Menyoal Kepercayaan Sang Anarkis

Tanggapan atas Bima Satria Putra[i]

Saya mengucapkan terimakasih untuk Bima yang telah berusaha menjelaskan maksudnya sekaligus menjawab kecurigaan saya.[ii] Semua telah dijawab. Dan sayalah yang salah sejak awal, karena telah menanggapi (sebenarnya tidak dengan serius) tulisan yang luar biasa ignorant tersebut.[iii] Saya seharusnya sadar bahwa ini bukan soal kesalah-pahaman. Ini adalah kepercayaan, ini soal iman sang anarkis. Maka sebagai orang yang tidak beriman dan dituduh terlalu serius, saya ingin mengulang kembali kesalahan sambil bercanda dengan serius untuk terakhir kalinya dalam upaya mendemistifikasi kepercayaan Bima terlebih khusus pada artikelnya yang berjudul: Masih Perihal Primata: Menyelesaikan Apa yang Tidak Kita Mulai.
Ada beberapa hal menarik dalam artikel tersebut, namun saya secara umum menyimpulkan 5 hal, bahwa Bima:

  1. Menolak membedakan anarkis adalah anarkis, marxis adalah marxis. (Percaya pada: “kemungkinan akan adanya keberagaman sintetis dari keduanya”)
  2. Percaya pada kediktaktoran proletariat. (Mengusulkan: “kediktatoran oleh proletariat, dalam wujud sebuah swa-pemerintahan, ketika proletariat menindas dan membersihkan sisa-sisa ‘dunia’ yang lama dengan kekuatannya sendiri, dalam bentuknya yang bervariasi, entah itu dewan, komune, atau asosiasi bebas”)
  3. Percaya pada kepeloporan (vanguardism). (Melihat: “kapasitas intelektual masing-masing orang yang berbeda-beda” karenannya “tidak bermasalah untuk dipimpin oleh orang-orang yang dianggap lebih mampu dan hebat” dan mensyaratkan bahwa: “’Pemimpin-pemimpin’ ini hanya akan berkerja bersama dalam semangat persaudaran dan kesetaraan, dalam suasana egalitarian”)
  4. Meyakini anarkisme sebagai kunci jawaban. (“Memutuskan untuk menjadikan anarkisme (secara spesifik anarkis-komunisme dan ragam tradisinya) sebagai ‘kunci jawaban’ dengan menempatkannya sebagai cita-cita perubahan sosial yang menyeluruh atas sebagian besar permasalahan saat ini”)
  5. Konsekuensi dari poin (2) dan (3) adalah kepercayaan yang berlebihan akan massa.

Tulisan ini secara khusus akan menaggapi lima (5) kepercayaan Bima tersebut di atas:
Tanggapan untuk poin (1):

