan dalam gerakan anarkis untuk mencampakkan metode organisasi, yang digantikan oleh kelompok kecil dan kegiatan individu. Perkembangan ini  memuncak dalam aksi-aksi teror individu pada akhir abad 19 di Perancis, yang memisahkan anarkisme dari kelas pekerja yang lebih luas.
Konsisten dengan aspek-aspek lain pemikirannya, Bakunin melihat organisasi tidak seperti sekumpulan pasukan yang disiplin dan terpusat (walaupun ia percaya disiplin diri merupakan hal penting). Ia memandang organisasi sebagai hasil federalisme yang terdesentralisasi. Dalam organisasi semacam ini, kaum revolusioner dapat menyalurkan energi mereka melalui kesepakatan bersama dalam sebuah kolektif. Bakunin berpendapat bahwa gerakan revolusioner perlu terkoordinasi. Alasannya, jika kaum anarkis bertindak sendiri-sendiri dan tanpa arah, secara tidak terhindarkan mereka akan bergerak ke arah yang berbeda-beda hingga pada akhirnya akan cenderung saling memusnahkan satu sama lain. Organisasi tidak dibentuk demi kelangsungan hidup organisasi itu sendiri, organisasi diperlukan untuk memaksimalkan kekuatan kelas revolusioner dalam menghadapi sumber daya besar yang dikomandoi oleh negara kapitalis.
Bakunin sangat menekankan internasionalisme. Asosiasi-asosiasi pekerja perlu berfederasi tidak hanya dalam satu negara, namun juga melewati batas-batas negara. Gagasan ini menopang karyanya di Asosiasi Pekerja Internasional. Di periode awal aktivitas politiknya, Bakunin adalah penganut nasionalisme Slavia. Namun lama setelahnya ia secara terbuka menyatakan perlawanan terhadap nasionalisme. Dalam pidatonya pada tahun 1867 ia menyerukan penolakan terhadap “prinsip kebangsaan yang salah”. [9]
Meskipun demikian, dari sudut pandang Bakunin, pemberontakan spontan rakyat melawan otoritas adalah yang paling penting. Sifat pemberontakan yang benar-benar spontan adalah tidak merata dengan intensitas yang beragam dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Organisasi revolusioner anarkis tidak boleh mencoba mengambil alih dan memimpin pemberontakan, tetapi memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan tujuan, mengedepankan propaganda revolusioner, dan mengerjakan gagasan sesuai dengan insting revolusioner massa. Melangkah lebih jauh dari itu akan merusak seluruh tujuan pembebasan diri dalam revolusi. Elit revolusioner yang hendak merebut kekuasaan pemerintah tidak memiliki tempat dalam pemikiran Bakunin.
Bakunin melihat organisasi revolusioner sebagai pemberi bantuan bagi revolusi, bukan pengganti revolusi. Dalam konteks inilah, bersamaan dengan represi kejam negara pada waktu itu, kita mesti menafsirkan seruan Bakunin mengenai perlunya pembentukan “organisasi rahasia”[10] para pelopor. Pelopor atau perintis ini tidak sama dengan kepeloporan model Leninis yang mencari kepemimpinan langsung dan aktual atas kelas pekerja. Bakunin sangat menentang pendekatan-pendekatan seperti itu dan menyatakan:

“tidak ada anggota…yang diizinkan, bahkan di tengah-tengah revolusi penuh, untuk menjadi pejabat publik atau semacamnya. Begitu pula dengan organisasi (revolusioner) tidak diizinkan melakukannya… dalam segala waktu kita akan selalu siaga, hingga tidak mungkin bagi pihak otoritas, pemerintah atau negara untuk menegakkan dirinya.”[11]

Para pelopor secara informal memberikan pengaruh pada gerakan revolusioner. Penyebaran pengaruh ini mengandalkan bakat setiap anggota untuk mencapai hasil. Bakunin berpendapat bahwa pelembagaan otoritaslah yang menjadi ancaman bagi revolusi, bukan ketidaksetaraan alamiah. Para pelopor di garda depan akan bertindak sebagai katalisator bagi kegiatan revolusioner kelas pekerja itu sendiri dan mereka diharapkan untuk menceburkan diri sepenuhnya ke dalam gerakan. Pelopor versi Bakunin bukanlah sebuah badan yang terpisah dari kelas pekerja seperti partai pelopor Leninis. Mereka adalah pelaku aktif di dalam kelas itu dan peduli pada persoalan pendidikan dan propaganda.  
Menanggapi klaim-klaim yang menyatakan bahwa Internasional Pertama menghasut demi revolusi, Bakunin menjawab:

