D.3 Bagaimana kekayaan mempengaruhi media massa?
[toc]
Kaum anarkis telah mengembangkan analisa yang detail dan mengagumkan mengenai bagaimana kaum kaya dan berkuasa menggunakan media untuk mempropagandakan kepentingan mereka. Barangkali analisa yang terbaik adalah “Model Propaganda” yang diuraikan secara terperinci dalam Manufacturing Consent karya Noam Chomsky dan Edward Herman, yang tesis utamanya akan kita rangkum dalam bagian ini (baca juga Necessary Illusions karya Chomsky untuk pembahasan lebih lanjut mengenai model media ini).
“Model propaganda” Chomsky dan Herman mengenai media mempostulasikan serangkaian lima “filter” yang bertindak sebagai penyaring berita dan materi lain yang disebarkan media. “Filter-filter” ini memunculkan media yang merefleksikan sudut pandang serta kepentingan kaum elit dan juga memobilisasi “dukungan terhadap kepentingan khusus yang mendominasi negara dan aktifitas swasta.” (Manufacturing Consent, hal. xi) “Filter-filter” ini adalah : (1) ukuran, kepemilikan yang terkonsentrasi, kekayaan pemilik, dan orientasi keuntungan dari firma-firma media massa dominan; (2) periklanan sebagai sumber pendapatan utama media massa; (3) kepercayaan terhadap media untuk informasi yang diberikan pemerintah, kalangan pengusaha, dan “para pakar” yang dibayar serta didukung oleh sumber-sumber utama dan agen-agen kekuasaan; (4) “kritik” (respon negatif terhadap laporan media) sebagai alat mendisiplinkan media; dan (5) “anti komunisme” sebagai religi nasional dan mekanisme kontrol.
“Bahan mentah berita harus melalui filter-filter tersebut yang akhirnya banyak meninggalkan residu yang telah bersih yang siap untuk dicetak”, pendapat Chomsky dan Herman. Filter-filter tersebut “menentukan diskursus dan interpretasi, serta definisi mengenai apa yang patut dijadikan berita, dan juga menjelaskan basis serta operasional apa yang dipropagandakan” (Manufacturing, hal.2). Kita akan membicarakan secara singkat keadaan kelima filter di baawah ini (sebagian besar contoh diambil dari media AS).
Kita tekankan kembali, sebelum melanjutkan, bahwa hal ini merupakan ringkasan dari tesis Herman dan Chomsky, dan kita tak dapat berharap memberikan banyak bukti dan argumen yang ada baik dalam Manufacturing Consent maupun Necessary Illusions. Kita merekomendasikan buku ini untuk informasi lebih lanjut ataupun bukti yang mendukung “model propaganda” media.
D.3.1 Bagaimana pengaruh ukuran, kepemilikan yang terkonsentrasi, kekayaan pemilik, dan orientasi keuntungan dari firma-firma media massa yang dominan terhadap isi media?
Bahkan pada satu abad yang lalu, jumlah media dengan pelayanan substansial dibatasi oleh kebutuhan akan investasi yang besar, dan pembatasan ini semakin lama semakin efektif. Hal ini memiliki arti bahwa terdapat hambaatan natural untuk memasuki industri media, seperti yang juga terjadi di banyak pasar lainnya yang berkembang dengan baik. Berkaitan dengan proses konsentrasi ini, kepemilikan media utama telah semakin terkonsentrasi dalam tangan beberapa orang saja. Seperti yang ditekankan Ben Bagdikian dalam bukunya Media Monopoly, 29 jaringan media terbesar bertanggung jawab atas setengah dari seluruh koran yang ada, dan sebagian besar penjual dan konsumen majalah, penyiaran, buku-buku dan film. “Peringkat tertinggi dari semua ini– antara 10-24 jaringan –bersama dengan pemerintah dan departemen yang bersangkutan, “menentukan agenda berita serta menyediakan banyak berita nasional dan internasional untuk media yang berada dalam peringkat lebih rendah, dan juga untuk masyarakat umum.” (ibid; hal 5)
24 perusahaan peringkat teratas merupakan perusahaan yang besar, korporasi besar yang mencari keuntungan, dikontrol dan dimiliki oleh orang-orang yang sangat kaya. Banyak dari perusahaan ini yang terintegrasi penuh dalam pasar finansial, dan akibatnya tekanan pemilik saham, direktur, dan bankir yang sampai ke tataran bawah sangat kuat. Tekanan-tekanan ini menjadi intensif di tahun-tahun yang baru ini karena saham media telah menjadi favorit pasar dan karena deregulasi telah meningkatkan keuntungan, begitu juga ancaman pengambilalihan.
