Mitos Bolshevik
(Diary 1920–1922)
Alexander Berkman
Terbit: Sebagai pamplet oleh
Teks asli: oleh
Proofed: oleh
Terbit dalam bahasa Indonesia:
Terjemah:
Proofreading terakhir:
Bab III
Di Petrograd
21 Januari, 1920.- Mentari musim dingin yang menyilaukan terbit di atas Neva yang luas dan memutih. Gedung-gedung megah di sisi lain sungai, dengan markas Angkatan Laut membelakangi puncak-puncaknya yang tinggi, tinggi dan ramping. Benar-benar anggun.
Gedung-gedung milik kerajaan berjejer sepanjang mata memandang, Istana Musim Dingin mencuat di tengah suasana yang dingin. Kusir sebuah kereta kuda yang bergetar terlihat begitu tenang di atas batu Finlandia, bersiap untuk beputar melewati puncak Petropavlovskaya yang tinggi, menjaga kota impiannya.
Pemandangan yang begitu akrab di masa mudaku di ibu kota Tsar. Lewat sudah kisah keagungan masa lalu, kemegahan kaum bangsawan, orang-orang terhormat yang riang gembira, barisan-barisan kaku tentara budak yang berbaris menuju suara drum yang bergemuruh.
Tangan revolusi telah mengubah kota yang sesak dengan kemalasan itu, menjadi rumah bagi kaum buruh. Semangat pemberontakan bahkan telah mengubah nama-nama jalan. Jalan The Nevsky, yang diabadikan oleh Gogol, Pushkin, dan Dostoyevsky, telah diubah menjadi Prospek 25 Oktober. Lapangan di depan Istana Musim Dingin sekarang dinisbahkan kepada Uritsky; Kamenovstrovsky sekarang dinamai Fajar Merah
Di Duma, patung setengah badan Lasale yang heroik, menatap orang-orang yang lewat, sementara sebagai simbol Hari Baru di Konoguardeisky
Boulevard, berdiri patung Volodarsky dengan tangan terbuka menyambut orang-orang.
Hampir setiap jalan mengingatkan aku akan perjuangan di masa lalu. Di sana, di depan Istana Musim Dingin, berdiri pendeta Gapon di tengah-tengah ribuan orang yang yang datang untuk memohon berkah dan roti kepada “Bapak Kecil”. Lapangan itu pernah berwarna merah pekat oleh darah kaum buruh di satu hari yang menentukan di bulan Januari 1905. Dari kuburan mereka, setahun kemudian, bangkit Revolusi yang pertama, dan sekali lagi tangisan kaum tertindas tenggelam oleh dentuman artileri. Kemudian teror merajalela, dan banyak orang yang binasa di tiang gantungan atau di penjara. Tapi revolusi tak pernah berhenti, dan akhirnya Tsarime menyerah, tak kuasa mempertahankan diri, ditinggalkan oleh semua, tanpa ada yang menyesali kemusnahannya. Lalu datanglah Revolusi Oktober yang luar biasa dan kejayaan masyarakat. Dan sejak saat itu Petrograd menjadi garis depan pertempuran.
Kota ini tampak sepi. Populasinya hampir 3 juta orang pada 1917, sekarang hanya tersisa 500 ribu orang. Perang dan kekejaman nyaris membinasakan Petrograd. Dalam pertempuran melawan Kaledin, Denikin, Koltchak, dan pasukan Putih lainnya, kaum buruh Kota Merah ini kalah telak. Proletarian terbaiknya gugur untuk revolusi.
Jalanan terlihat sepi, orang-orang sedang berada di pabrik untuk bekerja. Di satu sudut jalan, seorang perempuan muda milisi, dengan senapan di tangan berjalan mondar-mandir. Sesekali orang-orang berwajah muram lewat, dengan tubuh terbungkus pakaian tebal, menyeret kereta dorong yang terisi barang bawaan yang berat.
Toko-toko tutup, dengan lampu depan tetap menyala. Papan nama toko-toko itu masih terpasang di tempatnya -bergambar buah dan sayuran, mengiklankan barang-barang yang tak mungkin lagi ditemukan di toko-toko itu. Pintu dan jendela terkunci rapat. Yang tersisa hanyalah kesunyian.
