Mitos Bolshevik
(Diary 1920–1922)
Alexander Berkman
Terbit: Sebagai pamplet oleh
Teks asli: oleh
Proofed: oleh
Terbit dalam bahasa Indonesia:
Terjemah:
Proofreading terakhir:
Bab I
Catatan Perjalanan “Buford” di Geladak U.S.T “Buford”
23 Desember, 1919.- Kami berada di suatu tempat dekat Azores. Sudah tiga hari berada di tengah laut, dan tidak ada seorang pun yang tahu kemana kami akan dibawa pergi. Sang kapten mengatakan, dia berlayar berdasarkan perintah rahasia. Para lelaki di kapal ini hampir gila dengan segala ketidakpastian, dan rasa cemas atas nasib para perempuan dan anak-anak yang
ditinggal di belakang. Bagaimana jika kami didaratkan di wilayah Denikin1?
***
Kami telah diculik. Benar-benar diculik dari atas kasur di tengah malam. Saat itu tanggal 20 Desember malam, ketika para penjaga penjara memasuki sel kami di Pulau Ellis dan memerintahkan kami untuk “segera bersiap.” Aku baru saja melepas pakaian, dan yang lain sedang tidur di dipan masing-masing. Kami diambil secara mendadak. Sebagian dari kami menduga akan dideportasi, tapi kami telah dijanjikan beberapa hari sebelumnya; bahwa sebagian orang akan dibebaskan dengan membayar jaminan, dan kasus-kasus mereka bahkan belum diloloskan oleh pengadilan.
Kami dibawa ke sebuah ruangan yang besar dan kosong di bagian atas gedung itu. Para lelaki berdiri berdesak-desakan, menyeret apa pun yang bisa mereka bawa, yang dikemas terburu-buru dalam suasana yang mencekam dan membingungkan. Jam empat pagi perintah sudah mulai dilaksanakan. Dalam keheningan kami dibariskan menuju lapangan penjara, dipimpin oleh para penjaga, dan dikawal di setiap sisi oleh para dektektif kota dan Federal. Saat itu gelap dan dingin. Udara malam benar-benar dingin sampai ke tulang. Di kejauhan terlihat cahaya kerlap-kerlip, tanda sebuah kota besar yang sedang tertidur.
Seperti bayangan, kami melewati lapangan penjara menuju sebuah fery, terseok-seok di tanah yang tak rata. Kami tidak bicara. Para penjaga penjara juga terdiam dalam keheningan. Tetapi, para detektif tertawa-tawa sangat keras, menyumpahi, dan menyindir kami yang berjalan di dalam barisan yang sepi.
“Jangan pernah kalian menyukai negeri ini, bajingan! Sekarang kalian akan pergi, anak-anak sundal!”
Akhirnya kami sampai di kapal uap itu. Aku melihat tiga perempuan, teman sesama tahanan, juga dibawa ke kapal ini. Tanpa disadari, sirene berhenti berbunyi dan kapal ini mulai bergerak. Dalam setengah jam, kami sudah dinaikan ke “Buford”, yang sudah menunggu di teluk.
Jam enam pagi, Minggu, 21 Desember, kami memulai perjalanan. Perlahan kota besar itu menyusut, terbungkus kabut berwarna susu. Gedung-gedung pencakar langit, garis-garisnya terlihat suram, terlihat seperti istana-istana peri yang diterangi cahaya bintang. Lalu, semuanya tenggelam di kejauhan.
***
24 Desember.- Buford adalah kapal tua yang dibangun pada tahun 1885. Kapal ini pernah digunakan sebagai kapal transport militer selama Perang Filipina, dan sekarang sudah tak layak jalan lagi. Air laut masuk terus menerus, mengalir melalui lubang palka. Air setinggi dua inci menggenangi lantai, barang bawaan kami basah, dan di sini tidak ada penghangat.
Tiga teman perempuan kami menempati kabin yang berbeda. Para lelaki dihimpitkan di dalam sebuah ruangan sempit dan berbau tak sedap. Kami tidur di dipan yang dibangun tiga tingkat. Tali pengikat dipan yang berada di atasku begitu longgar, sehingga dipan itu melorot begitu rendah karena beban orang yang menidurinya. Dipan itu menggores wajahku, setiap kali orang itu bergerak.
Kami adalah para tahanan. Penjaga bersenjata di dek, di gang, dan di setiap pintu. Mereka membisu dan bermuka masam. Perintah bagi mereka sangat tegas: dilarang berbicara dengan kami. Kemarin aku menawari salah satu penjaga itu sebutir jeruk -karena aku pikir dia sakit. Tapi dia menolaknya.