Raksasa-raksasa media juga telah melakukan diversifikasi ke dalam lahan-lahan lainnya. Contohnya, GE dan Westinghouse, keduanya pemilik jaringan televisi yang besar, merupakan perusahaan multinasional raksasa yang melakukan diversifikasi serta sangat terlibat dalam wilayah kontroversial produksi senjata dan kekuatan nuklir. GE dan Westinghouse bergantung pada pemerintah untuk mensubsidi penelitian dan perkembangan militer serta kekuatan nuklir. Ketergantungan serupa pada pemerintah juga mempengaruhi media lain.
Karena mereka adalah korporasi besar dengan kepentingan investasi internasional, media besar cenderung memiliki bias politik sayap kanan. Sebagai tambahan, anggota-anggota kelas pengusaha memiliki sebagian besar media massa, sebagian besar tergantung pada keberadaan pendapatan iklan mereka (yang pada akhirnya berasal dari pengusaha swasta). Pengusaha juga menyediakan pembagian substansial kepada “para ahli” untuk program-program berita dan memberikan “kritikan” masif. Klaim bahwa mereka “condong ke kiri” merupakan informasi yang salah yang dibuat oleh organisasi “pengkritik” yang dideskripsikan di bawah ini.
Jadi menurut Herman dan Chomsky:
“Bentuk media dominan adalah bisnis yang benar-benar besar; mereka dikontrol oleh orang-orang yang sangat kaya atau oleh para manajer yang patuh terhadap batasan tajam yang diberikan para pemilik dan kekuatan-kekuatan yang berorientasi keuntungan pasar lainnya; dan mereka saling bertautan satu sama lain, serta memiliki kepentingan bersama, dengan korporasi besar lainnya, bank dan pemerintah. Hal ini merupakan filter pertama yang sangat kuat yang mempengaruhi pilihan-pilihan berita.” (Ibid., hal.14)
Tak perlu dikatakan, para reporter dan editor akan dipilih berdasarkan bagaimana kerja mereka dalam merefleksikan kepentingan dan kebutuhan para majikan mereka, Jadi seorang reporter radikal dan repoter lain yang memiliki mainstream yang kurang radikal, meski memiliki ketrampilan dan kemampuan yang sama akan memiliki karir yang berbeda dalam industri. Jika repoter radikal tersebut tidak memperlunak tulisannya, mungkin para majikan tidak ingin mencetak tulisan tersebut tanpa diedit atau diubah terlebih dahulu. Jadi struktur dalam firma media akan cenderung mempidanakan sudut pandang radikal, mendorong penerimaan terhadap status quo demi karir selanjutnya. Proses seleksi ini memastikan bahwa para pemilik tak perlu memerintahkan editor ataupun reporter apa yang harus dilakukan–agar sukses, mereka akan merasa wajib menginternalisasikan nilai-nilai dari majikan mereka.
D.3.2 Apa efek periklanan sebagai sumber pemasukan utama media massa?
Bisnis utama media adalah menjual konsumennya kepada para pemasang iklan. Jadi pemasang iklan mendapatkan izin kekuasaan secara de facto, karena tanpa dukungan mereka, jalannya perekonomian media dapat terhenti. Dan konsumen yang kaya merupakan ketertarikan pemasang iklan. Seperti yang dikatakan Chomsky dan Herman, “Pemikiran bahwa dorongan konsumen yang besar membuat media massa menjadi ‘demokratis’, memiliki kelemahan dari awal, dan analogi politiknya adalah sistem voting yang ditentukan oleh uang!” (ibid; hal.16).