“Sederhananya, adalah sebuah kekeliruan untuk menyebut dampak sebagai penyebabnya. Internasional belum menciptakan perang antara pengeksploitasi dan yang dieksploitasi. Sebaliknya, kebutuhan akan perang itu yang telah menciptakan Internasional.”[12]

Tugas utama lain yang ditawarkan Bakunin untuk organisasi revolusioner adalah untuk menjadi “anjing penjaga” bagi kelas pekerja. Di masa lalu, sama seperti di masa sekarang, kelompok-kelompok otoritarian berlagak sebagai pemimpin revolusi dan mempersiapkan anggota organisasi mereka sebagai calon-calon pemerintah kelak. Pelopor anarkis harus mengekspos gerakan-gerakan demikian supaya revolusi tidak hanya sekadar menjadi penggantian negara-demokrasi-perwakilan menjadi negara baru yang dianggap revolusioner. Apa yang disebut sebagai “pemerintahan buruh”, atau kediktatoran proletariat, akan selalu mencoba melawan organisasi mandiri kelas pekerja:

“Mereka memohon rakyat untuk tertib, percaya, dan tunduk pada mereka. Demi dan atas nama revolusi, mereka merebut dan melegalkan kuasa kediktatoran mereka sendiri.  Beginilah para revolusioner politis semacam itu membangun ulang negara. Di sisi lain, kita harus membangkitkan dan memicu segala semangat dan gairah dinamis rakyat.”[13]

Anarki

Sepanjang kritik Bakunin terhadap kapitalisme dan sosialisme negara, ia terus menerus mengusulkan kebebasan. Maka tidaklah mengejutkan jika dalam gambaran kasarnya tentang masa depan masyarakat anarkis, prinsip kebebasan diutamakan. Ia menguraikan sejumlah struktur revolusioner sebagai hal esensial untuk meningkatkan kebebasan individu dan kebebasan kolektif semaksimal mungkin. Masyarakat yang dibayangkan dalam program-program Bakunin tidaklah utopis. Ia tidak membayangkan komunitas fiksi terperinci yang bebas dari masalah, namun mengusulkan kerangka struktur minimum dasar yang akan menjamin kemerdekaan. Bakunin berkata, masyarakat-masyarakat anarkis masa depan akan memiliki karakter beragam, tergantung pada faktor sejarah, budaya, ekonomi, dan geografinya secara menyeluruh.
Masalah mendasarnya adalah menetapkan kondisi-kondisi minimum yang diperlukan untuk mewujudkan masyarakat yang berlandaskan pada keadilan dan kesejahteraan sosial bagi semua orang, serta yang juga akan menghasilkan kebebasan.
Ciri-ciri negatif dan destruktif dari program-program tersebut biasanya berkaitan dengan pelenyapan institusi atau lembaga yang mengarah pada praktik dominasi dan eksploitasi. Negara, termasuk pengadilan, gereja, bank negara, dan birokrasi mesti diberantas. Begitu pula dengan semua pangkat jabatan, hak istimewa, kelas sosial, dan monarki harus dilenyapkan.
Ciri positif dan konstruktif dari masyarakat baru tersebut adalah semua hal yang terkait dengan pengembangan kebebasan dan keadilan. Bakunin berpendapat, agar masyarakat bebas, tidaklah cukup hanya dengan memaksakan kesetaraan. Kebebasan hanya dapat dicapai dan dirawat melalui partisipasi penuh orang-orang dalam populasi masyarakat yang berpendidikan tinggi dan sehat, bebas dari kekhawatiran sosial dan ekonomi. Masyarakat yang tercerahkan seperti itu barulah dapat benar-benar merdeka dan mampu bertindak secara rasional berdasarkan pada sains yang dikontrol secara populer dan pengetahuan menyeluruh mengenai masalah-masalah terkait.
Bakunin menganjurkan kebebasan penuh untuk bergerak, berpendapat, dan bermoral. Seseorang tidak bertanggung jawab pada siapapun atas tindakan dan keyakinannya, begitu pula ia tidak boleh menghambat orang lain untuk memiliki kebebasan yang sama. Bakunin percaya, kebebasan mestilah dipertahankan dengan kebebasan:

“menganjurkan pembatasan kebebasan dengan dalih membela kebebasan merupakan ilusi yang berbahaya.”[14]

