Apa Yang Dilakukan Franco Padaku

Sebuah memoar Stuart Christie

Foto di atas diambil tanggal 6 Januari 1967, di gedung bundar penjara Carabanchel di Madrid. Aku di sebelah kiri dengan jumper sulaman putih. Bersamaku adalah tiga orang asal London, Jeff di sebelah kiriku dan dua orang lain yang namanya sudah hilang dari ingatan. Pria yang berjongkok adalah Alfredo, orang Argentina.
Peristiwanya adalah pesta Hispanis Katolik Roma ; Los Tres Reyes Magos (Tiga orang Bijak– Epipany), yang merupakan hari dimana anak-anak tahanan diijinkan masuk ke dalam gerbang jeruji dan dinding tinggi selama beberapa jam untuk menikmati kebersamaan dengan bapak atau saudara mereka, dan membuka hadiah kecil, dari sumber-sumber yang terbatas, kepada mereka.
Aku memasuki tahun ketiga dari hukuman dua puluh tahun penjara, setelah terbukti dengan dakwaan ‘kejahatan dan terorisme’ pada tahun 1964, ketika masih berusia 18 tahun. Aku ditangkap di Madrid dengan bahan peledak dan detonator dalam upaya terakhir dari 30 upaya pembunuhan diktator fasis Jenderal Franco. Rencana khusus ini antara lain mengincar Franco sebagai sasaran di stadion Santiago Bernabeu di Madrid –markas Real Madrid– tempat Franco akan hadir menyerahkan piala kepada pemenang final liga sepakbola tahun itu.
Yang aku tidak tahu adalah polisi rahasia Franco, Brigada Politico Social, melakukan infiltrasi ke dalam kelompok anarkis yang berada di belakang operasi ini, Defensa Interior, dan menunggu aku tiba di tempat yang dijanjikan di Madrid. Kontakku, yang merupakan ‘fasilitator,’ adalah seorang tukang kayu Spanyol, dan dia bersama seorang kawan anarkis lainnya, Fernando Carballo Blanco, diganjar tiga puluh tahun penjara.
Kami beruntung; hukuman terberat yang bisa dijatuhkan pengadilan adalah hukuman mati dengan garrote-vil, sebuah peralatan kuno jaman pertengahan dengan tenaga manual yang bisa mencekik dan sekaligus mematahkah leher pada saat yang sama. Tahun-tahun sebelumnya, pengadilan keadaan darurat yang sama memerintahkan untuk menghukum mati, dengan garrote-vil, dua orang anarkis muda, Delgado dan Granado. Beberapa bulan sebelumnya, seorang komunis, Julian Grimau, dibawa dari selnya di Carabanchel untuk dihukum mati dengan cara lebih ‘sopan’ ; di hadapan regu tembak.
Penjara Carabanchel, sekarang sudah tidak ada lagi, terletak di lembah Carabanchel Alto, di daerah pinggiran Selatan Madrid. Dibangun pada tahun 1940-an untuk penjara bagi orang-orang yang kalah dari rejim military-fasis-klerik yang baru menang, penjara ini berperan penting dalam sistem hukum Franco. Setelah perang saudara Spanyol berakhir tahun 1939, sedikitnya 100.000 pria dan wanita dieksekusi –beberapa orang memperkirakan angkanya jauh lebih tinggi– dan banyak diantara mereka menghabiskan jam-jam terakhir di balik dinding penjara ini.
Namun tahun 1964, Carabanchel dipertimbangkan menjadi ‘model’ penjara tanpa kekerasan maupun kelaparan seperti umumnya penjara pada tahun 1940-an hingga 1950-an. Para sipir penjara direkrut dari barisan Falange Espanola yang fasis maupun dari para veteran Divisi Biru yang berperang bersama Jerman ketiga bersiaga di Leningrad. Sebagian besar dari mereka sudah melembut pada saat aku masuk ke sana.