  1. Anarkis adalah anarkis dan marxis adalah marxis. Untuk sampai pada kesimpulan ini, kita harus mendefinisikan apa itu Marx, marxisme, marxis, anarki, anarkisme dan anarkis. Begitu juga dengan Libertarian Marxism, Autonomist Marxism dan Marxism–Leninism. Dengan begitu kita tahu bahwa ada tokoh, ada pemikiran dan teori sosial-politik, ada ideologi, ada intepretasi pemikiran dan ada orang atau kelompok orang yang menggunakan pemikiran tertentu entah sebagai pendekatan, metode dan analisis, sebagai praktek ataupun sebagai cita-cita.
  2. Jika kita mengakui bahwa :”kemungkinan akan adanya keberagaman sintetis” antara anarkisme dan marxisme dengan mengatakan bahwa: “sangat memungkinkan bahwa seorang anarkis menggunakan sebagian analisis Marxian tanpa harus menjadi marxis”, maka pada dasarnya kita mengakui bahwa dua hal tersebut berbeda: Marxis adalah marxis dan anarkis adalah anarkis. Dengan mengidentifikasi perbedaanya, barulah kita tahu apa yang bisa disintesiskan. Karena sintesis hanya bisa dilakukan pada dua unsur atau elemen yang berbeda: a+b=ab. Carbon (C) + Oksigen (O2) = Carbon dioksida (CO2).
  3. Jika kita mengidentifikasi marxis sebagai individu yang menggunakan ajaran Marx dan marxisme sebagai pakem, maka dapat dikalimatkan: Marxis adalah mereka yang setia pada ajaran-ajaran Marx sekaligus patuh dalam mengaplikasikan marxisme dan karenanya ia wajib melakukan abstraksi atas ide dan metode yang ditawarkan Marx dalam upaya menuju cita-cita komunisme. Ini berbeda dengan anarkis yang tidaklah tunggal, multi-varian dan tidak ada tokoh sentral di dalamnya. Jika kita mengidentifikasi anarkis adalah individu yang mendasarkan anarkisme dalam segala variannya sebagai ide dan praktek, maka bisa dikalimatkan: Anarkis adalah mereka yang tidak setia pada ajaran-ajaran tokoh (secara tegas menolak ketokohan?) sekaligus tidak patuh dalam mengaplikasikan isme-isme yang ada (secara tegas menolak isme?), dan karenanya ia bebas mengartikulasikan segala macam pendekatan, teori, metode dan lain sebagainya dalam upaya menuju cita-cita.  Karenanya tidaklah haram bagi para anarkis untuk membaca teks-teks Marx atau menggunakan sebagian analisis marxisme (kalaupun mau). Lagipula nampaknya para anarkis belum mau move on dari pengalaman persahabatannya dengan para marxis, di mana semua tahu, yang satu sering mengkhianati dan yang satu sering memaafkan (pelupa?).
  4. Libertarian Marxism, Autonomist Marxism, dll, adalah perkawinan sebagian ide dan praktek antara tendensi anarkisme dan marxisme. Tidak pernah ada sintesis secara utuh, sehingga saya tidak (belum) pernah mendengar ada marxis anarkis, atau anarkis marxis. Tapi entahlah, kemungkinan selalu ada, siapa yang sangka jika ternyata ada kondom rasa buah?
  5. Tentu saja terjebak dalam dikotomi anarkis dan marxis adalah kurang kerjaan, saya tidak berniat untuk mengusulkan segregasi sektarian antar tendensi. Namun adalah lucu jika seseorang mengidentifikasi diri dalam satu tendensi namun gagal menunjukan perbedaannya dengan yang lain. Jika gagal dalam menemukan perbedaan pasti gagal dalam menemukan kesamaan (kalaupun ada). Makanya ada saja yang berkata: ”aku anarko, dan aku tidak suka pelabelan!” jeng..

Tanggapan untuk poin (2):

