Bab XIX

Mitos Bolshevik

(Diary 1920–1922)

Alexander Berkman


Terbit: Sebagai pamplet oleh
Teks asli: oleh
Proofed: oleh

Terbit dalam bahasa Indonesia:
Terjemah: 
Proofreading terakhir: 


Bab XIX

Semangat Fanatisme

Klub Universalis di Tverskaya sedang mengalami keresahan yang hebat. Kaum anarkis, kaum revolusioner sosial kiri, dan kaum maximalis, serta sejumlah buruh pabrik dan tentara, memenuhi ruang kuliah dan sedang bersemangat mendiskusikan sesuatu. Saat aku masuk, seorang pemuda bertubuh kekar berseragam angkatan laut memisahkan diri dari kerumunan dan mendekati aku. Dia temanku, G, seorang anarkis pelaut.

“Apa yang akan kau katakan sekarang, Berkman?” dia mendesak, wajahnya yang keras mencemoohku. “Kau masih berpikir kaum Bolshevik itu revolusioner?”

Aku tahu ada 45 orang anarkis yang ditahan di Penjara Butirki Moskow, dalam kondisi yang tidak tertahankan, sehingga mereka akhirnya melakukan perlawanan putus asa dengan mogok makan. Semuanya telah dipenjara selama berbulan-bulan, sejak terjadi peristiwa Leontievsky, tanpa ada proses hukum.

Peristiwa Leontievsky terjadi pada 25 September 1919, saat sebuah kelompok bawah tanah dari revolusioner sosial kiri dan anarkis meledakkan bom di rumah Leontievsky Pereulok, di mana Komite Partai Komunis Moskow sedang rapat. Akibat peristiwa itu, 45 orang anarkis ditangkap dan dipenjara tanpa proses hukum.

Di dalam penjara mereka benar-benar dikurung, tanpa diberi kesempatan untuk berolahraga dan menerima tamu, dan makanan yang mereka dapatkan sangat kurang, sampai seluruh tawanan itu menderita sariawan berat karena kekurangan vitamin C. Aksi mogok makan itu dilakukan untuk menuntut proses pengadilan atau pembebasan, dan aksi itu mendapatkan dukungan dari tahanan lain, sehingga seluruh tahanan di Penjara Butirki yang berjumlah lebih dari 1.500 orang, ikut mogok makan. Mereka telah mengirimkan surat protes kolektif ke Eksekutif Sentral Partai Komunis, dan ditembuskan ke Lenin, Soviet Moskow, Serikat Buruh, dan berbagai lembaga resmi lainnya. Melihat gentingnya situasi itu, Klub Universalis membentuk sebuah komite untuk bertemu dengan Sekretaris Partai Komunis, dan aku disarankan untuk bergabung dengan komite itu.

“Akankah kau membantu?” temanku yang pelaut itu bertanya, “atau kau sudah sepenuhnya mengabaikan kami?”

“Mungkin tidak lama lagi kau akan mendapat posisi di Partai Komunis,” orang yang lain menyindir tajam, “kau seorang Bolshevik sekarang, seorang anarkis Soviet.”

Karena aku pikir masih ada harapan untuk melakukan pendekatan kembali antara kaum komunis dengan elemen-elemen kiri lainnya, aku menerima tawaran untuk bergabung di komite itu.

Pulang ke rumah malam itu, aku memikirkan kegagalan-kegagalan upayaku untuk mempertemukan pemahaman yang lebih baik di antara faksi-faksi revolusioner yang saling berseteru. Aku mengingat-ingat kunjunganku ke Lenin dan Krestinsky, pembicaraanku dengan Zinoviev, Tchicherin, dan para pemimpin kaum Bolshevik lainnya. Lenin telah berjanji untuk membuat Komite Sentral mempertimbangkan persoalan itu, tetapi jawabannya—yang disampaikan dalam bentuk resolusi Partai Komunis—tetapi mengulang sikap umum kaum komunis, bahwa “Anarkisme sebagai ide tidak akan dihukum,” lalu dia menekankan bahwa, “agitasi melawan Pemerintah Soviet tidak dapat ditolerir.”