Hari ini kami mendengar di radio, tentang penangkapan orang-orang radikal di seluruh wilayah Amerika Serikat. Mungkin berkaitan dengan protes atas pendeportasian kami.
Ada banyak kebencian tertanam di dada orang-orang kami, karena kebrutalan yang menyertai pendeportasian ini, dan begitu mendadaknya keputusan itu dikeluarkan. Mereka tidak diberi waktu untuk membawa uang atau pakaian. Beberapa orang bahkan ditangkap di bengkel kerja mereka, dimasukkan ke penjara, dan dideportasi tanpa diberi kesempatan untuk mengambil upah mereka. Aku yakin warga Amerika, jika diberi tahu tentang hal ini, tidak akan berdiam diri untuk membiarkan lagi satu kapal penuh orang-orang yang dideportasi, yang dilayarkan ke tengah Atlantik tanpa membawa pakaian yang cukup untuk membuat mereka hangat. Aku punya keyakinan terhadap orang-orang Amerika, tapi pemerintah Amerika sangat birokratik dan kasar.
Cinta akan tanah asal, akan rumah, mulai terwujud dengan sendirinya. Aku memperhatikan hal itu, terutama di antara mereka yang telah menghabiskan waktu beberapa tahun di Amerika. Lebih sering orang-orang dari Rusia Selatan berbicara dalam bahasa Ukraina. Tak sabar mereka ingin segera sampai di Rusia, untuk memeluk kembali tanah yang telah mereka tinggalkan di bawah cambuk Tsarisme, dan kini menjadi tanah yang paling merdeka di muka bumi.
Kami membuat sebuah komite untuk membuat sensus. Kami berjumlah 246 orang, di samping tiga perempuan teman kami. Kami terdiri dari berbagai tipe orang dan kebangsaan: orang-orang Rusia dari New York dan Baltimore, penambang Ukraina dari Virginia, orang-orang Lett, orang-orang Lithuania, dan seorang Tartar. Mayoritas adalah anggota Persatuan Pekerja Rusia, sebuah organisasi anarkis yang memiliki perwakilan di seluruh Amerika dan Kanada. Sekitar sebelas orang berasal dari Partai Sosialis di Amerika Serikat, sebagian lainnya adalah non-partisan. Di antara mereka terdapat para editor, dosen, dan pekerja kasar. Sebagian memiliki brewok, tipikal orang Rusia, sebagian lainnya tercukur rapi, terlihat sangat Amerika penampilannya. Sebagian besar memiliki roman wajah Slavik, dengan wajah yang lebar dan tulang pipi yang tinggi.
“Kita akan bekerja seperti iblis demi Revolusi,” kata Big Samuel, penambang dari West Virginia, kepada orang-orang di sekitarnya. Dia menggunakan bahasa Rusia.
“Pasti kami akan bekerja keras,” terdengar suara dari pojok, dalam bahasa Inggris. Dia adalah maskot kabin kami, seorang pemuda berpipi merah, dengan tinggi enam kaki. Kepadanya kami memanggil “Baby.”
“Aku untuk Baku2,” kata seorang yang lebih tua. “Aku seorang penambang minyak. Mereka pasti akan membutuhkan aku.”
Aku merenungkan Rusia, negeri yang sedang melakukan revolusi, sebuah revolusi sosial yang telah membalikkan semua fondasi, baik secara politis, ekonomis, dan etis. Di sana ada invasi Sekutu, blokade, dan gerakan kontra-revolusi dari dalam. Semua kekuatan harus dikerahkan, pertama sekali, untuk mengamankan kemenangan mutlak kaum buruh. Perlawanan kaum borjuis dari dalam harus dihancurkan, harus diobrak-abrik agar kami tak dikalahkan. Setelah itu, semua hal lainnya akan menyusul.
Aku berpikir bahwa revolusi ini dianugerahkan kepada Rusia, negeri yang diperbudak dan dikuasai tirani selama berabad-abad, dan mengantarkannya menuju hari baru! Ini nyaris melebihi keyakinan akan pemahaman lama. Kemarin sebagai negeri terbelakang, hari ini menjadi yang terdepan. Apalagi kalau bukan sebuah keajaiban?
Terang-terangan aku nyatakan, sisa hidupku akan diabdikan untuk melayani masyarakat Rusia yang luar biasa.
***
25 Desember.- Pasukan militer di kapal Buford berada di bawah komando seorang kolonel Tentara Amerika Serikat. Dia seorang lelaki berperawakan tinggi dan tampak bersahaja. Di bawah kendalinya, beberapa perwira dan sepasukan tentara yang tangguh. Sebagian besar adalah tentara reguler. Pengawasan langsung terhadap para tahanan dilakukan oleh perwakilan Pemerintah Federal, Tuan Berkshire, yang ada di sini bersama beberapa anggota agen rahasia negara. Kapten kapal Buford berada di bawah perintah oleh sang Kolonel, yang merupakan penguasa tertinggi di atas kapal.