  1. Apapun bentuknya, kediktatoran adalah kediktatoran, ia mengandung karakter otoriter yang inheren di dalamnya. Walaupun diutak-atik dari: kediktatoran proletariat menjadi kediktatoran oleh proletariat ia bermakna sama. Kediktatoran adalah wujud dari dominasi. Kediktatoran oleh proletariat adalah juga yang dimaksudkan oleh Marx dalam: The Class Struggles in France, 1848 – 1850, ketika istilah tersebut digunakan sebagai wujud apresiasi pada capaian Komune Paris, sekaligus menegaskan pertentangannya dengan kediktatoran borjuis. Klaim Komune Paris sebagai contoh kediktatoran proletariat kemudian diulangi Lenin. Di lain sisi Bakunin menolaknya dengan menuliskan: “They say that such a yoke – dictatorship is a transitional step towards achieving full freedom for the people: anarchism or freedom is the aim, while state and dictatorship is the means, and so, in order to free the masses of people, they have first to be enslaved![iv]
  2. Saya belum menemukan teks yang menyatakan bahwa bentuk-bentuk seperti dewan, komune, atau asosiasi bebas dibentuk sebagai sebuah kediktatoran proletariat selain klaim dari mereka yang tidak terlibat di dalamnya. Tidak ada satupun anggota communard yang menyatakan bahwa Komune Paris adalah bentuk kediktatoran proletariat, selain tentu saja Marx dan Lenin. Berdasarkan keterangan Vsevolod Mikhailovich Eikhenbaum alias Volin, soviet pertama yang terbentuk pada Januari 1905 di St.Petersburg Russia, merupakan dewan pekerja yang mengampanyekan gerakan buruh otonom, dan tidak ada hubungannya dengan kediktatoran proletariat, begitu juga dengan soviet-soviet yang lain, sampai akhirnya Bolshevik hadir.
  3. Bagaimana mungkin sebuah upaya pembebasan ditempuh dengan jalan penindasan? Inilah moral budak, kebencian terhadap penindasan termutasikan pada dua bentuk; menikmati penindasan atau mereproduksi penindasan. Karena kebenciannya lahir dari rasa ketidak-berdayaan akibat kekuasaan di atasnya, maka upaya yang dilakukannya adalah membalik keadaan; merebut kekuasaan alih-alih menghancurkannya. Menjadi berkuasa alih-alih menjadi bebas. Pemberontakan seharusnya dilihat sebagai upaya merebut kebebasan bukan merebut kekuasaan. Sehingga perang sosial adalah materialisasi dari kesadaran, bukan kecemburuan dan iri.
  4. Walaupun banyak kelompok atau individu dalam lingkar anti-otoritarian yang membahas model masyarakat anarkis masa depan, tapi tidak ada kesepakatan tunggal di dalamnya. Beberapa bahkan meragukan keseluruhannya: model, masyarakat anarkis, dan masa depan itu sendiri. Yang pasti, anarkis menolak setiap bentuk penindasan, konsep penjara misalnya tetap ditolak sampai hari ini. Mentolerir kediktatoran berarti mentolerir penindasan.
  5. Dalam menjawab pertanyaan seperti bagaimana menghadapi ancaman dan atau apa yang disebut Bima sebagai: kontra revolusioner, para anarkis mengusulkan self defense dan mutual defense. Sebagai bagian dari aksi langsung, tindakan tersebut tidak hanya berguna dalam mengahadapi opresi negara dan kapitalisme, tapi juga berguna dalam menghadapi para bajingan, psikopat dan sosiopat, sekaligus mendelegitimasi peran penegakan hukum.

Tanggapan untuk poin (3):