Pertanyaan tentang pelegalan kerja pendidikan anarkis, yang telah aku diskusikan dengan Krestinsky beberapa pekan lalu, belum ditindaklanjuti dan jelas telah diabaikan. Penghukuman terhadap elemen-elemen kiri terus berlanjut, dan penjara-penjara dipenuhi oleh kaum revolusioner. Banyak di antara elemen kiri yang dikriminalkan lalu mereka bergabung dalam kelompok bawah tanah. Maria Spiridnova sudah sejak lama dipenjara di Kremlin, dan teman-temannya diburu seperti saat Rusia di bawah kekuasaan Tsar.

Maria Spiridnova adalah revolusioner yang sangat terkenal, yang membunuh Jenderal Lukhomsky yang dikenal sebagai penyiksa petani. Maria kemudian ditangkap dan disiksa oleh aparat Tsar kemudian dihukum pembuangan seumur hidup di Siberia. Perempuan pejuang itu dibebaskan oleh Revolusi 1917, lalu menjadi pemimpin sayap Revolusioner Sosial, mendapatkan jumlah pengikut yang besar, terutama dari kalangan petani.

Aku dihinggapi perasaan kecut saat memikirkan sikap permusuhan yang ditunjukkan kaum komunis terhadap elemen-elemen revolusioner. Mereka bahkan menekan dengan lebih kejam terhadap oposisi kiri dibandingkan terhadap kaum oposisi kanan. Lenin, Tchicherin, dan Zinoviev mencoba meyakinkan aku bahwa Spiridnova dan pengikutnya adalah musuh berbahaya bagi revolusi. Pemerintah menganggap Maria telah gila dan menempatkan dia di sanitarium, tetapi dia berhasil kabur baru-baru ini.

Aku berkesempatan mengunjungi perempuan muda itu, yang harus bersembunyi lagi seperti saat Rusia dikuasai dinasti Romanov. Aku melihat dia sebagai sosok yang stabil, seorang idealis paling tulus yang mengabdikan hidupnya bagi kaum tani dan tujuan terbaik revolusi. Orang-orang di lingkarannya—Kamkov, Trutovsky, Izmailovitch—memiliki kecerdasan dan integritas tinggi. Mereka meyakini kaum Bolshevik telah mengkhianati revolusi, tetapi mereka tidak mendukung perlawanan bersenjata terhadap pemerintah Soviet, dan hanya menuntut kebebasan berekspresi. Mereka menganggap pakta perdamaian Brest sebagai langkah paling fatal yang dilakukan komunis, awal dari kebijakan-kebijakan reaksioner mereka dan penghukuman terhadap elemen-elemen kiri. Dalam protes terhadap pakta perdamaian itu dan menentang kehadiran perwakilan imperialisme Jerman di Soviet Rusia, mereka menjadi penyebab tewasnya Count Mirbach pada tahun 1918, seorang bangsawan Jerman yang ditunjuk menjadi Duta Besar Jerman untuk Rusia.

Wilhelm Graf von Mirbach-Harff terlibat dalam negosiasi antara Rusia dengan Jerman di Brest-Litovsk antara Desember 1917 sampai Maret 1918, lalu ditunjuk sebagai Duta Besar Jerman untuk Rusia pada April 1918. Mirbach kemudian dibunuh oleh Yakov Grigorevich Blumkin atas perintah Komite Sentral Revolusioner Sosialis Kiri, yang mencoba menyulut perang antara Rusia dengan Jerman.

