Bab XXI

Mitos Bolshevik

(Diary 1920–1922)

Alexander Berkman


Terbit: Sebagai pamplet oleh
Teks asli: oleh
Proofed: oleh

Terbit dalam bahasa Indonesia:
Terjemah: 
Proofreading terakhir: 


Bab XXI

Perjalanan ke Ukraina

Juli, 1920.—Kerumunan orang-orang yang ricuh menyesaki kereta kami di setiap stasiun. Para tentara dan buruh, petani, perempuan dan anak-anak, yang membawa gembolan berat, saling rebut untuk mendapat surat jalan. Sambil berteriak dan memaki, mereka memaksa naik ke gerbong. Mereka memanjat melalui jendela yang pecah, menaikkan barang bawaan, dan berdesakan pada tangga, dengan ceroboh bergelayutan pada pegangan pintu dan saling dorong. Seperti semut yang gila mereka menutupi setiap inchi ruangan, setiap saat berada dalam bahaya mempertaruhkan bagian tubuh dan kehidupan. Ini lautan manusia yang padat dan mendesak, digerakan oleh satu keinginan untuk mempertahankan pijakan kaki pada kereta yang sedang bergerak. Bahkan atap gerbong dipenuhi manusia, perempuan dan anak-anak berbaring berhimpitan, para lelaki berlutut atau berdiri. Seringkali pada malam hari, kereta melintasi jembatan atau palang yang membabat nyawa sebagian orang di atap kereta.

Di setiap stasiun milisi jalur kereta menunggu kami. Mereka mengepung setiap gerbong, memaksa penumpang turun dari atap dan tangga, dan mengarahkan ke gerbong lain. Tetapi segera saja terjadi kericuhan dan saling dorong, dan gerbong yang sudah dibersihkan kembali tertutupi oleh kerumunan manusia. Seringkali para milisi itu menggunakan senjata, menembakan salvo ke atas kereta. Tetapi orang-orang sudah putus asa, mereka telah menghabiskan berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, untuk mengurus “surat perjalanan”—mereka sedang mencari makanan atau sedang kembali dengan tas yang dipenuhi makanan ke keluarganya yang kelaparan. Mati karena tertembak tidak lebih buruk daripada mati karena kelaparan.

Dengan pola yang yang membuat muak situasi-situasi itu berulang di setiap pemberhentian. Itu menjadi siksaan dalam perjalanan dengan gerbong yang begitu nyaman dan mencurigakan, sebuah gerbong yang baru saja diperbaiki dan dicat merah menyala, dengan tulisan “Komisi Khusus Museum Revolusi.”

Ekspedisi itu beranggotakan enam orang, terdiri dari sekretaris, Nona A. Shakol, bendahara, Emma Goldman, pakar sejarah, Yakovlev dan istrinya, seorang komunis muda, mahasiswa di Universitas Petrograd, dan aku sebagai ketua. Di dalam kelompok kami juga termasuk pembantu resmi dan Henry Alsberg, koresponden Amerika, yang sikap bersahabatnya terhadap Rusia telah membuat Zinoviev memberikan izin kepadanya untuk bergabung bersama kami. Gerbong kami dibagi menjadi beberapa ruang: sebuah kantor, ruang makan, dan sebuah dapur yang dilengkapi dengan linen dan peralatan dari perak yang diambil dari Istana Musim Dingin, yang sekarang menjadi kantor pusat Museum Revolusi.

Saat siang hari orang-orang tetap menjaga jarak dari gerbong kami, karena tulisan di gerbong itu menciptakan kesan bahwa gerbong ini diisi oleh aparat Tcheka, lembaga paling ditakuti di Rusia. Tetapi pada malam hari, saat stasiun-stasiun temaram, kami dilingkupi oleh kerumunan orang yang berebut akomodasi. Ini berlawanan dengan instruksi kepada kami, karena bahaya pencurian atas barang-barang kami, juga karena kekhawatiran pada penyakit. Semua orang ini terinfeksi penyakit yang dibawa binatang: hampir setiap orang yang melakukan perjalanan di Ukraina terjangkit “sipnyak”, sejenis tipus yang seringkali berakhir fatal. Sejarawan kami hidup selamanya dengan penyakit itu, dan dengan keras menentang ide menerima orang-orang di luar sana untuk masuk ke gerbong kami. Kami berkompromi untuk mengizinkan beberapa perempuan tua dan orang cacat untuk masuk ke gerbong kami, dan diam-diam memberi mereka makan dari persedian “komunal” kami.

Populasi di distrik-distrik yang kami lewati dalam situasi tak aman dan waspada. Di setiap stasiun kami diberi peringatan untuk melanjutkan perjalanan, karena di wilayah yang kami tuju ada Tentara Putih, gerombolan-gerombolan perampok, Makhno, dan Wrangel berada dalam jarak tembak. Atmosfer sesak dengan ketakutan setiap kami bergerak lebih jauh ke selatan.

Emosi-emosi begitu mendidih, kehidupan di selatan sangat berbeda dengan di utara. Sebagai perbandingan Moskow dan Petrograd tampak tenang dan teratur. Di sini semuanya tak berbentuk, aneh, dan kacau-balau. Sering terjadinya pergantian pemerintah, yang disertai dengan perang saudara dan penghancuran, telah menghasilkan kondisi mental dan fisik yang tak dikenali di bagian lain negeri ini. Mereka telah menciptakan atmosfer ketidakpastian, hidup yang tak memiliki akar, dan penderitaan yang terus menerus. Beberapa bagian Ukraina telah mengalami 14 rezim berbeda antara tahun 1917-1920, dan setiap pergantian kekuasaan itu diikuti kekacauan, membuat hidup terpecah-belah dan tercabut dari pondasinya.