  1. Satu-satunya publikasi anarkis yang menggunakan Vanguard sebagai nama adalah Vanguard: A Libertarian Communist Journal yang dikelola oleh kelompok anarkis sindikalis bernama Vanguard Group di New York City (1932-1939). Berdasarkan sejarah terbentuknya dan beberapa konten tulisan di dalamnya jelas publikasi ini masih terpengaruh dengan kepeloporan a la Menjelang akhir tahun1938 salah satu pendirinya Mark Schmidt memuji capaian ekonomi Stalin dan mengajak rekan-rekan anarkisnya untuk bergabung dengan United Front yang sebelumnya mereka tolak. Sam Dolgoff (seorang sindikalis) menyebut Mark Schmidt sebagai seorang hipokrit komunis yang berlagak anarkis.[v] Terdapat beberapa publikasi yang menggunakan vanguard sebagai nama, seperti: Vanguard Press (1926–1988), merupakan penerbit di Amerika yang secara umum mempublikasikan buku-buku bertema sosialis dan The Vanguard (Januari–Maret 1853) didirikan oleh George Julian Harney sebagai media publikasi sosialis. Artinya tidak ada publikasi khusus anarkis yang menggunakan nama Vanguard sebelum tahun 1917.
  2. Kepeloporan (vanguardism) mengandaikan kumpulan massa yang pasif dan ketakutan sekaligus mengkondisikan para penggembala. Kepeloporan melegitimasikan representasi di atas presentasi. Karakter ini mensubordinatkan individu pada keputusan orang atau sekelompok orang dan mengabaikan inisiatif-inisiatif individu.
  3. Upaya glorifikasi ikon-ikon pemimpin hanya dilakukan oleh dua pihak: para pengecut dan para munafik. Pengecut melakukannya dalam upaya menantikan kedatangan martir dan mesias yang akan berjalan di depan mereka ketika perang terjadi. Sementara para munafik melakukannya karena menyimpan kebusukan dalam hatinya untuk kelak bisa berkuasa. Karenanya kalaupun mesti, hanya para pemberani yang sadar yang akan berkata: Tidak akan ada Rojava tanpa pejuang Rojava, tidak akan ada Komune Paris tanpa communard, tidak akan ada pemberontakan anarkis di Ukraina tanpa petani dan buruh-buruh anarkis!!
  4. Pengakuan atas keunikan masing-masing individu juga berarti pengakuan akan potensi dan kelemahan, serta perayaan terhadap perbedaan. Namun membeda-bedakan individu ke dalam kapasitas dan kemampuan intelektual adalah wujud pengakuan spesialisasi, yang mengamini separasi manusia dalam spesifikasi kerja sebagai dasar division of labour. Hal ini juga berarti legitimasi atas borjuasi intelektual, sekaligus pengingkaran atas potensi unik masing-masing individu. Pengingkaran inilah yang kemudian melegitimasi term-term penguatan masyarakat, pemberdayaan, peningkatan kapasitas, dll, yang sejatinya adalah pembodohan dan pelemahan.
  5. Masing-masing individu memiliki potensi. Sekali lagi, potensi, bukan kapasitas. Kapasitas dapat terukur namun tidak dengan potensi. Kapasitas dapat dikonversi menjadi setara dengan satuan-satuan tertentu, namun dalam potensi tersimpan kemungkinan-kemungkinan yang tidak terduga. Sangat menyenangkan ketika mengetahui bahwa beberapa individu telah menseriusi satu atau beberapa bidang, misalnya seni. Kemudian berbagi dengan yang lain. Atau beberapa dari mereka yang sangat signifikan mengembangkan potensi keunikannya dan mengajak yang lain untuk ikut terlibat dalam prosesnya atau sekedar menikmati. Bahwa kita bisa duduk bersama sambil berdialog tentang banyak hal tanpa perlu ada dominasi dan anggukan kepala akibat pengakuan kapasitas yang lain lebih baik dari yang lainnya, sehingga siapapun bisa menuangkan anggur dalam gelas tanpa perlu menunggu giliran.
  6. Pengetahuan soal evolusi misalnya, tidak membutuhkan kapasitas intelektual seperti yang digambarkan Bima. Sebagai orang yang menempuh pendidikan formal, Bima seharusnya mau mengakui bahwa materi tentang evolusi telah diperoleh sejak tingkat sekolah menengah pertama (SMP).[vi] Persoalannya terserah pada individu untuk menganggapnya penting dipelajari atau tidak, mau spekulatif atau serius. Tentu saja ini soal minat dan ketertarikan individu. Lagi pula banyak bukti bahwa tidak perlu menjadi biolog untuk tahu soal evolusi. Kropotkin misalnya bukanlah seorang biolog, namun menjelaskan panjang lebar soal mutual aid, sebagai kritik atas Darwin dan miskonsepsi atas evolusi yang dilakukan darwinis sosial. Ini dengan demikian membantah argumen yang mengatakan bahwa hanya biolog yang bisa bicara biologi dan hanya matematikawan yang bisa bicara matematika. Sekaligus membuktikan bahwa tidak ada ilmu yang rumit jika kita mau belajar. Tidak sedikit sarjana pertanian yang belajar dari petani yang tidak pernah tahu apa itu unsur hara dan kimia tanah, atau sarjana ilmu kelautan belajar dari nelayan yang tidak pernah tahu soal dinamika pantai dan oseanografi. Ini mungkin yang saya pahami dari sebuah lirik lagu: “semua orang itu guru, alam raya sekolahku” atau dari semangat “do it yourself” atau “do it with your friends”.
  7. Lagipula apakah jika Marx tidak dilahirkan maka tidak ada penghisapan nilai-lebih? Atau apakah jika Kropotkin semasa mudanya memutuskan mengakui gelar pangerannya dan tidak jadi bertualang ke Siberia maka mutual aid tidak ada? Tentu tidak, karena selama ada kapitalisme maka pengisapan nilai lebih akan selalu ada. Dan selama ada aktivitas organisme maka mutual aid akan tetap ada. Ada atau tidaknya Proudhon, Bakunin, dll, anarkis akan tetap ada. Apakah jika Bakunin tidak pernah dilahirkan maka karakter kolektivisme tidak ada? Tentu tidak demikian. Atau apakah jika tidak ada subkultur punk di Indonesia maka anarkisme tidak akan eksis di Indonesia?
  8. Yang mau saya katakan adalah: Menunggu pelopor adalah menuggu mesias…!! Saya tidak butuh mesias, bung…!!