Ketika foto ini diambil, aku baru saja menyuelesaikan ijasah A-Level lewat kursus melalui surat (aku tinggalkan sekolah di Blantyre, di dekat Glasgow, Skotlandia, pada usia 14 tahun tanpa ijasah sekolah) dan mendapat pekerajan yang paling tidak sulit di penjara,. Sebagai practicante atau perawat pelaksana yang bertanggung jawab atas administrasi kesehatan di lantai lima, aku sebenarnya merupakan jenderalnya dokter. Aku bisa menggunakan ruang konsultasi dokter dan juga punya sedikit kebebasan untuk berkeliling di dalam penjara, sepanjang aku bisa meyakinkan setiap sipir penjara yang mempertanyakan urusan kesehatan yang sedang kulakukan.
Tetangga sebelahku adalah jurutulis di lantai kami, atau escribiente, namanya Miguel de Castro de Castro. Pekerjaannya adalah mencatat data-data tiap tahanan dan memberikan hubungan antara tahanan itu dengan rejim yang berkuasa. Miguel, seorang pria sopan, adalah mentorku di penjara dan merupakan penaehat yang bijak dalam seni membuat sesuatu menjadi mungkin. Saya menduga hubungan kami mirip dengan tahanan tua Fletcher dan tahanan muda yang naif Godeber dalam film seri TV Inggris, Porridge.
Miguel juga merupakan ahli pemalsu terbaik di Spanyol, yang sering mendapat order pemalsuan paspor, kartu ID, SIM, dan dokumen-dokumen resmi lainnya. Semua dokumen itu diseledupkan ke dalam dari dunia luar dan hasilnya kemudian diseludupkan kembali ke luar. Aku akan duduk berjam-jam di sampingnya sambil ngobrol saat dia menggunakan keahliannya untuk setiap kemungkinan dokumen. Pemeriksaan secara rutin membuat dia tidak bisa menyimpan dokumen dan bahan-bahan di dalam selnya. Disinilah aku membantu. Petugas kesehatan tidak pernah diperiksa dan jika Miguel sudah menyelesaikan kerjaan harian maka aku akan menyembunyikan dokumen itu di balik bantal kursi dokter, sedangkan bahan dan peralatan –seperti lilin, plaster gigi, dan bedak– di dalam lemari obat-obatan.
Kekerasan amat sedikit di penjara. Aku tidak ingat insiden serius kecuali seorang pembunuh anak-anak didorong sampai mati dari lantai empat. Aku bahkan tidak punya ingatan khusus tentang kemarahan terhadap satu orang Spanyolpun, atau kemarahan yang diarahkan kepadaku, selain dari polisi rahasia yang menangkapku. Kadang kami memang saling teriak jika perdebatan tentang moralitas dalam aduan sapi jadi memanas.

Tahun 1967 aku mengembangkan perasaan mendalam atas pertalianku dengan orang Spanyol. Dari tempramen mereka yang bersemangat dan kemurahan hatinya, mereka tampak seperti orang Irlandia. Mereka bangga dengan individualitas mereka, penuh dengan paradoks dan kontradiksi yang menyenangkan, dan secara alamiah tidak membenci perkantoran. Keriangan orang Spanyol tidak disembunyikan. Tidak ada bangsa di dunia ini yang, menurut orang Spanyol, begitu penuh daya cipta dengan sejarah dan budaya yang demikian kayanya. (Waktu itu aku berpendapat bahwa orang Skotlandialah –yaitu bangsaku– yang merupakan kekuatan penggerak dari peradaban modern). Namun walaupun mereka amat patriotik dan bangga atas budaya bersamanya, mereka tampak dimataku sebagai orang yang secara naluriah berpikiran parokial; mereka pertama-tama mendefinisikan diri bukan sebagai orang Spanyol tapi dalam level kampung mereka atau paroki atau barrio.
Teman-temanku adalah ‘orang-orang keras’ yang mengagumkan, dan nakal yang berasal dari seluruh Spanyol maupun luar Spanyol. Mereka adalah orang-orang yang tidak pernah aku temui dalam situasi lain. Aku tidak pernah bertemu dengan orang yang bisa digambarkan sebagai Moriarty atau penjahat jenius. Sebagian besar adalah penjahat kelas teri yang oportunis, yang ditangkap karena kejahatan remeh. Beberapa tahanan Inggris masuk penjara karena menyeludupkan ganja dari Maroko, atau, seperti dua anak muda asal London di bagian sebelah kanan foto, masuk penjara karena urusan cek. Tapi Jeff, anak muda di sebelah kiriku, dituntut dengan upaya percobaan membunuh pacarnya. Keduanya bertengkar dan ceweknya menyerangnya dengan pisau dapur. Jeff mengatakan dia mencengkram tangannya dan ceweknya tertikam sendiri. Perempuan itu mengatakan kepada polisi dan hakim bahwa begitulah memang insiden itu terjadi, namun diperlukan waktu lama sebelum mereka percaya pada cerita perempuan itu, tepatnya berbulan-bulan sebelum Jeff dibebaskan.