Karena itu diskriminasi politik terstruktur ke dalam alokasi periklanan dengan penekanan kepada orang-orang yang memilki uang untuk membelinya. Tambahan lagi, “banyak perusahaan yang akan selalu menolak menjalankan bisnis dengan musuh ideologis mereka dan orang-orang yang mereka anggap membahayakan kepentingannya.” Jadi, diskriminasi yang mencolok ini menambahkan kekuatan dari “sistem voting yang ditentukan oleh uang”. Dengan demikian, para korporat besar yang memasang iklan hampir tak pernah mensponsori program-program yang berisi kritik-kritik serius terhadap aktivitas korporat, seperti pengaruh negatif terhadap ekologi, pekerjaan dalam kompleks industri militer, atau dukungan korporat terhadap kediktatoran di negara dunia ketiga dan keuntungan yang didapatkannya. Lebih umum lagi, para pemasang iklan ingin “menghindari program-program yang memiliki kompleksitas yang tinggi berikut kontroversi yang dapat mengganggu serta mempengaruhi ‘selera membeli’. (ibid. hal.18)
Hal ini juga memiliki efek yang memberikan kerugian yang serius terhadap kelas pekerja dan koran-koran yang radikal. Tanpa akses untuk penerimaan iklan, bahkan koran yang paling popular pun akan gulung tikar atau tersingkir dari pasar. Chomsky dan Herman menyebutkan Daily Herald Inggris yang pro pekerja dan pro serikat sebagai contoh dari proses ini. Daily Herald nyaris memiliki jumlah pembaca dua kali lipat dari The Times, Financial Times dan The Guardian, namun bahkan dengan 8,1% sirkulasi nasional, penerimaan Daily Herald dari iklan hanyalah 3,5% sehingga tak dapat terus bertahan hidup dalam “pasar bebas”.
Seperti pendapat Herman dan Chomsky, suatu “pergerakan massa tanpa dukungan media besar apapun, dan takhluk pada persaingan pers yang aktif, mengalami cacat yang serius, dan menghadapi penghalang yang berat.” (Ibid., hal.15-16) Dengan gulung tikarnya Daily Herald, pergerakan pekerja kehilangan suaranya dalam media besar.
Jadi iklan merupakan sebuah filter yang efektif untuk menyaring pilihan-pilihan lainnya (dan, tentu saja, untuk bertahan hidup dalam pasar).
D.3.3 Mengapa media mengandalkan informasi yang diberikan pemerintah, bisnis, dan “para ahli” yang dibayar dan dipercaya pemerintah serta kalangan bisnis?
Dua dari beberapa alasan utama kepercayaan media terhadap sumber-sumber semacam itu adalah perekonomian dan kemudahan. Pertimbangan kelompok pusat memaksa terkonsentrasinya sumber-sumber media, yaitu di tempat yang banyak memiliki berita-berita penting, di tempat-tempat berlimpah ruahnya rumor dan bocoran-bocoran informasi, dan di tempat-tempat di mana konferensi pers sering diadakan. Gedung Putih, Pentagon, dan Departemen Luar Negeri, di Washington DC, merupakan pusat-pusat kegiatan ini.
Pemerintah dan sumber-sumber korporat juga sangat layak mendapat pengakuan dan kepercayaan jika mengingat status beserta prestise yang mereka miliki; terlebih lagi mereka memiliki banyak uang untuk menghasilkan arus berita yang dapat digunakan media. Contohnya, Pentagon memiliki pelayanan informasi publik yang mempekerjakan ribuan orang, dengan menghabiskan ratusan juta dolar tiap tahunnya, dan pembiayaan yang gila-gilaan ini bukan hanya untuk sumber informasi publik dari individu atau kelompok yang tidak setuju melainkan keseluruhan kelompok seperti itu..