Para tahanan ingin berolah raga di dek dan berkumpul dengan tiga kamerad perempuan kami. Aku dipilih oleh mereka sebagai juru bicara. Lalu aku menyerahkan tuntutan itu kepada Berkshire, tapi kemudian dia menyuruhku untuk menyerahkannya kepada sang Kolonel. Aku menolak untuk meminta kepadanya, karena kami adalah tahanan politik, bukan tahanan militer.
Orang Federal itu kemudian memberitahuku bahwa “pihak berwenang yang lebih tinggi” memberi kami izin untuk berolah raga di dek, tapi permintaan untuk berkumpul dengan tiga kawan perempuan kami tidak dikabulkan. Namun, aku diberi izin untuk melihat sendiri kondisi tiga perempuan itu, yang mereka katakan “menerima perlakuan yang manusiawi.”
Aku ditemani Berkshire dan seorang asistennya, untuk menemui Emma Goldman, Dora Lipkin-Perkus, dan Ethel Bernstein. Aku menemukan mereka di dek atas. Dora dan Ethel sedang berselimut bersama, dan terkena mabuk laut yang paling parah. Mereka mendapat perawatan yang baik. Para “musuh berbahaya” pemerintah Amerika Serikat itu terlihat sangat sedih. Pemerintah Amerika Serikat yang sangat kuat tak pernah terlihat begitu tolol bagiku saat itu.
Tiga perempuan itu tidak mengeluhkan apa pun. Mereka diperlakukan dengan baik dan mendapatkan makanan yang baik pula. Tapi ketiganya ditempatkan di kabin yang sangat kecil, yang sebenarnya hanya cukup untuk satu orang saja. Siang dan malam, penjaga bersenjata menjaga pintu kabin mereka.
Tidak terlihat ada jejak Kristus di sudut mana pun di kapal ini, walaupun sekarang hari Natal. Yang ada hanyalah pengawasan dan pemantauan spionase, disiplin, dan kebengisan yang telah menjadi biasa. Tapi di ruang makan saat makan malam, ada tambahan makanan bagi kami: roti kismis dan cranberry. Namun, nyaris setengah meja kosong, karena sebagian besar tahanan terpuruk di dipan mereka, mabuk laut.
***
26 Desember.- Laut mengamuk. Semakin banyak orang yang terbaring tak berdaya. Baby adalah yang paling menderita di antara semuanya. Lubang palka sudah ditutup untuk mencegah air laut masuk, dan air meluap-luap di bawah dek. Hanya ada 49 orang di kompartemen ini. Yang lainnya berada di dua kompartemen lain.
Dokter kapal telah memintaku untuk membantu tugas hariannya, sebagai penerjemah dan sebagai suster. Sebagian besar orang mengeluhkan sakit di perut. Tapi ada juga kasus rematik, sciatica, dan serangan jantung. Boris bersaudara berada pada kondisi yang sangat kritis. John Birk tampak semakin lemah, sementara beberapa lainnya terlihat dalam kondisi yang buruk.
***
27 Desember.- Seorang tahanan asal Boston, mantan pelaut, mengatakan bahwa arah pelayaran Busford sudah dua kali berubah dalam satu malam. “Mungkin kita sedang mengarah ke pesisir Portugal,” katanya.
Ada rumor bahwa kami mungkin akan didaratkan di Denikin. Orang-orang menjadi sangat cemas.
Di mana pun, jiwa manusia selalu memiliki ikatan yang mendasar. Bahkan di dalam penjara sekalipun, aku melihat tragedi yang begitu dalam bisa dihibur oleh sentuhan humor. Dalam kejengkelan dan penderitaan yang luar biasa, karena tak jelasnya kemana kami akan dibawa, tiba-tiba saja muncul banyak canda dan tawa di kabin kami. Beberapa orang jenaka di antara kami menyebut Buford sebagai “Kapal Misteri.”
Pada sore hari Berkshire datang dan memberitahuku, sang Kolonel ingin bertemu denganku. Kabinnya tidak besar, tapi terang dan kering. Sangat berbeda dengan kabin yang kami tempati. Sang Kolonel bertanya kepadaku, di bagian Rusia mana kami ingin didaratkan?
“Tentunya di bagian Soviet,” kataku.
Lalu dia mulai mengajak berdiskusi tentang kaum Bolshevik. Kaum sosialis, kata dia bersikukuh, ingin mencuri harta kaum kaya yang telah diperoleh dengan susah payah, dan membaginya kepada orang-orang malas dan pengangguran.
