Bandung Aksi Langsung! – Kabar Penolakan Penggusuran di Dayang Sumbi

dayangsumbi3

Barikade aliansi rakyat menghadang penggusuran PKL di Dayang Sumbi, Bandung.

Ini merupakan kemenangan kecil yang perlu dikabarkan, bahwa warga bisa mempertahankan hak mereka tanpa lobi-lobi dengan para elit yang malah melemahkan. Ini merupakan pelajaran bahwa di balik citra-citra kosmetik yang coba dibentuk oleh Bandung, ada penindasan. Ini merupakan bukti bahwa di Bandung ada perlawanan terhadap kuasa modal yang mencoba mengubah kota ini perlahan menjadi kota yang ramah pada investor dan tak berpihak pada mereka yang termarjinalkan oleh pembangunan kota.

“Satpam ITB mengunci semua akses ke kampus, mereka memerintahkan agar parkiran dikosongkan, dan mandor di lokasi konstruksi memerintahkan anak buahnya mengunci semua pintu. Ada kabar pula bahwa kantor Satpol PP sudah menampakkan aktivitas sejak sore tadi. Kawan-kawan, nampaknya malam ini penggusuran akan benar-benar dilakukan,” ujar salah seorang kawan dalam rapat sore tanggal 13 Juli 2015 yang dilakukan secara kilat tak lama sesudah berbuka puasa. Dua hari sebelumnya, posko solidaritas didirikan untuk berjaga-jaga. Namun, selama dua hari sejak surat ultimatum sampai, tidak ada tanda-tanda Satpol PP dan aparat akan datang. Baru pada hari ketiga lah semuanya makin pasti. Hari ini, penggusuran bukan lagi sekedar gertak sambal dari Pemerintah Kota Bandung.
Penggusuran ini bukanlah yang pertama. Dua tahun lalu, ITB meminta Pemerintah Kota Bandung untuk membersihkan area Dayang Sumbi. Arena ini merupakan area terakhir di sekitar kampus ITB yang masih terdapat pedagang kaki lima. Kala itu, para pedagang mencoba berkomunikasi dengan Pemerintah Kota. Ayi Vivananda, Wakil Walikota Bandung, menjamin tak akan ada penggusuran.
Aksi lobi-lobi dengan elit kekuasaan di bawah naungan sebuah institusi bernama KPJB (yang pada dasarnya beranggotakan gabungan ormas) pun dilakukan. Lobi ini menggiring para PKL masuk ke dalam pusaran konflik kepentingan politik Pilkada yang sedang berlangsung saat itu. Ayi, yang notabene merupakan kader PDI-P, memiliki kepentingan dalam agenda kampanyenya yang tak selalu sejalan dengan kepentingan elit-elit lain. Ayi menjamin tak akan ada penggusuran, namun yang terjadi tak lama setelah ‘jaminan’ tersebut justru sebaliknya. Pada 10 Januari 2013, Satpol PP, dengan bantuan Polisi dan TNI, datang dengan alat berat, merusak dan menghancurkan seluruh kios hingga tak ada yang tersisa.
Para pedagang tak menyerah, mereka mencoba berbagai upaya, dari mulai terus menuntut pemerintah kota soal kompensasi atau relokasi, hingga membangun kembali lapak mereka yang luluh lantak lalu kembali berdagang di sana. Namun, rupanya, pihak ITB pun tak menyerah. Mereka berupaya mengusir para PKL. Mereka menutup gerbang belakang kampus. Padahal, gerbang inilah satu-satunya akses pelanggan ke kios-kios PKL Dayang Sumbi. Alhasil, penutupan ini membuat pelanggan harus memutar terlebih dahulu untuk sampai ke lokasi PKL. Selain dampak kehancuran ekonomi (menurut data yang dikumpulkan para relawan, penghasilan PKL turun sebesar 75% dari pendapatannya semula), efek psikologis pun juga dialami pemilik kios. Empat orang PKL Dayang Sumbi terkena stroke selama 2 tahun belakangan akibat tekanan ancaman penggusuran dan ekonomi yang makin sulit.
Ini berlangsung selama 2 tahun, dan tak ada upaya persuasif yang dilakukan oleh pemerintah, hingga akhirnya surat peringatan dari Pemerintah Kota Bandung kembali datang, tepatnya tanggal 6 Juli 2015. Camat datang dan memperingatkan PKL agar segera mengosongkan kios dengan alasan bahwa PKL sudah menyetujui penertiban. Padahal, tak seorang pun PKL Dayang Sumbi pernah menyepakati perjanjian apa pun.
Akhirnya, perlawanan kembali pada muaranya: mempertahankan lapak sebagai pilihan terakhir. Para PKL Dayang Sumbi, yang sejak beberapa bulan terakhir sering beririsan dengan beberapa elemen gerakan di Bandung yang bersolidaritas dengan para PKL, akhirnya membuat Aliansi Rakyat Bergerak yang terdiri dari beragam latar belakang: mahasiswa, buruh dan warga kota lainnya. Kami mulai membangun Posko Penolakan Penggusuran sebagai pusat kumpul dan kordinasi. Struktur di dalam komite penolakan dibuat sedemikan rupa untuk menghindari hierarki terpusat, semua keputusan-keputusan diambil berdasarkan mufakat dari ‘ririungan’ yang coba ditradisikan.