Hanya sektor korporat yang memiliki sumber penghasilan untuk menghasilkan informasi publik dan propaganda seperti Pentagon dan badan pemerintah lainnya. Kamar Dagang, suatu perkumpulan bisnis, di tahun 1983 memiliki budget untuk penelitian, komunikasi, dan aktivitas politik sebesar $65 juta. Selain kamar dagang AS terdapat ribuan kamar dagang lokal maupun pemerintah serta asosiasi perdagangan yang juga terlibat dalam hubungan publik dan aktifitas mempengaruhi publik.
Untuk mempertahankan posisi unggul mereka sebagai sumber berita, pemerintah dan agen berita bisnis mencurahkan banyak usaha untuk membuat segalanya menjadi mudak bagi organisasi-organisasi berita. Mereka menyediakan organisasi media fasilitas untuk bertemu, memberi para wartawan salinan pidato terlebih dahulu dan laporan yang akan datang; jadwal konferensi pers pada waktu-waktu tidak menyusahkan mereka yang ingin memenuhi deadline berita; menulis pers release dalam bahasa yang tak perlu terlalu banyak mengalami pengeditan; serta dengan seksama mengatur konferensi pers dam sesi “kesempatan berfoto”. Arti sebenarnya adalah bahwa birokrasi elit berkuasa mensubsidi media massa dengan kontribusinya mengurangi biaya media dalam mendapatkan bahan mentah untuk, dan dalam menghasilkan, berita. Dengan cara ini, birokrasi ini mendapatkan akses khusus menuju media.
Jadi “(p)ertimbangan ekonomi memaksa mereka (media) untuk mengkonsentrasikan sumber daya mereka, yaitu di tempat sering munculnya berita-berita penting, di tempat-tempat berlimpah ruahnya rumor dan bocoran-bocoran informasi, dan di tempat-tempat di mana konferensi pers sering diadakan…(Bersama dengan lembaga-lembaga negara) korporasi bisnis dan kelompok-kelompok dagang juga merupakan pemasok regular cerita-cerita yang dianggap berharga. Birokrasi ini memberikan sejumlah besar materi untuk memenuhi permintaan organisasi berita akan arus berita yang terjadwal dan dapat dipercaya.” (Ibid., hal.18-19)
Dominasi sumber resmi, tentu saja, akan dilemahkan oleh keberadaan sumber tak resmi yang mendapat perhatian publik, yang memberikan pandangan berbeda dengan sang penguasa. Untuk menghindari masalah ini, elit berkuasa menggunakan strategi “mengkooptasi para ahli”– yaitu, menggaji mereka sebagai konsultan, mendanai penelitian mereka, dan mengorganisir think tank yang akan mempekerjakan mereka secara langsung serta yang membantu menyebarkan pesan-pesan yang dianggap esensial bagi kepentingan kaum elit. “Para ahli” dalam acara diskusi panel TV dan acara berita seringkali diambil dari organisasi semacam itu, organisasi yang dananya sebagian besar berasal dari sektor korporat dan keluarga kaya– fakta yang tentu saja tak pernah disebutkan pada acara yang memunculkan mereka.
D.3.4 Bagaimana “kritik” digunakan kaum kaya dan berkuasa sebagai alat untuk mendisiplinkan media?
“Kritik” berhubungan dengan respon negatif terhadap pernyataan ataupun acara media. Respon semacam itu mungkin dinyatakan melalui telepon, surat, telegram, pesan e-mail, petisi, penuntutan hukum, pidato, rancangan undang-undang yang diajukan ke Konggres, atau cara keluhan lainnya, ancaman, atau hukuman. “Kritik” mungkin diberikan oleh organisasi atau mungkin juga berasal dari individu bebas. Kampanye “kritik” yang dilakukan secara besar-besaran, baik oleh organisasi maaupun individu dengan sumber-sumber substansial, dapat menimbulkan perasaan tak nyaman dan merugikan media.
Pemasang iklan berusaha keras untuk tidak menyakiti konsumen yang mungkin dapat menghasilkan “kritik”, dan tuntutan mereka untuk acara-acara yang tidak menyinggung merek, menekan media untuk menghindari jenis-jenis fakta, keadaan, atau program yang mungkin saja dapat mengundang munculnya “kritik”. Jenis “kritik” yang paling efektif berasal dari kalangan bisnis dan pemerintah, yang memiliki dana untuk menghasilkannya dalam skala besar.