“Setiap orang yang memiliki keinginan untuk bekerja pasti akan sukses di dunia,” kata dia, meyakinkan aku. “Setidaknya Amerika, negeri paling bebas di muka bumi, memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang.”
Aku harus menjelaskan kepadanya A, B, C ilmu sosial. Menunjukkan kepadanya bahwa tidak ada kekayaan yang bisa diciptakan, kecuali oleh buruh. Dan melalui sulap yang rumit -hukum, keuangan, ekonomi—para buruh itu dicuri hasil kerjanya. Sang Kolonel mengakui adanya cacat dan ketidaksempurnaan di sistem yang sudah ada ini -bahkan “di dalam sistem terbaik di dunia, Amerika.”
Menurutnya memang ada kegagalan-kegagalan yang diakibatkan oleh manusia. Dia berpikir, yang dibutuhkan adalah perbaikan, bukan revolusi. Dia mendengarkan dengan tidak sabar, saat aku berbicara tentang kejahatan dalam menghukum manusia karena opini mereka, dan betapa bodohnya ide mendeportasikan mereka. Tapi dia merasa yakin bahwa “pemerintah harus menjaga masyarakatnya,” dan karenanya “agitator-agitator asing itu tidak punya kepentingan apa pun di Amerika.”
Aku merasa sia-sia berdiskusi dengan seseorang yang bermental kekanak-kanakan. Aku menutup perdebatan itu dengan mengajukan pertanyaan tentang ke mana arah tujuan kapal ini. “Berlayar di bawah perintah rahasia,” adalah satu-satunya jawaban yang diberikan sang Kolonel.
***
Tahun Baru, 1920.- Kami menjadi lebih akrab dengan para tentara. Mereka menjual kepada kami pakaian tambahan, sepatu, dan segala yang bisa mereka jual. Orang-orang kami mulai mendiskusikan tentang perang, pemerintah, dan anarkisme bersama para pejaga.
Beberapa di antara penjaga itu menunjukkan ketertarikannya, dan mereka mencatat alamat-alamat di New York, di mana mereka bisa mendapatkan literatur-literatur kami.
Salah seorang tentara -mereka memanggilnya Long Sam—adalah yang paling lantang melawan atasannya. Dia merasa sangat marah. Seharusnya dia sudah menikah pada hari Natal, tapi dia disuruh melapor untuk menjalankan tugas di Buford.
“Aku bukan tentara kurus kering seperti orang-orang Garda Nasional,” katanya, dalam logat Selatan. “Aku bertugas sebagai tentara reguler, dan apa yang aku dapat? Bukannya berada di samping kekasihku, sekarang aku berada di atas benda sialan ini, mengapung di antara neraka dan negeri antah berantah!”
Kami membentuk komite untuk mencatat setiap anggota kelompok kami yang kekurangan pakaian hangat. Para lelaki dari Pittsburgh, Erie, dan
Madison telah dikapalkan ke Pulau Ellis, dengan hanya mengenakan pakaian kerja mereka saja. Masih banyak yang lainnya yang tidak diberi kesempatan untuk membawa pakaian.
Tumpukan besar dari barang-barang yang berhasil dikumpulkan -pakaian, topi, sepatu, pakaian dalam untuk musim dingin, kaus kaki, dan lainnya—ditempatkan di tengah-tengah kabin kami, dan anggota komite mulai membagi-bagikan barang-barang itu. Terdengar banyak teriakan, tawa, dan canda. Inilah upaya pertama kami dalam mempraktikan komunisme. Kumpulan orang yang mengitari anggota komite, bahu membahu menyodorkan permintaan setiap orang, dan setiap orang menjalankan fungsinya masing-masing. Rasa paling vital dari keadilan sosial baru saja terwujudkan.
***
2 Januari, 1920.- Di Teluk Bisay. Kapal berputar-putar dengan keras. Para pelaut mengatakan, semalam badai telah menghempaskan kapal ini keluar dari jalurnya. Beberapa kapal di wilayah itu, kelihatannya kapal Jepang, mengeluarkan tanda meminta tolong. Kami sendiri sedang berada dalam kesulitan yang sama dan tidak bisa membantu mereka.
Sore hari, kapten kapal dikirim untuk menemuiku. “Buford bukanlah kapal yang modern,” kata dia. “Dan kita berada di perairan yang sulit diarungi.”
Selain itu, kata dia, saat ini adalah saat yang buruk di tahun ini, saat musim badai. Tidak ada bahaya yang khusus, tapi sebaiknya kami harus selalu bersiap. Sang Kapten menugasiku untuk bertanggung jawab atas dua belas perahu penyelamat, dan aku harus memerintahkan orang-orangku untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan jika situasi memburuk.