Tidak ada lagi Apraksin Dvor yang tenar. Semua kekayaan negeri ini, yang dibeli atau yang dicuri, dikirimkan dan dipamerkan di kota itu, untuk menggoda para pelancong. Barinya dan babu yang berkualitas, buruh tani berambut pirang dan Tartar yang berwajah muram, siswa-siswa yang bodoh, dan pencuri-pencuri ulung, berbaur di sini, di alam demokrasi bebas sebuah pasar. Semuanya pernah ada di Dvor; tubuh-tubuh manusia diperjualbelikan, jiwa ditukar dengan uang.
Sekarang semuanya telah berubah. Di pintu masuk Kuil Buruh tertera kalimat yang melegenda, “Siapa pun yang Tidak Bekerja, Tidak Akan Mendapat Makanan.”
Di stolovaya (ruang makan publik), sup sayuran dan kasha disajikan. Orang-orang yang hadir di tempat itu, juga membawa roti mereka sendiri, yang diperoleh di titik-titik distribusi. Aula besar itu tidak memiliki penghangat ruangan, dan orang-orang duduk dengan topi dan mantel melekat di tubuh mereka. Mereka tampak pucat dan kedinginan, juga tamapk kurus. “Andai saja blokade itu dicabut,” kata orang di sebelahku, “Kita pasti akan selamat.”
Beberapa bagian dari kota ini menjadi saksi kampanye Yudenitch baru-baru ini. Di sana sini tampak sisa-sisa barikade, tumpukan-tumpukan karung pasir, dan artileri yang dipasang di gerbong, di sebuah stasiun kereta. Kisah tentang pertempuran itu masih ramai dibicarakan orang.
“Pertempuran itu adalah perjuangan manusia-manusia super,” kata si kecil Vera, yang bercerita dengan antusias. “Musuh jumlahnya lima kali lipat dari jumlah kami, di gerbang terakhir kami -di Krasnaya Gorka—tujuh mil dari pusat kota. Laki-laki dan perempuan, bahkan anak-anak, ikut berjuang dengan membangun barikade-barikade, membawakan amunisi kepada para pejuang, dan bersiap untuk mempertahankan rumah-rumah kami sampai titik darah penghabisan.”
Vera baru berumur delapan belas tahun, cantik dan lembut seperti bunga lili, tapi dia mengoperasikan senapan mesin.
“Tentara Putih begitu yakin akan kemenangan mereka,” lanjut Vera, “Mereka bahkan telah mendistribusikan selebaran dan telah menunjuk gubernur militer untuk Petrograd. Pejabat-pejabat Yudenitch bersama staff mereka sudah berada di tengah kota secara diam-diam, untuk menunggu kemenangan dan kedatangan pemimpin mereka. Kami benar-benar putus asa, dan semuanya tampak telah musnah. Tentara kami, yang semakin sedikit jumlahnya dan sudah begitu kelelahan, menjadi semakin kecil hati. Pada saat itulah Bill Shatov maju ke muka. Dia mengumpulkan sejumlah tentara bersamanya untuk maju atas nama Revolusi. Suaranya yang kuat terdengar sampai hingga batas yang terjauh. Kemampuan berbicaranya menyalakan kembali semangat Revolusi, menginspirasi kekuatan dan keyakinan baru.
‘Majulah anak-anak! Demi Revolusi!’suara Shatov menggelegar, dan seperti dibakar amarah, kaum buruh melemparkan diri mereka sendiri ke tengah-tengah pasukan Yudenitch. Bunga-bunga proletariat Petrograd berguguran dalam pertempuran itu, tapi Revolusi dan Kota Merah berhasil diselamatkan.”
Dengan bangga Shatov memperlihatkan kepadaku medali Pita Merah di dadanya. “Untuk Krasnaya Gorka,” katanya, dengan senyum tersungging di bibirnya.
Dia selalu dikenang sebagai kawan baik yang periang saat kami di Amerika. Sekarang dia semakin matang dan kaya akan pengalaman di dalam Revolusi. Dia pernah menduduki banyak posisi penting, dan berhasil memenangkan reputasi sebagai pekerja yang efisien dan pengorganisasi yang sukses. Shatov belum bergabung dengan Partai Komunis, karena dalam beberapa poin penting, dia tidak sepakat dengan kaum Bolshevik. Dia tetap seorang Anarkis, yang percaya akan penghapusan total pemerintahan politis sebagai satu-satunya jalan menuju kebebasan individual dan kesejateraan bersama.