Contohnya, selama 1970-an dan 1980-an, komunitas korporat mensponsori pembuatan institusi seperti American Legal Foundation, Capital Legal Foundtion, Media Institute, Center for Media and Public Affairs, daan Accuracy in Media (AIM),yang mungkin dikenal sebagaai organisasi yang dibuat untuk tujuana tertentu dalam menghasilkan “kritik”. Freedom House merupakan organisasi AS yang lebih tua serta memiliki tujuan yang lebih luas, dan kegiatannya untuk menghasilkan “kritik” menjadi contoh untuk organisasi yang lebih baru.
Contohnya Media Institute, dibangun pada tahun 1972 dan didanai oleh patron-patron korporat yang kaya, mensponsori proyek monitoring meedia, konferensi, dan penelitian media. Fokus utama dari penelitian dan konferensinya adalah kegagalan media menyoroti bisnis secara akurat dan memberi penekanan yang besar pada sudut pandang bisnis, namun juga mensponsori hasil kerja seperti “pembongkaran” yang dilakukan John Corry terhadap bias sayap kiri dalam media massa.
Pemerintah sendiri juga merupakan penghasil utama “kritikan”, yang terus menerus menyerang, mengancam, dan “mengkoreksi” media, mencoba mengatasi segala penyimpangan dari garis propaganda yang terdapat dalam kebijakan domestik atau luar negeri.
Dan perlu dicatat, meski mesin “kritik” terus menerus menyerang media, media tetap memperlakukan mereka dengan baik. Meski dengan efektif mengabaikan kritik-kritik radikal (seperti “model propaganda”), “kritik” mendapatkan perhatian yang penuh respek. Selain itu, peran propaganda mereka dan hubungannya dengan korporasi, berikut program sayap kanan yang lebih luas jarang sekali disebutkan atau dianalisa.
D.3.5 Mengapa elit berkuasa menggunakan “anti komunisme” sebagai religi nasional dan mekanisme kontrol?
“Komunisme”, atau bahkan semua bentuk sosialisme, tentu saja dianggap sebagai iblis oleh korporat dan kaum kaya, karena gagasan mengenai kepemilikan kolektif terhadap aset produksi, yang memberikan kekuatan tawar yang lebih besar kepada pekerja, atau mengijinkan rakyat biasa untuk memiliki suara lebih dalam keputusan kebijakan publik, merupakan ancaman terhadap akar kedudukan kelas dan status superior kaum elit.
Karena itu ideologi anti komunisme sangat ampuh, karena dapat digunakan untuk mendiskreditkan apapun yang mendukung kebijakan yang dirasa merugikan kepentingan korporat. Ideologi tersebut juga membantu memecah belah kaum kiri daan gerakan pekerja, membenarkan dukungan untuk rejim sayap kanan pro AS di luar negeri sebagai “iblis yang lebih baik” dibandingkan komunis, dan mengecilkan hati kaum liberal untuk melawan rejim semacam itu karena ketakutan dicap murtad dari agama nasional.
Sejak berakhirnya perang dingin, anti komunisme tidak lagi digunakan secara luas seperti sebelumnya untuk memobilisasi dukungan terhadap perjuangan kaum elit. Malah, “perang narkotika” atau “anti terorisme” saat ini sering kali memberikan publik “musuh resmi” untuk dibenci dan ditakuti. Jadi, perang narkotika merupakan semacam ijin bagi invasi pemerintahan Bush di Panama dan “melawan teroris narkotika” saat ini lebih merupakan alasan resmi untuk pengiriman senjata militer dan peralatan penjagaan ke Mexico (yang sebenarnya digunakan untuk melawan pemberontakan Zapatista di Chiapas, pemberontakan yang mengancam kestabilan negara serta membahayaakan investasi AS).