Kemudian aku membagi 246 tahanan lelaki itu menjadi beberapa kelompok, dan menunjuk setiap kamerad yang tertua di kelompoknya untuk menjadi ketua kelompok. Sementara tiga kamerad perempuan kami, akan ditempatkan bersama perahu penyelamat para pelaut. Kami akan mendapatkan latihan alarm, untuk mengajarkan orang-orang itu tentang bagaimana caranya mengenakan sabuk pengaman, menempatkan diri di barisan, dan segera menempati perahu masing-masing tanpa harus merasa gugup. Latihan pertama tidak begitu memuaskan. Percobaan lainnya, yang akan dilakukan mendadak, akan segera dilakukan.
***
3 Januari.- Ada rumor bahwa kami akan dibawa ke Danzig3. Semakin jelas bahwa kami sedang menuju selat Inggris dan diharapkan untuk tiba di sana esok. Kami benar-benar merasa lega.
***
4 Januari.- Tidak ada selat. Tidak ada daratan. Malam yang sangat buruk. Kapal tua ini menari-nari ke atas dan ke bawah, seperti sepatu karet yang dilemparkan ke tengah laut oleh wisatawan di Coney Island. Aku sibuk sepanjang malam mengurusi yang mabuk laut.
Semua orang, kecuali Bianki dan aku sendiri, meringkuk di dipannya. Beberapa terlihat benar-benar sakit. Keponakan Bianki, seorang anak sekolah yang masih muda, kehilangan pendengarannya. Kondisi John Birk sudah semakin memburuk. Novikov, mantan editor mingguan anarkis New York “Golos Truda” belum menyentuh makanannya selama berhari-hari. Novikov menolak membayar jaminan, selama mereka yang ikut ditahan bersamanya tetap di dalam penjara. Dia baru mau membayar jaminan jika sudah hampir mati, dan tiba-tiba dia diseret ke kapal ini untuk didepotasi. Pastilah sangat sulit dibuang dari tanah yang sudah dia tinggali selama lebih dari tiga puluh tahun, dan meninggalkan hasil kerja yang dia bangun seumur hidup.
Tapi aku merasa lega. Aku sedang menyambut masa depan, bukan masa lalu. Sejak 1917, saat revolusi pecah untuk pertama kali, aku menunggu untuk pergi ke Rusia. Shatov, sahabat dan kameradku, sudah pergi terlebih dulu dan aku berharap bisa bergabung dengannya. Tapi kasus Mooney dan adanya kebutuhan untuk pergerakan anti-perang, telah membuatku tetap tinggal di Amerika. Lalu tibalah waktu penahananku karena aku menentang pembantaian di dunia, dan aku dipenjara selama dua tahun di Atlanta.
Tapi segera aku akan tiba di Rusia. Kebahagiaan apalagi, selain bisa menyaksikan revolusi dengan mata kepala sendiri? Untuk menjadi bagiannya, untuk membantu orang-orang hebat yang sedang mengubah dunia!
***
5 Januari.- Perahu pemandu! Betapa menggembirakannya! Kirimkan kawat kepada teman-teman kami di New York, untuk mengusir kegelisahan yang harus mereka alami, karena kami telah hilang secara misterius.
***
7 Januari.- Kami sedang berada di Laut Utara. Udara begitu bersih, dingin, dan hening. Ada sedikit goncangan di sore hari. Aku mendengar suara teman-teman yang sedang benyayi di dek. Aku mendengar suara bariton Alyosha yang kuat, sang Zapevalo, yang memulai setiap stanza, lalu semua orang akan ikut bernyanyi saat chorus.
Lagu-lagu rakyat Rusia dari masa lawas, dengan refrain yang muram, membawa kami ke suasana di abad-abad kemunduran dan penderitaan, yang hening dan sepi. Lagu-lagu itu menghentakkan kebencian yang begitu terbuka dari para bourzhooi, dan menyemangati tumbuhnya militansi untuk perjuangan yang tak bisa ditunda lagi. Himne-himne gereja yang telah mereka hafal, digubah dengan kalimat-kalimat revolusi. Tentara dan pelaut berdiri mematung, terpana oleh melodi-melodi yang menyayat hati itu. Kemarin aku mendengar salah seorang penjaga menggumamkan Stenka Razin.
Kami menjadi begitu akrab dengan para penjaga, dan kami melakukannya dengan senang hati di bawah dek. Sampai-sampai kami membuat aturan sendiri, bahwa para penjaga dan tahanan tidak akan melapor kepada perwira jika terjadi perselisihan di antara kami. Setiap persoalan diserahkan kepadaku dan keputusanku mereka hormati. Berkshire berkali-kali menunjukan ketidaksukaannya atas pengaruh yang aku dapat. Dia sendiri sama sekali diabaikan oleh semua orang.