“Kita baru saja melewati tahapan yang sulit dari revolusi sosial yang penuh kekerasan,” kata Shatov. “Beberapa front harus dipertahankan, dan kita membutuhkan pasukan yang kuat dan berdisiplin. Masih banyak plot kontra revolusi yang harus diawasi dan kaum Tcheka harus waspada terhadap para konspirator. Tentu saja, kaum Bolshevik telah melakukan beberapa kesalahan, itu karena mereka juga manusia. Kita hidup di periode transisi, di mana banyak kebingungan, bahaya, dan penderitaan. Ini adalah saat yang sulit, dan kita wajib memberikan pertolongan dalam pertahanan dan pembangunan. Kita, Anarkis, harus tetap yakin akan idealisme kita, tapi kita jangan dulu memberikan kritik di saat seperti ini. Kita harus ikut bekerja dan membantu untuk membangun.”
***
Para penumpang kapal Buford ditempatkan di Smolny. Sebagai undangan Zorin, aku tinggal di Hotel Astoria, yang sekarang dikenal sebagai Rumah Utama Soviet. Zorin, yang sewaktu di Amerika dipekerjakan sebagai buruh tambang, sekarang menjabat sebagai Sekretaris Partai Komunis Seksi Petrograd. Aku terkesan dengan sikapnya sebagai seorang komunis yang setia dan seorang pekerja keras. Istrinya, Liza, yang juga imigran dari Amerika, adalah tipikal I.W.W. Walaupun terlihat sangat feminin, dia adalah orang yang keras dan siap untuk berbicara, dan seorang Bolshevik yang antusias.
Bersama-sama kami mengunjungi Smolny. Awalnya tempat itu merupakan tempat eksklusif bagi para perempuan muda dari keluarga kaya. Sekarang gedung itu berubah menjadi kantor Pemerintah Petrograd yang sibuk. Pusat Internasional Ketiga juga bertempat di sini, dan tempat Zinoviev, sekretarisnya, sebuah lorong yang besar, mewah, dan dihiasi oleh bunga-bunga dan tanaman di dalam pot. Di mejanya aku memperhatikan sebuah tas kulit yang besar, hadiah dari rekan kerjanya.
Di ruang makan Smolny aku bertemu dengan sejumlah pejabat Partai Komunis dan Soviet. Sebagian mengenakan seragam militer, sebagian lagi mengenakkan korduroy dan kemeja hitam untuk mahasiswa, dengan sabuk di pinggang mereka. Semua tampak pucat, dengan mata sayu, dan tulang pipi yang tinggi, hasil dari kekurangan makanan, kerja yang berlebihan, dan kecemasan.
Makan malamnya jauh lebih banyak daripada yang disediakan di stolovoya publik. “Hanya pekerja yang bertanggung jawab, komunis yang memegang posisi penting, yang boleh makan malam di sini,” kata Zorin.
Zorin menjelaskan, ada beberapa tingkatan di situ. Tentara dan pelaut menerima satu setengah pon roti per hari, juga gula, garam, tembakau, dan daging jika memungkinkan. Buruh pabrik mendapatkan satu pon, sementara buruh non-produksi -sebagian besar kaum intelektual—hanya menerima setengah pon, bahkan kurang. Zorin yakin di dalam sistem yang seperti itu tidak ada diskriminasi. Pembagian itu hanyalah pembagian berdasarkan nilai kerja seseorang.
Aku ingat ucapan Vera, “Rusia sangat miskin. Tapi apa pun itu, semua harus dibagi. Yang ada adalah keadilan, tidak seorang pun yang akan
mengeluh.”
***
Pada malam hari, aku menghadiri peringatan kelahiran Alexander Herzen. Untuk pertama kalinya aku menemukan diriku di dalam Istana Tsar, yang membuatku dipenuhi rasa terpesona yang terbawa dari masa kecilku. Aku tak pernah memimpikan bahwa nama Herzen yang terlarang, Nihilis yang ditakuti dan musuh Romanovs, akan diagung-agungkan di tempat itu.
Bendera-bendera merah dan umbul-umbul menghiasi ruangan. Dengan perasaan ingin tahu aku membaca sebuah prasasti:
“Sosialisme adalah agama manusia
Sebuah agama yang bukan milik surga tapi milik bumi.”
“Kekuasaan kaum buruh dan tani selamanya.”
Sebuah spanduk besar menampilkan sebuah lonceng (Kolokol), judul dari sebuah paper yang diterbitkan Herzen di pengasingan. Di sampingnya tertulis “1870-1920” dan di bawahnya tertulis kata-kata:
“Bukan di urat nadimu engkau mati;
Apa yang kau tanam akan tumbuh.“
Setelah pertemuan itu, semua yang hadir berpawai menuju rumah Herzen yang masih terawat di Nevsky. Iring-irinan di jalan yang gelap, yang hanya diterangi oleh obor beberapa orang, alunan musik dan lagu revolusi, antusiasme para lelaki dan perempuan, seakan terpisah dari suasana dingin yang getir. Semua ini benar-benar membuatku terkesan. Silhuet pawai ini bagaikan bayangan masa lalu yang datang, jiwa para martir dari masa Tsar yang bangkit untuk menuntut ketidakadilan di masa lalu.