Tanggapan untuk poin (4):

  1. Jawaban akan benar pada pertanyaan yang benar. 2 akan menjadi jawaban yang benar untuk: 1+1, 3-1, 4-2, dll, sebaliknya 2 tidak bisa digunakan sebagai jawaban yang benar untuk: 4+4 atau 3+5. Dengan demikan 2 sebagai jawaban hanya berlaku benar pada pertanyaan-pertanyaan tertentu. Atau dengan kata lain 2 tidak bisa digunakan sebagai jawaban yang benar untuk semua pertanyaan matematis. 2 akan tetap ada sebagai bilangan tanpa perlu ada pertanyaan, namun 2 sebagai jawaban akan berlaku benar pada pertanyaan yang benar. Atau coba dengan yang lain; kursi akan tetap ada tanpa perlu ada pertanyaan: apa nama tempat untuk duduk? Namun kursi sebagai jawaban akan berlaku benar pada pertanyaan tersebut dan berlaku sebagai jawaban yang salah untuk pertanyaan misalnya: apa nama tempat untuk boker?
  2. Jika hal di atas diakui maka berlaku syarat selanjutnya: benar-salah tidak hanya ditentukan oleh seberapa tepat ia menjawab pertanyaan tapi juga terikat oleh ruang dan waktu. Mari kita lihat contohnya: Salah satu penyebab perbedaan pandangan antara Darwin yang lebih banyak menekankan pada kompetisi dan Kropotkin yang lebih melihat bahwa selain kompetisi ada juga mutual aid sebagai faktor pendorong evolusi, adalah lokasi dan waktu pengamatan keduanya yang berbeda. Coba kita lihat, Lokasi pengamatan Darwin di Kepulauan Galapagos: secara geografis kecil, terisolasi laut, iklim sedang, hanya ada dua musim, dan sumberdaya sangat terbatas dalam memenuhi kebutuhan populasi. Sementara lokasi pengamatan Kropotkin di Siberia: secara geografis luas, tidak terisolasi laut, kondisi iklim ekstrim, terdapat empat musim, namun sumber daya lebih banyak dibanding populasi. Pertanyaannya sama, apa faktor evolusi dalam mekanisme seleksi alam? Jawabannya menjadi berbeda akibat ruang dan waktu yang berbeda. Namun apakah kompetisi dan mutual aid adalah pendorong kesuksesan evolusi? Ya! Dengan begitu jawaban akan berlaku benar pada pertanyaan-pertanyaan tertentu berdasarkan ruang dan waktu.
  3. Namun terhadap ruang dan waktu, jawaban tidaklah dilihat dalam konsep absolut dan relatif, karena perlu diingat bahwa karakter ekspansi kapital hari ini adalah dengan mendeferensiasi sekaligus menyeragamkan ruang dan waktu. Karenanya kita akan melihat perbedaan misalnya pembangunan infrastruktur di berbagai daerah, namun dengan segera mengetahui bahwa semangatnya sama: penindasan dan penghisapan. Contohnya skema MP3EI yang membagi Indonesia berdasarkan zona-zona ekonomi. Atau bagaimana eksploitasi pada dasarnya sama-sama terjadi pada buruh pabrik dan pekerja kerah putih, namun dalam bentuk yang berbeda, sehingga nampak jelas pada buruh kasar namun begitu samar pada pekerja kerah putih. Penindasan dan penghisapan hadir dengan berbagai bentuk, dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda, namun tunggal dalam sifatnya.
  4. Karenanya jawaban tidaklah relatif, pertanyaanlah yang harus direlatifkan. Artinya pertanyaan harus diturunkan, itulah kenapa kita butuh seperangkat pertanyaan. Selain agar terhindar dari perangkap empirisme, pertanyaan yang benar menunjukan seberapa kita paham akan masalah yang ada.