Makanan tetap sama menjijikannya. Rotinya basi dan keras. Kami mengajukan beberapa kali protes, dan pada akhirnya kepala dapur setuju atas usulanku untuk menempatkan dua orang dari kami sebagai pembuat roti.
***
8 Januari.- Saat buang sauh di Kiel Canal. Ada kebocoran di ketel uap, perbaikan pun dilakukan. Para tahanan disuruh ikut menggosok ketel— kecelakaan itu membuat perjalanan ini tertunda lama. Kami sudah muak dengan perjalanan ini. Sudah delapan belas hari kami di lautan.
Sebagian besar orang-orang yang dideportasi ini meninggalkan uang dan barang berharga mereka di Amerika. Banyak yang memiliki tabungan di bank. Tapi mereka tidak bisa mengambilnya karena penahanan dan deportasi yang mendadak ini. Aku memiliki daftar kekayaan yang dimiliki oleh kelompok kami. Jumlah totalnya mencapai 45.000 dolar. Aku menyerahkan daftar itu kepada Berkshire hari ini. Dia berjanji untuk “mengurusnya di Washington.” Hanya sedikit saja di antara kami yang memiliki harapan untuk mendapatkan kembali harta mereka.
***
9 Januari.- Begitu banyak kehebohan. Sudah dua hari kami tidak menghirup udara segar. Ada perintah, bahwa kami tidak diizinkan untuk berada di dek selama kapal ini berada di perairan Jerman. Mereka takut kami akan melakukan komunikasi dengan orang di luar sana atau “melompat dari kapal”, seperti yang berulang kali dikatakan Berkshire. Aku katakan kepadanya, satu-satu tempat yang kami inginkan hanya Soviet Rusia
Aku sampaikan pesan kepasa sang Kolonel bahwa orang-orangku menginginkan untuk berolahraga. Atmosfir di kabin sudah terasa begitu sesak. Lubang-lubang udara ditutup, dan kami mulai tersiksa. Berkshire merasa tersinggung dengan sikapku yang menyebut sang Kolonel sebagai “Pak Ketua.”
“Sang Kolonel adalah pihak berwenang tertinggi di Buford,” teriak Berkshire kepadaku.
Sekelompok tahanan yang berdiri di sekitarku menghampiri Berkshire, hingga dekat ke wajahnya. “Berkman adalah satu-satunya Kolonel yang kami akui,” kata mereka, lalu tertawa.
Aku katakan kepada Berkshire agar segera menyampaikan pesan kami kepada sang Kolonel. Kami menuntut udara segar. Jika tuntutan itu ditolak, kami akan memaksa naik ke dek. Orang-orangku sudah siap melaksanakan ancaman itu.
Pada sore hari, lubang-lubang palka mulai dibuka dan kami diizinkan naik ke atas dek. Kami melihat kapal perusak Ballard U.S.S 267 mengawal kapal kami.
***
10 Januari.- Kami ada di sebuh teluk, di seberang Kota Kiel. Di sisi lainnya, terhampar daratan dengan villa-villa yang indah dan rumah-rumah peternakan yang tampak bersih, ada nuansa kematian di tempat itu. Pembantaian besar-besaran selama lima tahun telah meninggalkan jejak yang tak dapat terhapuskan. Genangan darah mungkin sudah hilang, tapi tangan sang perusak masih tampak jelas.
Syahbandar Jerman naik ke atas kapal. “Anda terkejut dengan suasana ini?” dia bertanya. “Kami tersiksa sampai mati oleh kekuatan-kekuatan yang dibentuk untuk menjaga dunia aman bagi demokrasi. Kami belum lagi mati, tapi kami begitu tak sadarkan diri hingga susah untuk melangkah.”
***
11 Januari.- Kami melakukan kontak dengan pelaut-pelaut Jerman dari Wasserversorger. Mereka membawakan kami air segar, sementara kami memberi mereka makanan. Melalui lubang di sisi kapal, kami memasukkan bola-bola roti, jeruk, dan kentang. Kru mereka mengambil barang-barang kiriman kami, dan membaca pesan tersembunyi yang kami sampaikan kepada mereka. Salah satu pesan yang kami sampaikan adalah “Salam dari Tahanan Politik Amerika kepada Proletariat Jerman.”
Tak lama kemudian, sebagian besar penumpang kapal ini bersama para penjaganya, mabuk berat. Para pelaut mendapatkan schnapps dari pelaut Jerman dan menjualnya di atas kapal. Long Sam meracau dan membentak-bentak atasannya. Beberapa tentara memanggilku untuk sebuah pembicaraan rahasia. Mereka mengusulkan untuk memberontak dan menyerahkan kapal kepadaku, dan mereka akan ikut bersama kami ke Rusia. “Persetan dengan Tentara Amerika Serikat, kami adalah kaum Bolshevik!” teriak mereka.