Kaum komunis menjadi bersikap lebih keras terhadap pandangan yang berbeda. Walau demikian, aku melihat sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang tulus dan pekerja keras, mengabdikan diri pada alasan perjuangan dan melakukannya sampai pada titik penyerahan diri sepenuhnya. Yang paling berkesan adalah pengalamanku dengan Bakaiev, Kepala Tcheka

Petrograd, yang kepadanya aku bernegosiasi atas nama tiga anarkis yang ditahan baru-baru ini. Lelaki itu sederhana dan tak berpraduga, aku bertemu dengannya di sebuah kamar sederhana di Astoria, saat makan malam bersama saudara lelakinya. Mereka duduk di hadapan makanan seadanya; sup bening dan nasi, tak ada daging, dan hanya beberapa lembar roti hitam. Aku menyaksikan, setelah makan dua lelaki itu masih tetap lapar.

Aku memperkenalkan diri dengan menyampaikan nota personal dari Zinoviev. Aku mengajukan permohonan atas nama para tahanan kepada Bakaiev, memberitahu dia bahwa aku mengenal mereka secara pribadi dan menganggap penahanan mereka tidak dapat dibenarkan.

“Mereka revolusioner sejati,” aku menegaskan. “Kenapa Anda memenjarakan mereka?”

“Di kamar tempat Tch–,” jawab Bakaiev, “kami menemukan benda-benda mencurigakan.”

“Tch—adalah seorang ahli kimia,” jelasku.

“Kami tahu itu,” sergahnya, “tetapi selebaran-selebaran anti-Soviet kami temukan di pabrik-pabrik, dan orang-orangku berpikir mungkin selebaran-selebaran itu berkaitan dengan laboratorium milik Tch– . Tetapi dia begitu keras kepala untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan.”

“Tetapi itu cara lama untuk menahan kaum revolusioner,” aku mengingatkannya.

Bakaiev tampak tidak suka. “Itu sebabnya aku menahan dia,” tegasnya. “Taktik-taktik seperti itu dibenarkan untuk melawan rejim borjuis, tetapi juga sebuah penghinaan dengan memperlakukan kami seperti itu. Tch—bersikap seakan-akan kami polisi borjuis.”

“Apa Anda pikir menjadi persoalan oleh siapa seseorang dipenjarakan?” tanyaku.

“Sudahlah, kita tidak perlu membahasnya, Berkman,” ucapnya. “Kau tidak tahu demi siapa kau mengajukan permohonan.”

“Dan dua lelaki lainnya?”

“Mereka ditemukan bersama Tch–,” jawabnya. “Kami tidak menghukum kaum anarkis, percayalah kepadaku, tetapi orang-orang ini tidak aman jika dibebaskan.”

Lalu aku mengajukan permohonan ke Ravitch, Komisar Urusan Internal Distrik Petrograd, seorang perempuan muda yang di wajahnya tergambar pengalaman revolusi yang tragis. Dia menyesal tidak dapat membantuku, karena Tcheka memiliki kewenangan khusus dalam persoalan itu, dan menyarankan aku ke Zinoviev. Zinoviev belum tahu tentang penahanan itu, tetapi dia meyakinkan aku agar tidak perlu mengkhawatirkan teman-temanku.

“Kau tahu, Berkman, kami tidak menahan kaum anarkis karena ide mereka,” ucapnya, “tetapi orang-orang ini tidak sepertimu. Sudahlah, beristirahatlah, Bakaiev tahu apa yang dia lakukan.”

Dia menepuk pundakku dengan ceria dan mengundangku untuk bergabung bersamanya di ruang Imperial, menonton balet malam itu.

Kemudian aku mengetahui Bakaiev dicopot dari jabatannya dan diasingkan ke Kaukasus atas tindakan yang berlebihan dalam melakukan eksekusi.

**

25 Mei.—Pagi ini, hari kelima aksi mogok makan tahanan Burtiki, aku dipanggil ke kantor Komite Sentral Partai Komunis di Jalan Mokhovia. Seperti kunjunganku sebelumnya ke kantor itu, ruang tunggunya disesaki orang-orang yang memanggil: sejumlah juru tulis, sebagian besar gadis-gadis muda yang mengenakan rok pendek dan sepatu kayu berlapis karet dengan hak tinggi, berseliweran dengan tangan penuh dokumen; yang lainnya duduk di meja, menulis dan memilah tumpukan-tumpukan besar berbagai laporan. Aku merasa berada dalam putaran sebuah mesin raksasa, yang roda-rodanya berputar sangat cepat di atas sarang lebah di jalanan dan menggilas habis lembaran-lembaran kertas, lembaran-lembaran yang tak ada akhirnya sebagai petunjuk bagi jutaan orang Rusia.