Tentu saja masih ada beberapa negara komunis yang menjadi musuh resmi, seperti China, Korea Utara, dan Kuba, pelanggaran HAM di negar-negara tersebut secara sistematis disorot oleh media sementara pelanggaran yang sama di negara-negara klien disembunyikan atau diabaikan. Chomsky dan Herman menyebut korban-korban pelanggaran ini di negara-negara musuh sebagai korban-korban yang berharga, sementara korban-korban di negara-negara klien atau sahabat AS sebagai korban-korban yang tak berharga. Cerita mengenai korban-korban berharga sering kali dijadikan subyek kampanye propaganda yang terus menerus, untuk mencetak poin politik melawan musuh.
“Jika pemerintah komunitas korporat dan media menganggap sebuah cerita berguna dan juga dramatis, mereka akan memfokuskan secara intensif pada cerita itu dan menggunakannya untuk memberikan pencerahan kepada publik. Contohnya, memang benar bahwa telah terjadi penembakan pesawat KAL 007 di bandara Korea oleh Sovyet di awal September 1983, yang memberi jalan untuk kampanye yang menjelek-jelekkan musuh resmi mereka dan mendukung rencana bersenjata pemerintahan Reagan.”
“Sangat berbeda dengan penembakan pesawat sipil Libya oleh Israel di tahun 1973 yang tidak menimbulkan kegemparan di Barat, tak ada pengutukan terhadap ‘pembunuh berdarah dingin’, dan tak ada boikot. Perbedaan perlakuan ini dijelaskan oleh New York Times dengan alasan utilitas : ‘Tak ada gunanya melayani perdebatan sengit mengenai siapa yang salah atas jatuhnya pesawat Libya di Semenanjung Sinai Minggu lalu’. Terdapat ‘manfaat’ untuk memfokuskan perhatian pada tindakan Sovyet dan kampanye propaganda massif yang terjadi.” (ibid., hal.32)
D.3.6 Bukankah mengira bahwa media digunakan sebagai instrumen propaganda oleh kaum elit merupakan sebuah “teori konspirasi”?
Chomsky dan Herman membahas hal ini dalam pendahuluan Manufacturing Consent: “Kritik institusional seperti yang kita berikan dalam buku ini biasanya ditolak oleh para komentator sebagai ‘teori konspirasi’, namun hal ini hanyalah suatu pengelakan belaka. Kami tidak menggunakan jenis hipotesis ‘konspirasi’ apapun untuk menjelaskan tampilan media massa. Pada kenyataannya, analisis kami lebih mendekati analisis ‘pasar bebas’, dengan sebagian besar mengarah pada akibat cara kerja kekuatan pasar.”
Mereka mulai memberikan pendapat mengenai apa itu “kekuatan pasar”. Salah satu hal yang paling penting adalah pemangkasan proses yang menentukan siapa yang mendapatkan pekerjaan jurnalistik dalam media besar. “Pilihan-pilihan yang paling bias dalam media muncul dari pra pemilihan orang-orang garis kanan, prasangka yang terinternalisasi, dan adaptasi personal terhadap batasan kepemilikan, organisasi, pasar, dan kekuatan politik.”
Dengan kata lain, para pekerja media yang besar menginternalisasikan nilai-nilai majikan mereka. “Penyensoran pada umumnya adalah penyensoran yang dilakukan sendiri oleh reporter dan komentator yang menyesuaikan keadaan sumber dan peralatan organisasional media, dan oleh orang-orang yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi media yang terpilih untuk mengimplementasikan, dan biasanya telah menginternalisasi batasan-batasan yang dipaksakan oleh pemilik, pusat kekuasaan pemerintahan dan pasar lainnya.” (ibid., hal. xii)
Dapat dipertanyakan, tidakkah hal itu masih merupakan teori konspirasi jika berpendapat bahwa semua pemimpin media memiliki nilai-nilai yang sama? Tidak sepenuhnya. Pemimpin seperti itu “melakukan hal yang serupa karena mereka melihat dunia dari kacamata yang sama, tunduk pada hambatan dan insentif yang sama, termasuk juga berita utama atau tetap bungkam bersama-sama dalam aksi kolektif tutup mulut dan sikap mematuhi atasan.” Ibid).