***
12 Januari.- Pada siang hari Berkshire memanggilku untuk menghadap sang Kolonel. Keduanya tampak gugup dan khawatir. Sang Kolonel menunjukkan sikap benci kepadaku. Dia baru saja mendapatkan informasi bahwa aku menghasut tentaranya untuk memberontak.
“Kamu sudah bergaul dengan para prajurit dan melemahkan disiplin mereka!” bentaknya.
Dia mengatakan, senjata, amunisi, dan perlengkapan petugas telah hilang. Lalu dia memerintahkan Berkshire untuk meggeledah semua tahanan. Aku membantahnya. Aku katakan, orang-orangku tak akan mungkin melakukan hal rendah seperti itu.
Kembali ke bawah dek, aku melihat beberapa tentara ditangkap atas tuduhan pembangkangan dan mabuk-mabukan. Penjagaan digandakan di depan pintu kami dan konvoi para perwira semakin jelas diperlihatkan.
Kami melewati hari itu dengan ketegangan yang menyiksa. Tapi tak ada upaya dari penguasa kapal untuk menggeledah kami.
***
13 Januari.- Kami mulai berlayar lagi pada pukul 1.40 siang. Menuju Baltik. Aku mengira-ngira, bagaimana kapal rusak ini akan bisa bergerak ke Laut Utara dan melawan es di sana? Orang-orang, termasuk para tentara, tampak gugup: kami sedang berada di jalur yang berbahaya, penuh akan ranjau perang.
Dua kru kapal ditahan karena lalai dan terlalu lama meninggalkan kapal saat berlabuh. Aku menarik orang-orangku yang bekerja di dapur, sebagai bentuk protes atas penahanan tentara dan pelaut itu.
***
15 Januari.- Hari ke 25 di tengah laut. Kami semua merasa sangat lelah akan perjalanan ini. Belum lagi rasa takut yang terus menghantui, akan ranjau yang mungkin saja tertabrak kapal ini.
Jalur pelayaran kami berubah lagi. Berkshire menunjukkan pagi ini, bahwa kondisi di Libau tidak memungkinkan kami memasuki wilayah itu. Aku kemudian memahami bahwa pemerintah Amerika Serikat telah gagal membuat perjanjian untuk mendaratkan kami di negeri mana pun.
Para pelaut menguping pembicaraan sang Kolonel, sang Kapten, dan Berkshire, yang merencanakan untuk pergi ke Finlandia. Rencananya, aku dan Berkshire akan dikirim ke darat, dengan membawa bendera putih, hingga sejauh 70 mil, untuk berbicara dengan pihak berwenang setempat agar kami bisa dibuang di sana. Jika negosiasinya berhasil, aku akan tetap tinggal di darat, sementara Berkshire akan kembali ke kapal untuk menghubungi orang-orang kami.
Para tahanan menentang rencana itu. Finlandia sangat berbahaya bagi kami -kami telah mendengar reaksi Mannheimer terhadap ide revolusi: membantai pelaku revolusi Finlandia. Orang-orangku juga menolak untuk membiarkanku pergi. “Kita akan pergi bersama, atau tak ada seorang pun yang akan pergi,” kata mereka.
Sore harinya, dua koresponden pers Amerika naik ke atas kapal, dekat Hango, dan sang Kolonel memberi mereka izin untuk mewawancarai kami. Konsul Amerika dari Helsingfors juga ikut naik ke atas kapal bersama sekretarisnya. Dia mencoba untuk mendapatkan kuasa hukum bagi para tahanan ini, agar bisa mengumpulkan uang yang mereka tinggalkan di
Amerika. Banyak orang-orang kami yang kemudian mentransferkan rekening bank mereka kepada keluarganya.
***
16 Januari.- Pukul 4.25 sore. Kami mencapai Hango, Finlandia. Kata mereka Helsingfors tidak mungkin disinggahi.
***
17 Januari.- Kami mendarat pada pukul 2.00 siang. Kami sudah mengirimkan kabar melalui radio ke Tchicherin di Moskow dan Shatov di Petrograd, mengabari mereka tentang kedatangan kelompok pertama orang-orang buangan politik dari Amerika.
Kami akan melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta yang tertutup dari Finlandia menuju perbatasan Rusia. Kapten kapal Buford mengizinkan pasukannya untuk cuti tiga hari di tempat ini.
Kepergian kru dan tentara telah menyentuh perasaanku yang terdalam. Banyak di antara para tentara dan pelaut itu yang telah begitu dekat dengan kami dan memperlakukan kami dengan sangat baik. Mereka telah membuat kami berjanji untuk mengirim surat dari Rusia.