Preobrazhensky, mantan Komisar Keuangan dan sekarang bekerja di kantor Krestinsky, menyambutku dengan dingin. Dia telah membaca nota protes dari orang-orang yang mogok makan, ucapnya, tapi apa artinya itu? “Untuk apa kau datang ke sini?” dia mendesak.

Aku menyatakan tujuanku. Para tahanan politik telah dipenjara selama sembilan bulan, sebagian bahkan telah menjalaninya selama dua tahun, tanpa pengadilan atau tuduhan, dan sekarang mereka menuntut tindak lanjut dari kasus-kasus mereka.

“Hak mereka masih dipenuhi,” jawab Prebrazhensky, “tapi jika kawan-kawanmu berpikir mereka dapat mempengaruhi kami dengan mogok makan, mereka salah. Mereka boleh kelaparan selama yang mereka mau.”

Dia terdiam dan ekspresi keras muncul di matanya. “Jika mereka mati,” lanjutnya dengan serius, “mungkin itu yang terbaik.”

“Aku datang kepadamu sebagai seorang kawan seperjuangan,” ucapku dengan pedas, “tetapi jika kau mengambil sikap seperti itu—”

“Aku tidak punya waktu untuk membahas ini,” dia memotong. “Persoalan itu akan dibicarakan malam ini oleh Komite Sentral.”

Selanjutnya, hari itu juga aku mengetahui sepuluh orang anarkis, termasuk Gordin—pendiri kelompok Universalis—dibebaskan atas perintah Tcheka, dengan harapan para tahanan akan menghentikan mogok makan. Pembebasan itu ternyata dilakukan Tcheka sendiri tanpa campur tangan Komite Sentral. Kemudian aku juga mengetahui beberapa tahanan politik di Butirki divonis lima tahun penjara tanpa melalui proses persidangan, dan sebagian lagi divonis untuk menjalani hukuman di kamp konsentrasi “sampai perang saudara berakhir”.

**

Aku sedang di sebuah kamar Hotel National, menerjemahkan berbagai resolusi, artikel, dan brosur Losovsky tentang sejarah unionisme Rusia untuk Misi Buruh Inggris, saat aku menerima pesan dari Radek yang memintaku segera datang karena ada situasi darurat. Keheranan, aku masuk ke mobil yang dia kirim untuk menjemputku dan mengebut melintasi jalanan kota sampai kami tiba di bekas kantor Misi Diplomatik Jerman, dan sekarang diduduki oleh Internasional Ketiga. Ruang tamu kantor yang elegan itu dipenuhi oleh para petugas dan delegasi luar negeri, beberapa di antara mereka dengan keheranan memperhatikan lubang-lubang peluru di lantai mosaik dan dinding—yang menjadi pengingat kematian Mirbach di ruangan ini oleh tangan orang-orang Revolusioner Sosial Kiri yang menentang pakta perdamaian Brest.

Aku merasakan dengan tatapan-tatapan tak ramah yang diarahkan kepadaku, karena belum saatnya aku dilayani petugas, tetapi aku diminta mengikuti seorang petugas ke kantor Sekretaris Komunis Internasional. Radek menyambutku dengan hangat, menanyakan kesehatanku, dan berterima kasih karena aku segera memenuhi panggilannya. Lalu, dia menyerahkan padaku seberkas manuskrip tebal sambil mengatakan, “Ilyitch (Lenin) baru menyelesaikan karyanya dan dia sangat ingin kau menerjemahkannya ke bahasa Inggris untuk Misi Buruh Inggris. Kau akan sangat membantu kami.”