Sebagian kecil penjahat cukup imajinatif dan terlibat dalan kejahtan yang agak kreatif dan berskala besar, seerpti penipuan, penggelapan uang, perampokan bank atau penyeludupan rokok, namun tidak ada yang cukup cerdas karena tidak ada yang bisa meloloskan diri. Mereka umumnya menjadi korban dari keinginan yang berlebihan, perencanaan yang jelek, dan nasib yang amat buruk. Para pembunuh yang paling sial. Kebanyakan membunuh orang yang mereka cintai karena sedang amat marah dan kini harus hidup dengan perasaan bersalah.
Sebelum aku masuk penjara pandanganku terhadap dunia amat sederhana, hitam atau putih; sebuah medan pertarungan moral dan semua orang adalah baik atau buruk. Itulah yang membuatku kenapa aku, seorang anarkis muda Skotlandia, berada di Spanyol dengan bahan peledak, yaitu untuk menyelesaikan apa yang tidak bisa dilakukan tentara sekutu setelah Perang Dunia ke II, yaitu membasmi tyran Franco dan menaruh perhatian pada dunia dengan berpusat pada tahanan politik Spanyol. Namun ambiguitas dari orang-orang yang aku temui di penjara membuatku tidak tenang, dan aku mulai mempertanyakan asumsi-asumsiku tentang kejahatan dan kebaikan.
Setelah pengadilanku, aku dibebaskan dari sel pengasingan ke penjara umum. Keluguanku sebagai orang muda dan bahasa Sapnyol yang terbatas membuatku aku memerlukan waktu untuk menemukan teman-teman baru, dan kenapa mereka masuk penjara. Beberapa, seperti Miguel de Castro de Castro, merupakan orang baik yang solidaritasnya, pertemanannya dan pengarahannya memberikan arah bahwa hidup di penjara bisa dijalani. Namun ada juga orang-orang lain yang lebih kompleks, dengan karakter gelap yang masa lalunya jauh di luar penjelasan filosofis maupun psikologis yang bisa aku cerna.
Jadi pada masa-masa awal, setelah pembicaraan berisi yang memuaskan di pekarangan dengan teman-teman baru, aku merasa telah menjalin pertemanan dengan orang-orang baik, namun mengetahui bahwa dia adalah perwira SS atau Gestapo yang sedang menunggu ekstradisi ke Jerman, Perancis, atau Belgia dengan dakwaan pembunuhan massal atau seorang pembunuh, atau tukang pukul (seperti Alfredo, yang berjongkok di foto) atau seorang pembunuh profesional bayaran, broker senjata, pemerkosa atau germo.
Tahun 1967 aku ikut dalam upacara pelarian yang gagal dari Carabanchel dan kemudian dipindahkan ke penjara dengan pengamanan khusus di Alcala de Henares, sekitar 30 kilometer di sebelah utara Madrid. Aku di sana selama tiga bulan sampai Franco tanpa diduga memaafkanku. Dalam waktu beberapa hari saja aku sudah berada di dalam pesawat ke London. Aku ingat menyetir ke dalam kota London dari bandara Heathrow melalui wilayah Earls Court dan Chelsea, dengan pemandangan cewek-cewek menarik pakai rok mini dan sepatu bot tinggi. Inggris yang berbeda dibandingkan dengan yang aku tinggalkan tahun 1964; liar, muda, bebas –janji dari sebuah dunia baru. Namun di kantungku ada foto lima orang yang terlempar bersama karena nasib, dan Franco mengingatkanku bahwa dunia yang lebih tua masih tetap ada.
***
Dari Granta, Nomor 80

Leave a Reply