  5. Kalaupun anarkisme menjadi jawaban itu bukan karena diputuskan atau dijadikan tapi karena ia berlaku benar pada pertanyaan-pertanyaan tertentu. Sehingga anarkisme haruslah diturunkan dalam metode atau pertanyaan-pertanyaan yang kongkrit, contohnya seperti: apakah konsensus dapat menjadi mekanisme yang tepat dan efisien dalam pengambilan keputusan? Apa ukuran tepat dan efisien? Bagaimana melakukannya secara tepat dan efisien? Dalam kondisi apa aksi langsung dapat dilakukan? Atau bagaimana melihat krisis ekologi dalam perspektif anarkis? Apa itu perspektif anarkis? Ini dilakukan bukan untuk mencari pembenaran tapi untuk membuktikan benar ataupun salah. Karena sebagai jawaban ia haruslah bisa dibuktikan benar-salahnya. Ketika jawaban masih kemungkinan benar, ia juga menyimpan kemungkinan Sehingga ada jalan yang mesti ditempuh untuk memastikannya bukan hanya sekedar mungkin benar, salah satunya lewat eksperimentasi.
  6. Eksperimentasi sebagai bagian dari metode haruslah mengambil bentuk yang beragam. Seperti yang Einstein katakan, hanya orang gila yang mengharapkan hasil yang berbeda dari cara yang sama. Anarkis punya banyak metode, dan tidak ada yang lebih unggul di antara satu dengan yang lainnya. Pun banyak metode yang disintesiskan. Semua efektif ketika dilakukan dalam pertimbangan untuk tujuan tertentu. Sehingga menurut saya tidak ada ukuran mana yang paling revolusioner antara mereka yang melempar kaca jendela dengan mereka yang melakukan bossnapping, karena keduanya bukanlah jawaban, keduanya adalah upaya dalam menjawab pertanyaan, keduanya adalah taktik. Sehingga black block misalnya mestilah dilihat sebagai taktik, bukan tujuan, ia adalah sarana. Hal ini sama seperti insureksi, ia adalah metode. Sehingga siapapun dapat melakukan insureksi. Adalah amnesia jika mengatakan insureksi hanyalah milik para ilegalis, atau ekslusif untuk kelompok individualis misalnya, karena tidak sedikit aktivitas insureksioner yang dilakukan oleh kelompok-kelompok komunis anarkis, sindikalis dan platformis. Malahan insureksi secara spesifik bukanlah milik para anarkis, semenjak ia juga dipraktekan oleh banyak kelompok.
  7. Tidak ada masalah jika Bima “memutuskan untuk menjadikan anarkisme sebagai kunci jawaban dengan menempatkannya sebagai cita-cita perubahan sosial yang menyeluruh atas sebagian besar permasalahan saat ini”. Yang jadi soal menurut saya adalah tiga hal: Pertama, apakah ia menjadi jawaban yang benar atau tidak? Kedua, benar pada pertanyaan apa? Ketiga, apa dasar dari memutuskan untuk menjadikan? Ini pun harus diterangkan dari kaburnya dua definisi: jawaban dan cita-cita.
  8. Upaya dalam menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban ini, bukanlah untuk menjadikan anarkisme hanya sebatas bidang ilmu atau menerapkannya sebagai instrumen analisis sosial, ini adalah upaya mendemistifikasi anarkisme, menghancurkan kesakralannya, agar ia tidak hanya sekedar ide langitan nan utopis, ia mesti dikongkritkan atau dilupakan sama sekali. Sehingga ia bukanlah sabda dan pengakuannya bukan karena keimanan. Hal ini juga agar kita dapat membedakan apa itu inisiatif dan spontanitas dan apa itu reaksioner.
  9. Ini tentu tidak penting bagi saya yang dituduh egois dan anti sosial, tapi nampaknya ini penting bagi mereka yang menyasar revolusi sosial. Bukan apa-apa, tapi sama seperti penjual kitab suci, kebenaran adalah harga yang mahal.