Semua unsur dan skala gairah revolusioner dan kontrarevolusioner telah bermain di wilayah ini. Di sini Rada yang nasionalistik berperang dengan lembaga-lembaga lokal dari pemerintahan Karensky sampai Pakta Brest membuka Rusia Selatan pada pendudukan Jerman. Bayonet-bayonet tentara Prusia menghancurkan Rada, dan Hetman Skoropadsky, dengan restu sang Kaiser Jerman, menjadi tuan di negeri ini atas nama rakyat yang “merdeka dan menentukan nasibnya sendiri”. Bencana di front barat dan revolusi di negeri mereka sendiri membuat pasukan Jerman mundur, dan situasi itu memberi Petlura kemenangan melawan Hetman. Lalu pergantian-pergantian penguasa terjadi bagai kaleidoskop. Diktator Petlura dan “directorium”-nya diusir oleh pemberontakan petani dan Tentara Merah, dan sebagai bayarannya Tentara Merah diberi jalan untuk menyerang Denikin. Tak lama kemudian kaum Bolshevik menjadi penguasa Ukraina, tapi segera diusir oleh Polandia, dan sekali lagi kaum komunis menjadi penguasa.

Pertarungan panjang militer dan sipil telah mengubah seluruh kehidupan selatan. Kelas-kelas sosial telah dihancurkan, adat istiadat dan tradisi lama dihapuskan, penghalang-penghalang budaya diruntuhkan, tanpa membuat rakyat mampu menyesuaikan diri di situasi baru, yang secara konstan terus berubah. Selain itu, tidak ada waktu atau kesempatan untuk membangun mental dan fisik manusia di sana, untuk mengarahkan diri mereka dalam lingkungan yang secara konstan berubah.

Insting kelaparan dan ketakutan telah menjadi satu-satunya motif dalam berpikir, merasa, dan melakukan tindakan. Ketidakpastian menyebar dan terus hadir: itu satu-satunya kenyataan yang nyata dan pasti. Pertanyaan tentang roti, bahaya serangan, adalah topik pembicaraan yang eksklusif. Kau mendengar kisah-kisah pasukan bersenjata menyerang wilayah sekeliling kota, dan spekulasi penuh fantasi tentang karakter kaum penyerang itu, yang oleh sebagian disebut sebagai Tentara Putih, sebagian lagi menduga mereka Tentara Hijau—pasukan petani—atau bandit-bandit pembunuh. Tokoh-tokoh legendaris seperti Makhno, Marusya, dan Stchoos memenuhi atmosfer kepanikan yang diciptakan oleh horor yang hidup dan ketakutan yang lebih jauh lagi tentang sesuatu yang belum diketahui.

Kewaspadaan dan ketakutan membatasi hidup dan pikiran orang-orang. Dua hal itu memaksa masuk kedalam kesadaran mereka. Karakteristiknya, seperti kekacauan umum situasi di sana, dapat dilihat dalam jawaban yang diterima seseorang saat bertanya tentang waktu. Itu mengindikasikan sentimen pemberi informasi terhadap Bolshevik atau oposisi saat kau diberitahu, “jam tiga oleh orang tua,” “jam lima oleh orang baru,” atau “jam enam oleh orang yang paling akhir,” karena kaum komunis baru-baru ini memberi perintah, untuk ketiga kalinya, untuk menghemat jam di siang hari.

Seluruh negeri mewujud sebagai kamp militer yang hidup dalam penantian konstan akan invasi, perang saudara, dan pergantian pemerintahan secara mendadak, yang akan membawa pembantaian dan penindasan baru, juga pengusiran dan kelaparan. Aktivitas industrial sepenuhnya lumpuh, situasi finansial tak memiliki harapan. Setiap rezim mengeluarkan mata uang sendiri, dan menghapuskan mata uang di rezim sebelumnya. Tetapi di tengah masyarakat berbagai jenis uang beredar, termasuk Karensky, Tsarist, Ukraina, dan Soviet. Setiap “rubel” memiliki nilainya sendiri-sendiri, sehingga perempuan pedagang di pasar harus menjadi profesor matematika—begitu orang-orang bergurau—untuk menemukan jalan di tengah labirin finansial ini.

Di bawah permukaan, gairah primitif manusia terbebaskan, nyaris liar. Nilai-nilai etis telah hilang, kilau peradaban telah buram. Yang tersisa hanyalah insting untuk bertahan hidup dan rasa takut pada hari esok. Kemenangan Tentara Putih atau aksi-aksi kejam yang dilakukan di kota, pengusiran dan pembantaian kaum Yahudi, pembunuhan terhadap kaum komunis, pemenjaraan dan penyiksaan terhadap mereka yang dicurigai bersimpati pada komunis. Kedatangan kaum Bolshevik menghadirkan teror Merah. Situasinya juga mengerikan: seringkali itu terjadi, dan orang-orang hidup dalam ketakutan akan kekejaman yang berulang. Pertikaian berpawai mengelilingi Ukraina bagai pemangsa manusia, menerkam, menghancurkan, dan meninggalkan reruntuhan, keputusasaan, dan horor di setiap kebangkitannya. Kisah-kisah tentang kekejaman Putih dan Merah diucapkan di bibir setiap orang, sejumlah pengalaman pribadi menghantui di setiap pengisahan tentang pembunuhan dan perampasan yang kejam, tentang kejahatan yang diluar batas kemanusiaan, dan kekejian yang tak terperi.