***
18 Januari.- Kami melintasi negeri yang diselimuti salju. Gerbong kereta yang kami tumpangi membeku. Kompartemen-kompartemennya dikunci, dengan penjagaan tentara Finlandia di setiap sisinya. Bahkan di dalam, penjaga berbaju putih berjaga di setiap pintu. Membisu, mereka dilarang untuk menatap kami. Pun demikian mereka dilarang untuk berbicara dengan kami.
Jam dua sore di Viborg. Kami benar-benar tanpa bekal makanan. Tentara Finlandia telah mencuri sebagian besar bekal yang kami bawa dari Buford.
Melalui jendela kereta, kami memperhatikan kaum buruh Finlandia berdiri di kejauhan. Dengan sembunyi-sembunyi mereka memberi kami tanda dengan bendera merah. Kami membalasnya dengan lambaian tangan.
Setengah jam kemudian, pintu gerbong kami dibuka dan seorang pekerja masuk untuk “membetulkan lampu.” Dengan berbisik dia berkata kepada kami, “Ada reaksi penuh ketakutan di sini. Teror Putih melawan kaum buruh. Kami membutuhkan pertolongan dan revolusioner Rusia.”
Kembali kami mengirim kabar ke Tchicherin dan Shatov, mendesak mereka untuk mengirim komite untuk bertemu dengan kami di perbatasan Rusia.
***
19 Januari.- Di Teryoki, dekat perbatasan. Belum ada balasan dari Rusia sampai saat ini. Militer Finlandia memerintahkan kami untuk melewati perbatasan sekaligus. Kami menolaknya, karena penjaga perbatasan Rusia belum mendapat informasi tentang identitas kami. Mereka bisa saja mengira kami tentara Finlandia yang akan menginvasi Rusia, dan menembak kami. Hal itu bisa menjadi pembuka peperangan dengan Finlandia. Ada gencatan senjata jangka pendek antara Rusia dan Finlandia, dan sekarang situasinya sangat menegangkan.
Sore hari, tentara Finlandia sangat khawatir dengan keberadaan kami di tempat itu. Tapi, kami menolak untuk pergi.
Perwakilan Kantor Luar Negeri Finlandia sepakat untuk membentuk Komite untuk Deportan4yang akan pergi ke perbatasan Rusia, untuk menjelaskan situasi kami ke pos perbatasan Soviet. Dari kami dipilih tiga orang, tapi tentara Finlandia hanya menghendaki seorang saja.
Dengan disertai pejabat Finlandia, tentara, dan penerjemah, juga diikuti oleh beberapa koresponden (di antaranya terdapat wartawan Amerika), aku pergi ke perbatasan, kami berjalan kaki menembus salju yang tebal, melalui hutan kecil di arah barat jembatan kereta yang telah hancur. Kami berjalan dengan penuh rasa cemas saat melewati rumpun pepohonan berwarna putih, khawatir ada serangan tiba-tiba yang di lancarkan salah satu pihak.
Seperempat jam kemudian kami tiba di perbatasan. Di hadapan kami terlihat pos penjagaan Bolshevik, yang dijaga oleh beberapa orang yang berpakain bulu yang aneh, dipimpin oleh seorang petugas berjenggot hitam.
“Tovarishtch!‘ aku berteriak dalam bahasa Rusia, dari seberang sebuah sungai kecil. “Kamerad! Minta izin untuk berbicara dengan Anda!”
Pemimpin pos itu memberiku tanda untuk maju mendekat. Dibelakangnya, prajuritnya berdiri siaga. Dengan singkat aku menjelaskan situasi yang terjadi kepadanya dan tentang kesulitan Tchicherin untuk membalas kabar yang kami sampaikan. Dia mendengarkan dengan tenang, lalu mengatakan, “Komite Soviet baru saja datang.”
Sungguh sebuah kabar yang sangat baik! Pihak berwenang Finlandia mengizinkan Komite Rusia untuk masuk ke wilayah Finlandia hingga ke tempat kereta yang membawa kawan-kawan kami. Zorin dan Feinberg, perwakilan Pemerintah Soviet dan Nyonya Andreyeva, istri Gorky5, yang datang bersama mereka secara tak resmi, mengiringi kami hingga stasiun kereta.
“Koltchak sudah ditangkap dan pasukan Tentara Putihnya terpecah belah,” kata Zorin, dan para deportan menyambut kabar itu dengan teriakan yang antusias. Perjanjian untuk memindahkan para deportan dan barang bawaan mereka ke wilayah Rusia telah disepakati. Pada akhirnya kami memasuki wilayah Rusia yang revolusioner.