Menurut Bakunin, masyarakat yang benar-benar bebas dan tercerahkan akan mampu mempertahankan kemerdekaan bukan melalui undang-undang birokratis yang dibuat dan ditegakkan oleh segelintir orang. Masyarakat ini akan menegakkan cita-cita ideal libertarian melalui konsensus kolektif tiap-tiap komunitas sembari tetap menghormati pendapat yang bertentangan yang lazim ada di komunitas-komunitas.
Namun bukan berarti Bakunin berpikir bahwa masyarakat ini tidak berhak melindungi dirinya. Bakunin sangat percaya bahwa kebebasan dapat ditemukan dalam masyarakat, bukan melalui kehancurannya. Orang-orang yang bertindak dengan cara yang dapat mengurangi kebebasan orang lain tidak mendapat tempat. Orang-orang ini termasuk para parasit yang hidup dari tenaga kerja orang lain. Kerja merupakan sumbangan tenaga seseorang untuk menciptakan kemakmuran. Dalam masyarakat anarkis yang diusulkan Bakunin, kerja membentuk dasar hak-hak politik. Mereka yang hidup dengan menghisap orang lain tidak layak mendapat hak politik.
Yang lainnya, yang mencuri atau melanggar perjanjian sukarela dalam masyarakat, melukai orang lain dan semacamnya, dapat bersiap untuk dihukum oleh hukum yang dibuat oleh masyarakat itu. Di lain sisi, penjahat yang dihukum dapat melarikan diri dari hukuman masyarakat dengan cara mengeluarkan dirinya dari masyarakat tersebut dan tidak lagi menerima keuntungan-keuntungan yang diberikan masyarakat tersebut. Masyarakat juga dapat mengusir penjahat tersebut jika mereka ingin. Pemikiran Bakunin pada dasarnya menempatkan harapan tinggi pada kekuatan opini publik yang tercerahkan dalam mengurangi kegiatan anti-sosial.
Bakunin mengusulkan pemerataan kekayaan. Meskipun begitu, ia berpendapat bahwa ketidaksetaraan alami yang tercermin pada perbedaan tingkat keahlian, energi, dan kelemahan mestilah ditoleransi. Tujuan kesetaraan adalah untuk memungkinkan individu menemukan ekspresi kemanusiaan mereka yang sepenuhnya dalam masyarakat. Bakunin menolak keras gagasan tenaga kerja bayaran. Jika diperkenalkan ke dalam masyarakat anarkis, gagasan buruh bayaran akan berbuntut pada kembalinya kesenjangan dan perbudakan upah. Alih-alih, ia mengusulkan upaya kolektif sebab menurutnya upaya kolektif cenderung lebih efisien. Namun ia tidak keberatan jika seorang individu bekerja sendiri, selama individu itu tidak mempekerjakan orang lain.
Dengan menciptakan asosiasi pekerja yang dapat mengkoordinasi kegiatan-kegiatan pekerja, Bakunin menawarkan pendirian sebuah dewan industri untuk menyelaraskan produksi dengan permintaaan produk. Dewan semacam itu akan sangat diperlukan dalam keadaan tanpa pasar. Organisasi sukarela yang berfederasi akan memasok informasi statistik  dan produksi dapat dikhususkan pada tingkat internasional sehingga negara-negara dengan keuntungan ekonomi yang sudah terbangun akan berproduksi dengan cara paling efisien untuk kebaikan umum. Kemudian, limbah, kemandekan dan krisis ekonomi ”tidak akan lagi mengganggu umat manusia; emansipasi kerja manusia akan meregenerasi dunia.”[15]
Beralih ke permasalahan organisasi politik masyarakat, Bakunin menekankan bahwa masyarakat sebaiknya dibangun sedemikan rupa agar dapat mencapai tatanan melalui perwujudan kebebasan yang berfondasikan federasi organisasi-organisasi sukarela.  Dalam semua organisasi politik seperti itu kekuasaan mesti mengalir “dari bawah ke puncak” dan “dari sekeliling ke pusat”.[16] Dengan kata lain, organisasi-organisasi itu mesti menjadi ekspresi opini individu dan kelompok, bukan pusat-pusat pengatur yang mengendalikan rakyat.
Berlandaskan asas federalisme, Bakunin menawarkan sistem tanggung jawab berlapis dalam pengambilan keputusan yang akan mengikat semua partisipan, selama mereka sepakat dengan sistem tersebut. Individu-individu, kelompok atau institusi politik yang bergabung dan membentuk struktur tersebut memiliki hak untuk memisahkan diri. Setiap unit yang berpartisipasi memiliki hak mutlak untuk menentukan nasibnya sendiri, untuk bergabung dengan organisasi yang lebih besar atau tidak. Bakunin mengusulkan, unit politik dasar dimulai di tingkat lokal, berupa komune yang sepenuhnya otonom. Komune itu akan memilih para pengurus, legislatif, hakim, dan pengelola hak milik bersama.
Komune akan menentukan urusan-urusan mereka sendiri. Namun jika komune tersebut secara sukarela berfederasi ke administrasi lapisan berikutnya, semacam dewan tingkat provinsi, konstitusi komune tersebut harus sesuai dengan dewan provinsi. Demikian pula konstitusi provinsi mesti diterima oleh komune-komune yang bergabung. Majelis provinsi akan menentukan hak dan kewajiban antar komune dan mengesahkan undang-undang yang mempengaruhi provinsi secara keseluruhan.
Tingkat organisasi politik yang lebih tinggi adalah organisasi nasional dan pada akhirnya: dewan internasional. Mengenai organisasi internasional, Bakunin mengusulkan bahwa tidak boleh ada angkatan bersenjata permanen. Ia sebaliknya mengusulkan pembentukan milisi-milisi pertahanan warga di tingkat lokal. Dengan begitu, dari akar hingga cabang, garis besar Bakunin untuk anarki berlandaskan pada  federasi bebas para partisipannya untuk memaksimalkan kesejahteraan individu dan kolektif.
Gambaran Bakunin mengenai kebebasan individu tidak ada kaitannya dengan keegoisan atau isolasionisme, seperti anggapan beberapa orang. Sebaliknya, gagasannya mengenai kemerdekaan individu tertanam secara sosial. Bakunin mengakui bahwa kita adalah makhluk sosial yang kebebasan individualnya terikat pada kebebasan kolektif.
 