Tanggapan untuk poin (5):

  1. Salah satu landasan anarkisme adalah otonomi individu. Anarkisme mengakui individu sebagai sebuah entitas dan menolak bentuk-bentuk dominasi dan eksploitasi manusia atas manusia dan manusia atas alam. Apapun varian anarkisme dari yang paling kiri sampai paling kanan, otonomi individu adalah salah satu titik berangkatnya. Semua jenis varian anarkisme sosial tetap mengandaikan kebebasan individu dalam lingkup kesetaraan sosial.
  2. Tentu saja kehadiran individu mengandaikan individu yang lain. Sebagai organisme yang tidak dapat membelah diri, kehadiran manusia pasti membutuhkan dua individu parental. Tapi apakah kebermaknaan individu baru ada dalam kolektif atau tidak, masih bisa kita perdebatkan.
  3. Melalui pengakuan otonomi individu dan adanya kesepakatan dalam sebuah relasi yang dibuat secara sadar dan setara, barulah asosiasi bebas dapat tercipta. Sehingga tiap-tiap individu adalah subjek revolusioner yang akan berbicara mewakili dirinya sendiri dan memungkinkan untuk mengambil inisiatif masing-masing. Ketika itu terjadi barulah sebuah kelompok otonom dapat berkata: “kami.”
  4. Manusia adalah mahkluk sosial dan anti-sosial di saat yang bersamaan, kata Novatore. Sebagai mahkluk berpikir dan berkesadaran, manusia memiliki hasratnya masing-masing, berbagi dengan sesamanya tentu saja adalah pilihan. Sehingga kepentingan kolektif seharusnya dilihat sebagai kepentingan individu-individu yang terlibat di dalamnya. Karena para anarkis paham bahwa kapitalisme dan kuasa negara berjalan dalam relasi sosial, maka penting untuk melihat kembali relasi tersebut agar tidak semata-mata hanya sebatas relasi produksi, kontrol dan penghisapan.
  5. Tidak ada perbedaan yang dapat disatukan secara utuh, perbedaan hanya bisa dirayakan lewat asosiasi bebas. Karenanya hanya ada dua jalan dalam mewujudkan persatuan: kooperasi dan represi.
  6. Kooperasi dan represi di sini mestilah tidak dilihat secara hitam-putih. Ini adalah dua sisi mata uang. Karena kooperasi dalam rezim negara dan kapitalisme adalah jebakan batman yang lebih norak dari acara-acara reality show. Kemitraan, pemberdayaan, dll adalah contoh-contohnya. Kooperasi ini pun sebenarnya mengandung karakter represi. Ingin contoh? Papua dan Aceh saya rasa cukup! Karena definisi sebenarnya dari NKRI adalah: bergabung atau dihancurkan!
  7. Para anarkis tentu saja menerima kooperasi sambil menolak represi. Nah, dalam intepretasi soal kooperasi inilah banyak perdebatan terjadi. Soal organisasi misalnya, para anarkis berselisih paham pada beberapa hal terkait kebutuhan akan organisasi, bentuk dan sifatnya, jumlah, dll. Varian komunis anarkis, sindikalis, kolektivis, dll, melihat bahwa ada kebutuhan terhadap organisasi formal, beberapa bahkan mengusulkan organisasi massa yang permanen. Sementara beberapa dari para inividualis-nihilis mengusulkan sebuah organisasi informal yang temporer. Yang lainnya menolak organisasi apapun bentuknya.
  8. Manusia cenderung berkelompok dalam ukuran kecil, kelompok ini didasari banyak faktor: hubungan kekerabatan, kedaerahan, dll. Kelompok kecil pada umumnya memiliki ikatan yang erat dan solid. Beberapa asosiasi antar kelompok otonom pada masa lampau terjadi dengan semangat mutual aid, mereka akan melakukan persatuan temporer dengan kelompok lainnya ketika misalnya untuk menghadapi invasi dari kelompok luar, atau terjadi musibah. Hubungan mutual tentu saja tidak hanya berhubungan dengan ancaman, namun berkaitan dengan asosiasi lainnya misalnya perdagangan, dll. Sementara penyatuan kelompok-kelompok kecil ke dalam kelompok yang lebih besar, berjalan seiring dengan sejarah penaklukan.
  9. Kepercayaan akan jumlah hadir bersama dengan sejarah penaklukan. Salah satu syarat jenis hewan yang didomestifikasi adalah hewan yang secara sosial berkelompok. Kenapa? Karena cenderung hierarkis dan mudah dikontrol. Dan percayalah itu juga terjadi pada manusia. Jumlah menjadi penting dalam angkatan perang, koloni, budak, dll. Semakin besar jumlahnya semakin baik. Konsekuensinya, melawan jumlah dengan jumlah.
  10. Sehingga kalaupun ada kebutuhan, asosiasi kelompok-kelompok ataupun komunitas, entah dalam bentuk solidaritas, dll, mestilah dilihat sebagai sebuah asosiasi bebas, bukan penyatuan. Sehingga skala besar atau kecil bukanlah soal jumlah tapi soal seberapa masif atau tidak.