Itu adalah manuskrip “The Infantile Sickness of Leftism” (Penyakit Kekanak-kanakan Isme Kiri). Aku telah mendengar tentang karya tulis itu dan tahu tulisan itu adalah serangan pada sikap kritis para revolusioner kiri terhadap Leninisme. Aku membuka beberapa halaman, yang dipenuhi dengan garis-garis bawah yang dikoreksi oleh tulisan tangan Lenin yang kecil tapi jelas.

“Ideologi borjuis kecil Anarkisme,” demikian terbaca olehku, “kebodohan yang kekanak-kanakan isme kiri”, “ultrarevolusioner tercekik oleh sikap manja dan antusiasme mereka yang kekanak-kanakan.”

Segera saja bayangan wajah-wajah pucat para tahanan penjara Burtiki yang melakukan aksi mogok makan hadir di hadapanku. Aku melihat mata mereka yang menyala menatapku dengan tajam dari balik jeruji besi. Apakah kau telah meninggalkan kami?” aku mendengar bisikan mereka.

“Kami sangat dikejar waktu untuk terjemahan ini,” ucap Radek, dan aku merasakan ketidaksabaran dalam suaranya. “Kami ingin itu diterjemahkan dalam tiga hari.”

“Butuh waktu sepekan untuk menyelesaikannya,” jawabku. “Lagipula, aku sedang mengerjakan pekerjaan lain yang juga sudah aku janjikan kepada yang memintanya.”

“Aku tahu, karya Losovsky,” dia mengucapkannya dengan gerakan kepala yang merendahkan, “baiklah. Karya Lenin harus didahulukan. Kau dapat menghentikan semua pekerjaan lain, aku yang menjadi jaminannya.”

“Aku bersedia mengerjakannya jika diizinkan menuliskan kata pengantar untuk karya ini.”

“Ini bukan lelucon, Berkman,” Rader menunjukkan wajah tidak suka.

“Aku serius. Pamflet ini salah dalam merepresentasikan dan menodai semua keyakinanku. Aku tidak dapat menerjemahkannya tanpa menambahkan beberapa kalimat sebagai pembelaan.”

“Jika tidak diizinkan, kau menolaknya?”

“Ya.”

Radek kehilangan sikap hangatnya saat aku pergi.

**

Secara samar aku merasakan perubahan sikap kaum komunis terhadapku. Aku merasakan sikap dingin dalam ucapan salam mereka, bahkan ada sikap penolakan. Penolakanku untuk menerjemahkan brosur Lenin telah diketahui oleh banyak orang, dan aku dibuat untuk merasa bersalah atas “penghinaan terhadap raja”.

Aku telah mendampingi Misi Inggris dalam kunjungan ke tempat-tempat pengolahan, teater-teater, dan sekolah-sekolah, dan di setiap tempat aku menyadari tatapan-tatapan menyidik dari aparat Tcheka yang juga mendampingi para delegasi sebagai pemandu dan penerjemah. Di Delovoi Dvor petugas tiba-tiba mulai meminta surat izin dan bertanya apa “urusanku” di tempat itu, padahal dia tahu aku tinggal di sana dan sedang membantu para delegasi sebagai penerjemah.

Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari Dvor dan menerima tawaran seorang kawan yang tinggal di Hotel National. Berseberangan dengan aturan Perumahan Soviet, tidak ada tamu yang diizinkan tinggal setelah tengah malam. Mulai jam itu, surat jalan, bersama dengan nama petugas dan orang yang dikunjungi akan diserahkan kepada Tcheka. Sebagai tamu tak resmi di hotel itu, aku tidak diberi makan dan aku harus melakukan pelanggaran atas aturan komunis dengan berbelanja ke pasar, yang secara resmi dilarang tetapi secara praktis masih beroperasi. Situasi semakin tidak bisa aku tolerir, dan aku bersiap untuk pergi ke Petrograd.