Relevansi Bakunin Saat ini

Sepanjang pamflet ini Bakunin telah diberi kesempatan untuk berbicara bagi dirinya. Dalam bagian akhir ini, mungkin berharga bagi kita untuk menilai gagasan dan tindakan Bakunin.
Dengan mendominasinya Marxisme di gerakan revolusioner dan gerakan pekerja dunia pada abad 20, banyak orang jadi menganggap Bakunin sebagai pemikir yang kacau atau tidak relevan. Namun, sepanjang hidupnya Bakunin merupakan tokoh besar yang mendapat banyak dukungan serius. Marx sangat tertekan oleh Bakunin dan para pendukungnya sehingga Marx harus menghancurkan Internasional Pertama dengan memindahkan lokasinya ke New York. Marx membunuh anarkisme dengan manuver birokratisnya agar Marxisme tidak kalah.
Dengan runtuhnya Uni Soviet, beralihnya Cina dan Kuba menjadi pelayan pasar dan korupsi elit birokratnya yang semakin jelas, ide-ide Bakunin dan anarkisme revolusioner memiliki peluang baru. Jika sosialisme negara atau sosialisme otoritarian telah terbukti cacat secara intrinsik, maka gagasan komunis libertarian sekali lagi menawarkan alternatif terpercaya.
Ada banyak kualitas Bakunin dan penerusnya yang bertahan, namun komitmen seriusnya pada penggulingan kapitalisme dan negara secara revolusioner mesti mendapat nilai tinggi. Bakunin lebih seperti seorang pelaku dibanding penulis, ia menceburkan dirinya ke  dalam pemberontakan-pemberontakan yang sebenarnya. Pemberontakannya membuat gentar para kepala negara Eropa. Tradisi militan ini dilanjutkan oleh Malatesta, Makhno, Durruti, dan banyak militan-militan lain yang tidak kita ketahui namanya. Mereka-mereka yang mendaku anarkis namun menerapkan pendekatan bertahap (dengan merebut kekuasaan negara dahulu) merupakan penghinaan bagi anarkisme. Pilihannya adalah: menjadi revolusioner atau merosot menjadi tukang orasi tidak efektif yang hanya mempertahankan status quo.
Bakunin meramalkan bahaya sosialisme negara. Prediksinya tentang masyarakat yang diperbudak dan didominasi secara militeristik oleh kelas penguasa Marxis terjadi dengan cara yang bahkan Bakunin tidak bisa bayangkan sepenuhnya. Lenin, Trostsky, dan Stalin mengalahkan Tsar dalam hal kebrutalan dan kesombongan mereka. Setelah beberapa dekade sosialisme reformis, yang kerap kali membentuk pemerintahan, penilaian Bakunin terbukti benar. Di Inggris, kami benar-benar menghina para pekerja yang berakhir menjadi “Tuan Sosialis”. Atas jasanya melayani kapitalisme, anggota parlemen dari Partai Buruh akhirnya mendapat kenaikan jabatan dan menjadi kaum bangsawan baru.
Bakunin berjuang untuk masyarakat yang berlandaskan pada keadilan, kesetaraan, dan kebebasan. Tidak seperti para pemimpin politik kiri, Bakunin sangat percaya pada potensi revolusioner, kreatif, dan spontan kelas pekerja. Keyakinan dan tindakannya mencerminkan pendekatan tersebut. Kaum revolusioner dapat belajar banyak hal berharga dari federalismenya, militansinya, dan rasa jijiknya terhadap negara yang pada abad 21 telah merenggut terlalu banyak ruang dan menjadi berbahaya. Bakunin mengajarkan banyak hal pada kita namun kita pun harus mengembangkan gagasan-gagasan kita dalam menghadapi tantangan-tantangan dan peluang-peluang baru. Kita harus mempertahankan inti revolusioner pemikirannya sambil tetap maju ke depan. Itulah warisan Bakunin.
Dengan pemikiran ini, Federasi Anarkis terus mencari dan mengembangkan praksis anarkis revolusioner yang dibangun di atas gagasan Bakunin. Namun kita juga melangkah lebih jauh untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kapitalisme saat ini.