Tanggapan tambahan:

  1. Ya, petualangan itu menyenangkan. Jika Emma Goldman menginginkan berdansa dalam revolusinya, saya menginginkan petualangan, dengan atau tanpa revolusi. Apa gunanya hidup tanpa kegembiraan masing-masing individu?
  2. Jika hanya untuk menemukan bahwa “kita berada di bawah kolong langit yang sama” maka saran saya, tidak perlu ke hutan atau memandangi bintang-bintang. Ya, tapi ini konsekuensinya, ada dua jenis orang yang masuk ke dalam hutan, mereka yang hanya ingin tahu ada apa saja di hutan dan mereka yang ingin tahu apa yang sementara terjadi di hutan. Saya tidak kaget dengan ini, jenis orang pertama inilah yang datang ke sebuah aksi atau ke komunitas masyarakat yang sedang melawan kemudian terpesona dengan apa yang ada di sana, tanpa mencoba memahami apa yang sedang terjadi atau yang telah terjadi: ya, difoto-foto, pulang, upload di medsos, pake caption: tetap melawan!, panjang umur anarki!…bla..bla..bla…
  3. Dan ya, sebagai tanggapan, apa yang saya bicarakan di sini mestilah diragukan, karena yang pasti ini bukanlah sabda yang perlu diamini.

Catatan
[i] Ini adalah tanggapan untuk tulisan Bima Satria Putra berjudul: Masih Perihal Primata: Menyelesaikan Apa yang Tidak Kita Mulai: https://anarkis.org/masih-perihal-primata-menyelesaikan-apa-yang-tidak-kita-mulai/
[ii] Tulisan Bima sebenarnya adalah tanggapan atas tulisan saya berjudul: Primata, Evolusi, Anarkisme. Lihat: https://anarkis.org/primata-evolusi-anarkisme-bagian-1/
[iii] Lihat: https://anarkis.org/primata-hierarki-revolusi/
[iv] Mikhail Bakunin. 1873.  Statism and Anarchy.
[v] Sam Dolgoff.  1986. Fragments: A Memoir. Refract Publications. Cambridge. Hal. 23.
[vi] Lihat pada silabus mata pelajaran Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS) khusus Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang dikeluarkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan 2017, untuk kelas IX dicantumkan materi pokok bahasan tentang pewarisan sifat, di dalamya terdapat sub bahasan adaptasi dan seleksi alam. Silabus ini disesuaikan dengan silabus-silabus pada tahun sebelumnya.

1 Response

Leave a Reply