Namun demikian, fakta bahwa para pemimpin media memiliki nilai fundamental yang sama tidaklah berarti bahwa media merupakan monolit yang solid dalam hal issue. Penguasa seringkali tidak menyetujui siasat yang digunakan untuk mencapai tujuan yang pada umumnya sama, dan hal ini terefleksi dalam debat media. Namun pandangan bahwa perubahan legitimasi tersebut bertujuan, atau berpendapat bahwa kekuatan negara lebih digunakan untuk kepentingan kaum elit daripada kepentingan “nasional”, akan dikesampingkan dari media massa.
Karena itu “model propaganda” memiliki sedikit kemiripan dengan “teori konspirasi” seperti halnya mengatakan bahwa manajemen General Motors berusaha mempertahankan dan meningkatkan keuntungannya.
D.3.7 Tidakkah “tesis propaganda” mengenai media kontradiktif dengan sifat “melawan” dari banyak laporan media, contohnya mengungkapkan korupsi bisnis dan pemerintah?
Seperti dikatakan sebelumnya, klaim bahwa media bersifat “melawan” atau (lebih tak masuk akal lagi) bahwa mereka memiliki “bias sayap kiri” adalah berkaitan dengan pengaturan Humas sayap kanan. Artinya, bahwa beberapa “fakta yang tidak mengenakkan” ada kalanya dapat lolos dari filter-filter tersebut untuk memberi kesan “obyektifitas”–sedemikian rupa sehingga media dapat menyangkal tuduhan menggunakan propaganda. Seperti pendapat Chomsky dan Herman: “’kealamiahan’ proses ini, dengan fakta-fakta yang tidak mengenakkan yang memberikan suatu penghematan dan dalam kerangka asumsi yang tepat, dan ketidak setujuan fundamental benar-benar dikesampingkan dalam media massa (namun diijinkan dalam pers yang termarginalkan), membuat sistem propaganda yang jauh lebih kredibel dan efektif dalam menyebarkan agenda patriotik daripada agenda yang dibuat dengan penyensoran resmi.” (Ibid., Pendahuluan)
Untuk mendukung pendapat mereka mengenai sifat “melawan” dari media, Herman dan Chomsky mempelajari klaim-klaim mesin-mesin humas media sayap kanan. Namun demikian, dengan segera diketahui bahwa “contoh-contoh seperti itu, yang memberikan pujian terhadap media mengenai kebebasan atau kekritisan semangat mereka yang berlebihan, mengilustrasikan dengan tepat kebalikannya.” (Ibid.) Kritik, meski kurang tepat sebagai analisis yang serius, benar-benar membantu menciptakan mitos mengenai “media yang melawan” (pada “tingkat subordinasi yang ada terhadap kekuasaan negara seringkali dirasa tidak memuaskan” dan hal ini merupakan sumber kritisme mereka! (Ibid., hal.30) dan juga dianggap serius oleh media.
Karena itu, sifat “melawan” dari media hanyalah mitos, namun hal ini tidak menunjukkan bahwa media tidak memberikan analisis kritis. Dalam kenyataannya, Herman dan Chomsky berpendapat bahwa “media massa tidaklah monolit solid dalam semua issue”. (Ibid., hal.xii) dan tidak menyangkal bahwa media memang menampilkan fakta (yang kadang-kadang mereka sebutkan dengan sendirinya). Namun seperti pendapat mereka, “(b)ahwa media menyediakan beberapa fakta mengenai issue…tidak membuktikan apapun secara absolut mengenai kelayakan dan akurasi ulasannya. Pada kenyataannya, media massa memang benar-benar menekan …namun bahkan yang lebih penting dalam konteks ini adalah pertanyaan yang diajukan terhadap fakta–penempatannya, sifat dan repetisi, yang ditampilkan dalam kerangka kerja, dan fakta terkait yang mengiringinya dan memberinya arti (atau memberikan pemahaman)…tak ada kebungkaman untuk pretensi yang karena fakta-fakta tertentu mungkin ditemukan oleh peneliti yang skeptis dan tekun, ketiadaan bias radikal dan penekanan secara de facto karenanya ditampilkan.” (Ibid., hal.xiv-xv)