Kami sambut tantangan ini!

Catatan Kaki
[1] Mikhail Bakunin, From Out of The Dustbin, penyunting Robert M. Cutler.
[2] Introduction to Selected Works of Bakunin, Arthur Lehning.
[3] Vsesvetnyi Revoliutsionnyi Soiuz Sotsial’noi demokratii [World Revolutionary Union of Social Democracy], M. Bakunin,  Archives Bakounine, 8 vols. in 9, 1984 (Leiden: E.J. Brill, 1961–). Dikutip pula di buku Out of the Dustbin.
[4] The Immorality of the State in The Political Philosophy of Bakunin, G. P. Maximoff.
[5] Mikhail Bakunin, From Out of The Dustbin, penyunting Robert M. Cutler.
[6] Marxism, Freedom and the State, Mikhail Bakunin.
[7] Putting The Record Straight on Bakunin, Alliance Syndicaliste Revolutionnaire et Anarcho-Syndicaliste: http://www.anarkismo.net/article/21843
[8] Putting The Record Straight on Bakunin, Alliance Syndicaliste Revolutionnaire et Anarcho-Syndicaliste: http://www.anarkismo.net/article/21843
[9] Statism and Anarchy, Mikhail Bakunin.
[10] Bakunin, 1869, dikutip dalam The Basic Bakunin, hal. 150.
[11] Dalam Surat Untuk Nechaev, Mikhail Bakunin, 2 Juni 1870.
[12] Bakunin, 1869, dikutip dalam The Basic Bakunin, hal. 150.
[13] Dalam Surat Untuk Albert Richard, 1870, Dikutip oleh Dolgoff.
[14] Revolutionary Catechism, Mikhail Bakunin, 1866.
[15] Revolutionary Catechism, Mikhail Bakunin, 1866.
[16] Ibid.
 
 

BACAAN LEBIH LANJUT DALAM BAHASA INGGRIS

Ada dua kompilasi karya Bakunin dalam Bahasa Inggris yang banyak tersedia. Kedua karya itu adalah “Bakunin on Anarchy” yang disunting oleh Sam Dolgoff dan “The Political Philosophy of Bakunin” yang disunting oleh G.P. Maximoff. Jika kamu bisa mendapatkannya, “The Basic Bakunin – Writings 1869-1871” yang disunting oleh Robert M. Cutler dan“Mikhail Bakunin-From Out of the Dustbin” yang disunting oleh beberapa penyunting sangat berharga untuk dibaca.
Untuk memahami gagasan Bakunin secara penuh dan mendalam, tidak ada yang menandingi “The Social and Political Thought of Michael Bakunin” karya Richard B. Saltman, terbitan Amerika Serikat.
Periksa juga:

  • Michael Bakunin: Selected Writings, oleh Arthur Lehning
  • Bakunin: The Philosophy of Freedom, oleh Brian Morris.
  • Bakunin: The Creative Passion, oleh Mark Leier

Tersedia juga di media daring:
Michael Bakunin: The Philosophical Basis of His Anarchism, Paul McLaughlin. https://libcom.org/library/mikhail-bakunin-philosophical-basis-his-anarchism-paul-mclaughlin
Sejumlah karya Bakunin yang tersedia saat ini:

  • “God and the State
  • “Marxism, Freedom and the State” (suntingan K.J. Kenafik)
  • “The Paris Commune and the Idea of the State”
  • “Statism and Anarchy” (sulit dibaca) suntingan Marshall Shatz
  • The Collected Works of Bakunin in English (baru terbit) suntingan Shawn P. Wilbur

 

Leave a Reply