Betapa benarnya moto Herzen: “Bukan di urat nadimu engkau mati, Apa yang kau tanam akan tumbuh.”
***
Ruang pertemuan Istana Tauride dipenuhi oleh pejabat-pejabat Soviet dan para tamu. Ada sebuah sesi khusus yang digelar untuk membicarakan situasi yang sulit akibat musim dingin yang berat ini, dan juga semakin menipisnya persediaan makanan dan bahan bakar.
Lorong demi lorong di hadapanku, dipenuhi oleh para lelaki dan perempuan yang mengenakan pakaian kerja yang lusuh. Wajah mereka pucat, sementara tubuh mereka begitu kurus. Di sana sini terlihat orang-orang yang berpakaian petani. Mereka duduk dengan tenang dan sedikit bicara, tampak seperti kelelahan setelah bekerja seharian.
Band militer memainkan lagu “Internasionale”, dan hadirin langsung berdiri. Kemudian Zinoviev naik ke atas podium.
“Musim dingin telah mengakibatkan banyak penderitaan,” katanya. “Hujan salju yang deras telah menutup jalur kereta, dan Petrograd nyaris terisolasi. Pengurangan jatah makanan harus dilakukan.”
Dia merasa yakin bahwa kaum buruh Petrograd -yang paling revolusioner dan pendukung utama komunisme—akan memahami bahwa pemerintah sudah mempertimbangkan langkah itu, dan pasti mereka menyetujui keputusan itu.
“Kondisi ini hanya akan berjalan sementara,” kata Zinoviev. “Revolusi telah sukses di setiap tempat. Tentara Merah berjaya memenangkan pertempuran. Tentara Putih akan segera dikalahkan sepenuhnya, dan negara ini akan segera bangkit secara ekonomi, dan kaum buruh akan segera memetik buah dari pengorbanan mereka selama ini. Kaum imperialis dan kapitalis di seluruh dunia berdiri melawan Rusia, tapi proletariat di semua tempat bergabung dengan revolusi ini. Revolusi sosial akan segera meledak di Eropa dan Amerika. Tidak lama lagi kapitalisme akan terkubur. Lalu perang dan pertumpahan darah akan berakhir, dan Rusia akan menerima bantuan dari kaum buruh di setiap negara.”
Radek, yang baru saja kembali dari Jerman, di mana dia dipenjara, naik podium menyusul Zinoviev. Dia mengatakan hal yang menarik tentang pengalamannya, mencambuk “pahlawan sosial” Jerman dengan sarkasme yang menggigit.
“Sebuah Partai Sosialis palsu,” katanya, “sedang memegang kekuasaan, tapi terlalu pengecut untuk memperkenalkan sosialisme. Mereka adalah para pengkhianat revolusi. Scheidemann, Bernstein, dan lainnya, kaum borjuis reformis, agen-agen militer Sekutu dan pemodal internasional. Satu-satunya harapan adalah Partai Komunis Jerman, yang sedang tumbuh perlahan tapi pasti, dan mendapat dukungan dari kaum proletar Jerman. Negeri itu akan segera disapu oleh revolusi, bukan oleh Partai Sosial Demokratik, tapi oleh revolusi komunis, seperti yang dilakukan oleh Rusia. Kemudian, kaum buruh Jerman akan datang untuk membantu saudara-saudara mereka di Rusia, dan dunia akan belajar tentang apa yang bisa diraih oleh proletariat revolusioner.”
Kemudian Joffe naik podium. Dia memiliki penampilan aristokrat, berpakaian pantas, dan janggutnya tercukur rapi. Dia tampak sebagai orang asing di tengah aula yang dipenuhi buruh berpakaian lusuh. Sebagai Ketua Komite Perdamaian, dia melaporkan suksesnya perjanjian dengan Latvia, yang disambut dengan tepuk tangan. Orang-orang ini begitu ingin perdamaian, tak peduli apa pun kondisinya.