Kami mencoba mengambil pelajaran dari pengalaman buruk sebelumnya yang begitu mengandalkan lobi-lobi elit kekuasaan. Kami memaksimalkan posko sebagai forum untuk mendiskusikan ide-ide, menyusun strategi, membuat spanduk-spanduk, mencetak dan membagikan selebaran ke warga lainnya di sekitar kampus. Kami pun menyusun agenda ronda malam agar lokasi tetap terjaga. Siang dan malam, di sekitar posko berkeliaran para agen intelijen yang mengawasi dari jam ke jam, hari ke hari.
Berbagai upaya intervensi yang mencoba melemahkan gerakan tak hanya datang dari pemerintah dan ormas-ormasnya, tetapi juga dari kelompok mahasiswa. Memang bukan hal aneh jika mahasiswa hari ini jadi bagian dari rezim. Namun, yang cukup mengejutkan ketika itu adalah bahwa  kepentingan rezim lewat tangan mahasiswa datang di tengah-tengah krisis yang sudah jelas posisi keberpihakannya. Contohnya, ketika sedang menyusun langkah taktis untuk menghadang penggusuran, datanglah beberapa orang dari Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB—alias BEM). Mereka datang dengan ide-ide tripartit, yang tentu saja berujung pada upaya memoderasi tuntutan-tuntutan PKL. Aliansi Rakyat Bergerak menilai bahwa kedatangan KM ITB (dengan usulan lobi-lobi elitisnya) hanya mengganggu dan menurunkan semangat PKL Dayang Sumbi yang sudah bulat tekadnya untuk melawan penggusuran. Alhasil, KM ITB diusir oleh massa.
Akhirnya, tibalah waktu eksekusi, tanggal 13 Juli 2015. Ancaman penggusuran semakin santer. Beredar kabar bahwa pasukan penggusur akan datang pada pukul 11 malam. Setelah ada tanda-tanda bahwa satpol PP berada di sekitar lokasi pada pukul 9 malam, massa yang hadir mulai membangun barisan, mempersiapkan segala sesuatunya termasuk logistik aksi untuk menghadang alat berat dan represi aparat gabungan antara Satpol PP, Dishub, Polisi dan TNI.
Ketika 1 truk Polisi datang, massa yang sudah siaga sejak sore langsung maju menghadang truk dari Polrestabes Bandung yang mengangkut personel kepolisian. Sejumlah tentara pun terlihat berjaga di beberapa titik. Sudah bukan rahasia, tentara ikut terlibat dalam beragam agenda Pemerintah Kota Bandung, tak terkecuali dalam pengamanan penggusuran. Tentara hadir dengan alasan menjaga para PKL padahal kita sama-sama tahu alasan ini omong kosong! Kawan-kawan di lokasi menyebarkan berita barikade ke jejaring yang ada, juga lewat media sosial kepada kawan-kawan lain. Semakin malam barisan semakin besar. Kami kemudian memblokade tiga persimpangan jalan Tamansari dan Dayang Sumbi dengan membakar ban, membuat rantai manusia, balok kayu, bangku dan spanduk, dan apa pun yang bisa kami temukan.
Melihat kondisi yang semakin berpotensi pada bentrok, akhirnya, pihak polisi menuruti keinginan massa agar aparatus negara pergi meninggalkan lokasi dan menghilang dari jarak pandang massa aksi. Tentunya, bagi mereka, terutama Pemerintah Kota Bandung yang hari ini sangat sensitif pada pencitraan kotanya, sebuah bentrok fisik di tengah bulan puasa merupakan hal yang sangat merugikan.
Malam itu pula, Aliansi berhasil menekan pihak-pihak negara, yaitu Kepala bidang Penertiban satpol PP, Mantri polisi Kecamatan Coblong, Kapolres Kota Bandung, Kapolsek Coblong, dan TNI untuk berjanji tidak akan melakukan penggusuran terhadap PKL Dayang Sumbi dan melakukan dialog lebih lanjut yang persuasif terhadap PKL Dayang Sumbi dan melibatkan para pedagang dalam penentuan nasib mereka.
Pada malam tersebut, negara telah menggusur 7 titik ruang hidup PKL di kota Bandung, beberapa bahkan mendapatkan respon yang cukup massif hingga para PKL membakar lapak-lapak mereka sebagai bentuk protes. Namun PKL Dayang Sumbi merupakan satu-satunya lokasi yang gagal digusur malam itu berkat perlawanan, aksi langsung dan solidaritas yang lebih terorganisir.
Ini merupakan kemenangan kecil yang perlu dikabarkan, bahwa warga bisa mempertahankan hak mereka tanpa lobi-lobi dengan para elit yang malah melemahkan. Ini merupakan pelajaran bahwa di balik citra-citra kosmetik yang coba dibentuk oleh Bandung, ada penindasan. Ini merupakan bukti bahwa di Bandung ada perlawanan terhadap kuasa modal yang mencoba mengubah kota ini perlahan menjadi kota yang ramah pada investor dan tak berpihak pada mereka yang termarjinalkan oleh pembangunan kota. []
 

Dokumentasi foto aksi langsung oleh Aliansi Rakyat Bergerak

pkl3

pkl5

pkl2

pkl1

dayangsumbi2

dayangsumbi4

DSC09504

DSC09560

dayangsumbi1

You may also like...