“Kau telah ditetapkan sebagai persona non grata—orang yang tidak diinginkan,” kata Augustine Souchy, seorang delegasi dari Serikat Sindikalis Jerman, saat kami duduk di Delovoi menerjemahkan resolusi-resolusi yang diserahkan oleh Losovsky untuk perwakilan-perwakilan buruh di Swedia, Norwegia, dan Jerman.

“Oleh dua kubu,” aku tertawa. “Teman-temanku di kubu kiri menyebutku seorang Bolshevik, sementara kaum komunis menaruh curiga kepadaku.”

“Banyak di antara kita mengalami situasi yang sama,” jawab Souchy.

Bertrand Russel datang dan memanggilku. “Aku pikir tidak akan ada izin yang dikeluarkan bagi kit untuk mengunjungi Peter Kropotkin,” ujarnya. “Selama lima hari terakhir ini mereka menjanjikan akan menyediakan kereta. Jawabannya selalu, ‘akan datang sebentar lagi’, dan hari demi hari berlalu selama kita terus menunggu.”

Seorang komunis berambut keriting, salah satu pemandu berbahasa Inggris yang ditugaskan mendampingi Misi Inggris, melewati kami dengan santai, seakan-akan tidak peduli dengan percakapan kami.

“Apakah keretanya sudah siap?” tanya Russel kepada orang itu. “Seharusnya keretanya sudah datang pukul sepuluh pagi, sekarang sudah jam dua sore.”

“Komisar baru saja mengatakan kepadaku bahwa keretanya rusak,” jawab pemandu itu.

Russel tersenyum. “Mereka menyabotase kunjungan kita,” ucapnya, “kita harus membatalkannya.”

Kemudian dia melanjutkan dengan sedih, “Aku merasa seperti seorang tawanan, setiap langkah diawasi. Saat di Petrograd aku menyadari pengawasan yang mengganggu ini. Mereka sungguh bodoh.”

Aku mendengar beberapa delegasi Inggris membicarakan pertemuan orang-orang percetakan yang baru saja mereka hadiri. Melnitchansky, dan kaum Bolshevik lain yang berbicara di pertemuan itu, memuji secara berlebihan rezim Soviet dan kediktatoran komunis. Tiba-tiba seorang lelaki berjanggut hitam panjang muncul di panggung. Sebelum seorang pun menyadari identitasnya, dia melancarkan serangan terhadap orang-orang Bolshevik. Dia menyebut Bolshevik sebagai perusak revolusi dan menghina tirani mereka lebih buruk dari tirani Tsar. Orasinya yang berapi-api membuat hadirin tertegun. Kemudian seseorang berteriak, “Siapa kau?! Sebutkan namamu!”

“Aku Tchernov, Victor Tchernov,” jawab orang itu dengan suara yang tegas dan menantang.

Orang-orang Bolshevik di atas panggung berdiri dengan marah.

“Hore! Hidup Tchernov! Tchernov pemberani!” teriak hadirin, dan tepuk tangan meriah ditujukan kepada pemimpin Revolusioner Sosial dan mantan Presiden Majelis Konstituen itu.

“Tangkap dia! Tangkap pengkhianat itu!” terdengar teriakan orang-orang komunis. Kemudian terjadi keributan di atas panggung, tetapi Tchernov telah menghilang.

Beberapa orang Inggris itu terkesan dan kagum atas keberanian lelaki yang menjadi buron Tcheka begitu lama. “Mengesankan,” ucap seorang Inggris.

“Aku merinding membayangkan apa yang akan terjadi kepadanya jika tertangkap,” ucap yang lain.

“Sungguh cerdik, caranya menghilang.”

“Orang-orang percetakan harus membayar kejadian itu.”

“Aku mendengar para pemimpin pembuat roti Soviet Ketiga telah ditangkap dan mereka dipenjara hanya karena menuntut roti lebih banyak.”

“Sangat berbeda dengan negeri kita,” seorang delegasi menghela napas. “Tetapi aku percaya kita semua sepakat blokade harus diangkat.”