Tadinya aku ingin mendengar para perwakilan berbicara, untuk belajar tentang pandangan dan sentimen orang-orang yang mereka wakili. Tapi, para anggota Soviet tidak ikut aktif dalam acara itu. Mereka hanya mendengarkan pidato, dan memberikan suara secara mekanis terhadap resolusi-resolusi yang dibuat oleh Presidium. Tidak ada diskusi saat itu, dan membuat acara tersebut kehilangan nilai pentingnya.
***
Terjadi beberapa perselisihan di antara orang-orang Bufford. Para anarkis memprotes adanya diskriminasi yang lebih mengutamakan orang-orang komunis di dalam kelompok kami, dan aku berulang-ulang meminta kepada Smolny untuk mengatasi persoalan ini.
Mereka mulai kesal atas adanya penundaan tugas. Aku sudah menyiapkan angket untuk kelompok kami, membagi orang-orang berdasarkan kemampuan masing-masing, untuk memudahkan penempatan mereka di tempat yang paling tepat. Tapi setelah dua minggu, kami masih gentayangan di departemen-departemen Soviet, antre berjam-jam untuk mendapatkan dokumen agar bisa bekerja.
Aku sudah menegaskan kepada Zorin, bahwa kami adalah aset penting bagi Rusia. Kami terdiri dari para mekanik, penambang, tukang cetak, yang pasti diperlukan dalam situasi yang minim dengan pekerja yang memiliki kemampuan.
“Kenapa menyia-nyiakan waktu dan energi mereka?” tanyaku.
Aku juga menyinggung persoalan penukaran mata uang Amerika. Banyak di antara kami yang membawa uang. Jatah makanan tidak akan cukup, dengan uang itu banyak yang bisa dibeli: roti, mentega, tembakau, bahkan daging yang dijual di pasar.
Setidaknya seratus orang dari kami sudah menukar dolar mereka dengan uang Soviet. Dengan mempertimbangkan bahwa setiap orang harus mencari tempat penukaran uang sendirian, sering juga ditunjukkan ke tempat yang salah, dan waktu yang harus dihabiskan oleh setiap orang di departemen keuangan Soviet, dapatlah disimpulkan bahwa rata-rata setiap orang akan menghabiskan tiga jam untuk setiap transaksi. Jika mereka memiliki komite tersendiri, semua persoalan itu dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari sehari.
“Komite seperti itu dapat digunakan untuk mengurusi persoalan mereka, dan akan menghemat waktu,” kataku.
Zorin setuju. “Hal itu layak untuk dicoba,” kata dia.
Aku mengusulkan untuk datang ke Smolny, untuk memanggil orang-orang dari Bufford untuk berkumpul, lalu memaparkan usulanku, dan langsung membentuk komite.
“Akan sangat baik jika komite ini diberi sebuah ruangan kecil sebagai kantor komite, yang dilengkapi dengan telepon untuk bertransaksi,” kataku.
“Kamu sangat Amerika,” kata Zorin sambil tersenyum. “Kamu menginginkan semuanya dibereskan di satu tempat. Tapi bukan begitu caranya. Aku akan memasukkan usulan ini kepada pihak yang berwenang, lalu kita lihat akan bagaimana hasilnya nanti.”
“Dalam ukuran apa pun,” kataku, “Aku sangat berharap persoalan ini akan selesai segera. Dan kamu bisa memanggilku kapan saja, karena aku sangat ingin membantu.”
“Tapi,” kata Zorin, “Perdagangan sudah dilarang. Menjual dan membeli adalah spekulasi. Orang-orangmu tidak boleh melakukan hal seperti itu.”
“Kamu tidak menyebut membeli satu pon roti sebagai spekulasi,” jawabku. “Selain itu, adanya pembedaan dalam pemberian jatah makanan telah mendorong terjadinya perdagangan. Pemerintah juga masih tetap mengeluarkan uang, artinya uang beredar secara legal.”
“Ya,” kata Zorin, yang tampaknya tidak suka dengan pembicaraan ini. “Tapi lebih baik katakan kepada orang-orangmu untuk tidak berspekulasi lagi. Hanya shkurniki, para pencari keuntung pribadi yang melakukan perdagangan.”
“Kamu tidak adil Zorin,” kataku. “Orang-orang Buford sudah menyumbangkan sebagian besar uang mereka, untuk membeli barang dan obat-obatan bagi anak-anak Petrograd. Mereka bahkan memberikan barang-barang pribadinya, dan sedikit uang yang mereka miliki sekarang telah ditukar oleh pemerintah dengan uang Soviet.”
“Lebih baik kamu mengingatkan mereka,” kata Zorin menegaskan.